Penegak Kebenaran

Melatih diri untuk terus menuntut ilmu dan memberikan informasi yang sesuai dengan ajaran Islam berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Nabi. Berusaha sekuat tenaga untuk mengamalkan dengan harapan akan menjadi Penegak Kebenaran yang diridloi Allah SWT.

Pengusung Peradaban

Menjadikan madrasah, pesantren, dan tempat pendidikan lainnya sebagai tempat thalabul ilmi agar terbentuk generasi muda yang kuat, cerdas, dan taqkwa sehingga suatu saat dapat menjadi mujahid masa depan dan menjadi Pengusung Peradaban yang bermoral dan berakhlaq Islami.

Penerang Kegelapan

Bekerja keras untuk selalu mengamalkan dan mengimplementasikan ilmu agama dan ilmu pengetahuan lain sebagai salah satu kewajiban muslim dengan harapan dapat menjadi Penerang Kegelapan. Berbagi informasi dalam kebaikan dan takwa serta saling menasihati dalam kebenaran

Memperkuat Aqidah

Melatih generasi muda sedini mungkin melalui berbagai media pendidikan exact dan non-exact sebagai bekal hidup di masa depan untuk mewujudkan penjuang masa depan yang mandiri, kuat, disiplin, dan amanah.

Disiplin

Menyalurkan bakat dan mengembkangkan kemampuan generasi muda melalui berbagai kegiatan positif dengan harapan dapat tertanam sikap persaudaraan, persahabatan, dan disiplin.

Search

Syarah Hadis Khatam Al-Nabiyyin


A. Teks Hadis


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مَثَلِي وَمَثَلَ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ إِلَّا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ هَلَّا وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ قَالَ فَأَنَا اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتِمُ النَّبِيِّينَ


B. Kajian Linguistik / Mufrodat

لَبِنَةٍ dimaknai satu batu bata / batu merah.
خَاتِمُ dalam berbagai kamus dengan segala derivasinya mengandung beberapa arti, di antaranya : mencap, menyetempel, mengakhiri, menyempurnakan, menyelesaikan, pengakhiran, penutupan, penyelesaian, tutup, cap, cincin dan penutup.


C. Terjemah

“Dari Abu Hurairah r.a. (ia berkata) “sesungguhnya Nabi saw. bersabda : sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan nabi-nabi sebelumku seumpama seseorang yang membuat suatu bangunan, lalu ia memperindah dan memperbagus bangunan tersebut kecuali satu bata di suatu sudut (bangunan tersebut). Orang-orang mengitari dan merasa kagum terhadap bangunan tersebut dan mereka mengatakan “Alangkah baiknya ditutupi sebuah batu tembok yang kurang ini.! Maka Akulah (kata Rasululullah saw) batu bata itu. Aku adalah khatim al-nabiyyin.


D. Otentisitas dan Takhrij Hadis

1. Otentisitas Hadis

Riwayat Bukhori di atas, terdiri dari 5 rawi :
  1. Abu Hurairah yang diakui ke-‘adalah-annya;
  2. Abu Shalih, dinilai tsiqoh oleh Yahya bin Ma’in, Ahmad bin Hanbal dan Abu Hatim menilainya shalih al-hadis;
  3. Abdullah bin Dinar, dinilai Tsiqot oleh Yahya bin Ma’in;
  4. Ismail bin Ja’far, dinilai tsiqat oleh Yahya bin Ma’in, dan
  5. Qutaibah bin Sa’id oleh Abu Hatim al-Razy dinilai tsiqot.
Ketersambungan sanad dari hadis di atas seluruhnya muttashil dan marfu’, hal itu ditunjukkan hubungan guru dan murid, dan kesezamanan. Al-hasil, ditinjau dari segi sanad bahwa hadis di atas tidak diragukan lagi adalah sabda Nabi saw.


2. Takhrij Hadis

Hadis ini dikeluarkan oleh :
Imam Bukhori dalam shahihnya, kitab Al-manaqib, Bab Khatam al-Nabiyyin, no. 3271
Imam Muslim dalam shahihnya, Kitab Al-Fadhail, Bab Dzikri kainihi saw. khatam al-nabiyyin,no. 4239.
Imam Ahmad dalam musnadnya, hadis no. 8802.


E. Syarah Hadis/Kajian Tematis Komphrehensip

Untuk memahami suatu teks hadis, maka korelasi tematis dengan al-Qur’an dan hadis-hadis lain harus dikedepankan. Yang menjadi tema sentral bahasan hadis di atas adalah makna khatam al-nabiyyin.
Term Khatam dalam al-Qur’an dapat ditemukan dalam beberapa tempat di antaranya :

  1. [1. ختم الله على قلوبهم [ البقرة / 7 ]
  2. [ختم على سمعه وقلبه [ الجاثية / 23 ]
  3. [قل أرأيتم إن أخذ الله سمعكم وأبصاركم وختم على قلوبكم [ الأنعام / 46 ]
  4. [اليوم نختم على أفواههم [ يس / 65 ]
  5. [ختامه مسك [ المطففين / 26 ]
Dalam nash al-Qur’an phrase khatam Al-Nabiyyin ditemukan hanya dalam satu ayat, yaitu terdapat dalam Q.S. al-Ahzab ayat 40. Berdasarkan kajian linguistik bahwa kata khatam mengandung beberapa arti. Kalau disimpulkan, ada dua pengertian yaitu pengertian hakiky dan pengertian majazy. Pengertian hakiky berarti penutup dan pengertian mazazy berarti cincin, hiasan. Mana dari kedua pengertian tersebut yang tepat untuk hadis di atas? Sebagai jawaban untuk pertanyaan di atas di bawah ini adalah hadis-hadis yang semakna dengan bahasan di atas di antaranya :

  1. Hadis bersumber dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah saw. Bersabda : ... tidak akan ada setelahku kenabian kecuali mimpi yang benar, yang diimpikan oleh seseorang yang shalih. Dalam riwayat lain bahwa mimpi yang benar itu disebut ”al-mubasyaraat”.
  2. Hadis bersumber dari Sa’ad r.a. sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda : ... bahwasanya tidak ada nabi setelahku. Hadis ini merupakan berkataan Nabi saw. kepada Ali bin Abi Thalib, yang mengandung makna kalaulah ada nabi setelahku pastilah Ali orangnya. Dalam hadis lain Rasul mengatakan ”kalau ada kenabian setelahku, maka Umarlah orangnya.
  3. Kata Abu Hazim, saya berguru kepada Abu Hurairah sekitar 5 tahun dan saya mendengar ia mengatakan bahwasanya Rasulullah saw. telah bersabda, ”adalah Bani Israil dipimpin oleh para nabi. Setiap kali mereka meninggal dunia, maka digantikanlah oleh nabi yang lain. Tetapi tidak ada nabi setelahku,
  4. Sahabat Tsauban mengatakan : Rasulullah saw. bersabda, ”... sesungguhnya akan ada di kalangan umatku tiga puluh orang yang berdusta mengaku-ngaku sebagai nabi. (padahal) Aku adalah khatam al-Nabiyyin dan tidak ada nabi setelahku.
  5. Kata Anas bin Malik : Rasulullah saw. telah mengatakan,”Sesungguhnya risalah dan kenabian telah terputus, maka tidak ada Rasul dan Nabi setelahku.
  6. Dengan lima keterangan di atas dan ditambah beberapa keterangan yang tidak kami cantumkan di sini, dengan jelas, tidak diragukan lagi bahwa yang dimaksud dengan khatam al-nabiyyin adalah penutup para nabi.

F. Kontekstualisasi

Kaum muslimin, madzhab apapun sekalipun ia penganut Syi’ah meyakini bahwa rasul-rasul Allah yang diutus kepada umat manusia berakhir pada diri Nabi Muhammad SAW. Beliaulah Nabi dan Rasul penutup (khatam al-anbiya wa 'l-mursalin). Keyakinan bahwa Muhammad SAW penutup utusan Allah berimplikasi bahwa rentetan wahyu-wahyu Allah yang diberikan, kepada para rasul, semenjak Nabi Adam AS, dipandang telah sempurna diturunkan di tangan Nabi Muhammad SAW. Bahkan Nabi saw. Pernah mengatakan kalaulah Musa sekarang masih hidup pasti ia akan mengikutiku, begitu juga Isa a.s. ia akan turun dengan menetapkan syari’at Islam dan memperbaharuinya, karena Islam adalah syari’at terakhir.

Tak ada lagi nabi sesudah Muhammad, dan tidak ada rasul. Baik nabi yang akan dinamai "pengiring" Muhammad, atau nabi yang membawa syariat baru.
Namun demikian, hak telah nampak dan jelas tetapi karena kedengkian dan kebencian telah meraksuki terutama orang-orang Yahudi dan Nashrani maka mereka berupaya untuk merusak Islam baik dari luar maupun dari dalam. Oleh karena itu, Rasul pun telah mewanti-wanti kepada umatnya dan terakhir pada haji wada’ diakhir amanahnya yang panjang beliau mengatakan :

أيها الناس قد تركت فيكم ما إذا اعتصمتم به لن تضلوا كتاب الله أيها الناس أي يوم هذا قالوا يوم حرام قال أي شهر هذا قالوا شهر حرام قال أي بلد هذا قالوا بلد حرام قال فإن الله عز وجل قد حرم دمائكم وأموالكم وأعراضكم كحرمة هذا اليوم وهذا الشهر ألا لا نبي بعدي ولا أمة بعدكم ألا فليبلغ شاهدكم غائبكم ثم رفع يديه قال اللهم أشهد أني قد بلغت ثلاث مرار

Masalah nabi palsu bukanlah barang yang baru bagi umat Islam. Bahkan sejak zaman Nabi saw. pun telah muncul seorang yang mendakwa sebagai nabi yaitu Musailamah al-Kadzaab.
Berkali-kali telah dicoba orang juga mendakwakan dirinya Nabi pula, ada yang sengaja hendak menandingi Muhammad, dan ada pula yang mengatakan syariat Muhammad telah putus, sebab nabi baru telah datang membawa syariat baru. Dan ada pula yang mengatakan bahwa dia, atau guru ikutannya, adalah nabi pula sesudah Muhammad. Tetapi bukan membawa syariat baru. Kedatangannya hanyalah hendak menyempurnakan syariat Muhammad saja.

Di antara pendakwa nabi palsu ini adalah di antaranya Mirza Gulam Ahmad dengan gerakan Ahmadiyah yang berpusat di Inggris. Keberadaan Ahmadiyah di Indonesia mendapat pembelaan dari orang-orang yang atas nama HAM, namun pada intinya mereka bersekongkol untuk menyesatkan dan merusak Islam dari dalam.
Kemunculan orang-orang yang akan menyesatkan umat Islam merupakan salah satu perkara yang dikhawatirkan oleh Rasulullah saw.


وَإِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ وَإِذَا وُضِعَ السَّيْفُ فِي أُمَّتِي لَمْ يُرْفَعْ عَنْهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ وَحَتَّى تَعْبُدَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي الْأَوْثَانَ وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي كَذَّابُونَ ثَلَاثُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَلَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ قَالَ ابْنُ عِيسَى ظَاهِرِينَ ثُمَّ اتَّفَقَا لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ

Mereka adalah hamba-hamba uang dan kekuasaan, Rasul menyebut mereka orang-orang yang bentuknya manusia tetapi hatinya Setan. Pertentangan antara hak dan bathil merupakan -meminjam istilah Yusuf Qardhawy- sunnah tadaafu’, di mana ada hak di situ kebathilan siap menerjang. Mana yang lebih muncul kepermukaan itu tergantung para pembela masing-masing.

Kita sebagai orang yang mendakwa sebagai ahli hak, pembela agama Allah tentunya tidak bisa tinggal diam dalam menyikapi maraknya aliran-aliran sesat terutama di Indonesia. Bagi pemuda Islam, bersiapkanlah kekuatan untuk menghadapi. Bekalilah diri anda dengan iman, ilmu dan amal. Janganlah tergiur oleh tawaran-tawaran fasilitas, gelar maupun kekuasaan. Semuanya itu tidak ada nilainya di hadapan Allah SWT.

  1. Lihat Lisan al-Arab Juz 12 hal 163, Mufrodat al-Qur’an Juz 1 hal 393, al-Qamus al-Muhith juz 1 hal 1420, kamus Al-‘Ashry hal. 823.
  2. Muqoddimah Ibnu Shalah Juz 1 hal 31, Muqaddimah fi ushul al-hadis hal 66.
  3. Tahzib al-kamal Juz 8 hal 513.
  4. Ibid., Juz 14 hal 471.
  5. Ibid., Juz 3 hal 56.
  6. Ibid., Juz 23 hal 523.
  7. Lihat cd mausu’ah tentang hadis di atas.
  8. Lihat penjelasannya dalam kitab Mufrodat al-Qur’an Juz 1 hal 393.
  9. Al-Muwatha Juz 2 hal 956.
  10. Ibid., hal 957.
  11. Shahih Bukhori Juz 4 hal 1602.
  12. Sunan Tirmidzi Juz 5 hal 619, 640, Musnad Ahmad Juz 1 hal 177, al-Mustadrak Juz 3 hal 92.
  13. Shahih Muslim Juz 3 hal 1471, no. 3429, Sunan Ibnu Majah Juz 2 hal 958, Musnad Ahmad Juz 2 hal 297, Ibnu Hibban Juz 10 hal 418.
  14. Sunan Tirmidzi Juz 4 hal 499, Haliyatul Auliya Juz 2 hal 289.
  15. Sunan Tirmidzi Juz 4 hal 533.
  16. Aunul Ma’bud Juz 11 hal 305.
  17. Musnad ‘Abd ibn Humaid Juz 1hal 270.
  18. Usud al-Ghabah Juz 1 hal 235, al-Kamil fi al-tarikh Juz 1 hal 350.
  19. Untuk menelusuri sejauh mana kesesatan Ahmadiyah lihat Buku M. Amin Jamaluddin, Ahmadiyah menodai Islam : Kumpulan Fakta dan Data, Buku Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Faham Sesat di Indonesia.
  20. Tirmidzi 2155, Abu Dawud no. 3710.

Pemahaman Hadis

PEMAHAMAN HADIS
Oleh : Deni Solehudin

Penduduk Indonesia yang mayoritas muslim terbesar di dunia tidak akan mungkin terlepas dari kajian hadis yang bersumber dari Rasulullah saw. Dengan demikian pengembangan studi hadis konteks ke-Indonesiaan merupakan suatu keniscayaan.

Dalam pembicaraan ini, penulis akan memulai dengan dua sorotan utama yaitu : Pertama, Muhammad saw. sebagai manusia biasa (orang Arab) dan sebagai Utusan Allah (Rasulullah); Kedua, kajian tektual dan kontektual suatu hadis.

Kajian pertama berangkat dari teks ayat al-Qur’an yang artinya kurang lebih sebagai berikut : “Aku adalah manusia seperti kamu tetapi aku mendapat wahyu”.
Kemungkinan pemahaman beragam terhadap ayat di atas di antaranya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

  1. Antara basyariah nabi Muhammad dengan kerasulannya tidak dapat dipisahkan. Tentunya kelompok ini berangkat dari berbagai dalil yang mendasari atas pemahamannya.
  2. Harus dipilih dan dipilah apakah Muhammad bertindak dan berucap sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, atau apakah bertindak sebagai Rasulullah saw. yang kita tidak dibenarkan untuk menyalahinya.
Bagi kelompok pertama mereka akan melakukan taken for grounted atas apa yang diyakini bersumber dari Rasulullah saw. Dalam perkembangan selanjutnya kelompok ini cenderung bersikap tekstual. Di Indonesia kelompok ini diwakili oleh pengikut Jama’ah Tablig dan sebagian kelompok salafi. Sebagai contoh kasus dalam hal pakaian, dengan alasan mengikuti sunnah Rasul, mereka memakai pakaian sebagaimana orang Arab.

Kelompok kedua, mereka berusaha untuk memilih dan memilah apakah perkataan yang disampaikan oleh Muhammad saw. itu perkataan yang terkait dengan tugas risalahnya atau hanya perkataan atau perbuatan yang biasa dilakukan oleh manusia biasa, Muhammad sebagai orang Arab yang biasa pergi ke pasar, pernah lupa dan berpakaian sebagaimana layaknya pakaian budaya Arab. Oleh sebab itu dalam prakteknya untuk hal ini perlu kajian yang dalam terhadap pemahaman hadis. Alasan yang dikemukakan oleh kelompok ini di antaranya adalah perkataan Rasul sendiri yang menyatakan bahwa “apabila urusan itu adalah urusan agama maka akulah bagiannya, tetapi apabila urusan itu adalah urusan duniamu maka kamu lebih mengetahui urusan duniamu itu”.

Pernyataan di atas jelas bahwa kadang-kadang Muhammad bertindak sebagai rasulullah dan kadang-kadang bertindak sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Dalam statusnya sebagai manusia biasa Muhammad berhak untuk berijtihad sesuai dengan jalan logikanya. Keadaan seperti ini juga dipahami oleh para sahabat beliau. Sebagai contoh peristiwa penempatan posisi pasukan pada waktu perang Badar. Sahabat Salman Al Farisy bertanya apakah itu wahyu atau ijtihad Muhammad saw. Kalau wahyu walaupun bertentangan dengan ijtihadnya ia akan tetap mentaatinya, tetapi kalau ijtihad Muhammad semata maka ia berani mengusulkan ijtihadnya sendiri yang ternyata disetujui oleh Rasulullah saw.

Pembahasan selanjutnya, apabila sudah dipahami bahwa hadis itu berasal dari Muhammad Rasulullah saw. timbullah pertanyaan : Apakah penerapannya apa adanya (tekstual) atau perlu dikaitkan dengan situasi atau kondisi ketika Rasul mengatakannya yang kemudian dihubungkan dengan kondisi sekarang dalam hal ini konteks ke-Indonesiaan.

Dalam hal ini, penulis berpendapat bahwa tidak dapat disangkal bahwa hadis-hadis yang berdimensi aqidah maka keberlakuannya mutlak, tidak ada kontek-kontekan. Seperti hadis tentang niat, tentang ikhlas, praktek shalat dan sebagainya. Tetapi bagi hadis-hadis yang berdimensi muamalah, budaya dan kemasyarakatan maka kita perlu memperhatikan aspek-aspek tertentu yaitu di antaranya sosiologi, antropologi, dan sejarah. Studi ini sangat diperlukan dalam melakukan pendekatan pengkajian makna hadis, disamping penelusuran terhadap sababul wurud hadis tersebut. Sebagai contoh ada suatu hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. tidak menyukai warna merah dan menyukai warna putih. Hal ini perlu ditelusuri dari aspek sosial budaya, situasi alam dan cuaca di sana, setatus sosial dan ekonomi masyarakat pada waktu itu.

Di samping itu, secara konsep makro penulis setuju dengan konsep integralitas dan koneksitas. Sebelum melakukan konteks materil perlu juga konteks immateril. Konteks materil yang dimaksud misalnya dalam hadis perintah untuk membasuh bijana yang dijilat oleh anjing dengan 7 kali basuhan dan salah satunya dicampur dengan tanah. Bagi aliran kontekstual mereka langsung mengganti tanah dengan sabun. Tetapi menurut penulis, perlu dikaji dulu secara immateril, yaitu mengapa harus dengan tanah. Ada apa dengan jilatan anjing terhadap bijana yang ada airnya dan ada apa dengan tanah. Dengan demikian kajian hadis di atas bisa berdimensi ilmu pengetahuan.

Dengan pendekatan-pendekatan seperti di atas, penulis yakin bahwa pengembangan studi hadis di Indonesia akan hidup dan menghidupkan. Hadis tidak akan berperan sebagai teks yang mati tetapi menjadi sumber yang hidup bahkan memberikan penghidupan.

Penghapalan hadis menurut penulis merupakan suatu hal yang kurang produktif, tetapi hadis harus diposisikan sebagai sumber pemahaman dan sumber ilmu pengetahuan.
Demikianlah repleksi yang dapat penulis sampaikan. Mohon maaf atas segala kekurangannya. Allahu a’lamu bishawab.

Pembelajaran Berbasis Multimedia


Pendahuluan

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Ada dua buah konsep kependidikan yang berkaitan dengan lainnya, yaitu belajar (learning) dan pembelajaran (instruction). Konsep belajar berakar pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran berakar pada pihak pendidik.

Dalam proses belajar mengajar (PBM) akan terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik.
Peserta didik adalah seseorang atau sekelompok orang sebagai pencari, penerima pelajaran yang dibutuhkannya, sedang pendidik adalah seseorang atau sekelompok orang yang berprofesi sebagai pengolah kegiatan belajar mengajar dan seperangkat peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.

Kegiatan belajar mengajar melibatkan beberapa komponen, yaitu peserta didik, guru (pendidik), tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar, media dan evaluasi. Tujuan pembelajaran adalah perubahan prilaku dan tingkah laku yang positif dari peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, seperti : perubahan yang secara psikologis akan tampil dalam tingkah laku (over behaviour) yang dapat diamati melalui alat indera oleh orang lain baik tutur katanya, motorik maupun gaya hidupnya.

Tujuan pembelajaran yang diinginkan tentu yang optimal, untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pendidik, salah satu diantaranya adalah media pembelajaran.


Multimedia dalam pembelajaran

Nasution (1987) menguraikan bahwa perkembangan media komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat akhir-akhir ini. Hal ini diawali dari penemuan alat cetak oleh Guntenberg pada abad ke lima belas tentang buku yang ditulis yang melahirkan buku-buku cetakan. Penemuan fotografi mempercepat cara illustrasi. Lahirnya gambar hidup memungkinkan kita melihat dalam “slow motion“ apa yang dahulu tak pernah dapat kita amati dengan teliti.

Rekaman memungkinkan kita mengulangi lagu-lagu yang dibawakan oleh orkes-orkes terkenal. Radio dan televisi menambah dimensi baru kepada media komunikasi . Video recorder memungkinkan kita merekam program TV yang dapat kita lihat kembali semua kita. Kemampuan membuat kertas secara masinal membawa revolusi dalam media komunikasi dengan penerbitan surat kabar dan majalah dalam jumlah jutaan rupiah tiap hari. Komputer membuka kesempatan yang tak terbatas untuk menyimpan data dan digunakan setiap waktu diperlukan para pendidik segera melihat manfaat kemajuan dalam media komunikasi itu bagi pendidikan. Buku sampai sekarang masih memegang peranan yang penting sekali dan mungkin akan masih demikian halnya dalam waktu yang lama. Namun ada yang optimis yang meramalkan bahwa dalam waktu dekat semua aspek kurikulum akan di-komputer-kan .Memang kemampuan komputer sungguh luar biasa .

Dalam sehelai nikel seluas 20 x 25 cm dapat disimpan isi perpustakaan yang terdiri atas 20.000 jilid. Namun ramalan bahwa seluruh kurikulum akan di-komputer-kan dalam waktu dekat rasanya masih terlampau optimis . Sewaktu gambar hidup ditemukan oleh Thomas Alva Edison pada tahun 1913 telah diramalkan bahwa buku-buku segera akan digantikan oleh gambar hidup dan seluruh pengajaran akan dilakukan tidak lagi melalui pendengaran akan tetapi melalui penglihatan. Namun tak dapat disangkal faedah berbagai media komunikasi bagi pendidikan.

Ada yang berpendapat bahwa banyak dari apa yang diketahui anak pada zaman modern ini diperolehnya melalui radio, film, apalagi melalui televisi, jadi melalui media massa. Cara-cara untuk menyampaikan sesuatu melalui TV misalnya yang disajikan dengan bantuan para ahli media massa jauh lebih bermutu dari pelajaran yang diberikan oleh guru dalam kelas.

Penggunaan alat media dalam pendidikan melalui dengan gerakan “audio-visual aids“ pada tahun 1920-an di Amerika Serikat. Sebagai “aids“ alat-alat itu dipandang sebagai pembantu guru dalam mengajar, sebagai ekstra atau tambahan yang dapat digunakan oleh guru bila dikehendakinya. Namun pada tahun 1960-an timbul pikiran baru tentang penggunaannya, yang dirintis oleh Skinner dengan penemuannya “ programmed instruction“ atau pengajaran berprograma. Dengan alat ini anak dapat belajar secara individual. Jadi alat ini bukan lagi sekedar alat bantuan tambahan akan tetapi sesuatu yang digunakan oleh anak dalam proses belajarnya. Belajar beprograma mempunyai pengaruh yang besar sekali pada perkembangan teknologi pebdidikan.

Di Amerika Serikat teknologi pendidikan dipandang sebagai media yang lahir dari revolusi media komunikasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan di samping, guru, buku, dan papan tulis. Di Inggris teknologi pendidikan dipandang sebagai pengembangan, penerapan, dan sistem evaluasi, teknik dan alat-alat pendidikan untuk memperbaiki proses belajar. Teknologi pendidikan adalah pendekatan yang sistematis terhadap pendidikan dan latihan, yakni sistematis dalam perumusan tujuan, analisis dan sintesis yang tajam tentang proses belajar mengajar. Teknologi pendidikan adalah pendekatan “problem solving“ tentang pendidikan. Namun kita masih sedikit tahu apa sebenarnya mendidik dan mengajar itu.

Teknologi pendidikan bukanlah terutama mengenai alat audio-visual, komputer, dan internet. Walaupun alat audio-visual telah jauh perkembangannya, dalam kenyataan alat-alat ini masih terlampau sedikit dimanfaatkaan. Pengajaran masih banyak dilakuakan secara lisan tanpa alat audio-visual, komputer, internet walaupun tersedia. Dapat dirasakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam menjalankan resource-based learning “atau belajar dengan menghadap anak-anak langsung dengan berbagai sumber, seperti buku dalam perpustakaan, alat audio-visual, komputer, internet dan sumber lainya. Kesulitan juga akan dihadapi dalam pengadminitrasiannya. Ciri-ciri belajar berdasarkan sumber, diantaranya :
  1. Belajar berdasarkan sumber (BBS ) memanfaatkan sepenuhnya segala sumber informasi sebagai sumber bagi pelajaran termasuk alat-alat audio visual dan memberikan kesempatan untuk merencanakan kegiatan belajar dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia . Ini tidak berarti bahwa pengajaran berbentuk ceramah ditiadakan. Ini berari bahwa dapat digunakan segala macam metode yang dianggap paling serasi untuk tujuan tertentu.
  2. BBS (belajar berdasarkan sumber) berusaha memberi pengertian kepada murid tentang luas dan aneka ragamnya sumber-sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk belajar. Sumber-sumber itu berupa sumber dari masyarakat dan lingkungan berupa manusia, museum, organisaisi, dan lain-lain bahan cetakan, perpustakaan, alat, audio-visual ,dan sebagainya. Mereka harus diajarkan teknik melakukan kerja-lapangan, menggunakan perpustakaan, buku referensi, komputer dan internet sehingga mereka lebih percaya akan diri sendiri dalam belajar .
Pada era sekarang ini muncul kebutuhan software yang dapat mempermudah dan merperindah tampiran presentasi dalam pengajaran. Kebutuhan ini dapat kita peroleh dari produk program Microsoft Power Point yang merupakan salah satu dari paket Microsoft office. Pogram ini menyediakan banyak fasilitas untuk membuat suatu presentasi.


1. Fungsi Media Pembelajaran

Media memiliki multi makna, baik dilihat secara terbatas maupun secara luas. Munculnya berbagai macam definisi disebabkan adanya perbedaan dalam sudut pandang, maksud, dan tujuannya. AECT (Association for Education and Communicatian Technology) dalam Harsoyo (2002) memaknai media sebagai segala bentuk yang dimanfaatkan dalam proses penyaluran informasi. NEA (National Education Association) memaknai media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, atau dibincangkan beserta instrumen yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Raharjo (1991) menyimpulkan beberapa pandangan tentang media, yaitu Gagne yang menempatkan media sebagai komponen sumber, mendefinisikan media sebagai “komponen sumber belajar di lingkungan peserta didik yang dapat merangsangnya untuk belajar.” Briggs berpendapat bahwa media harus didukung sesuatu untuk mengkomunikasikan materi (pesan kurikuler) supaya terjadi proses belajar, yang mendefinisikan media sebagai wahana fisik yang mengandung materi instruksional.

Wilbur Schramm mencermati pemanfaatan media sebagai suatu teknik untuk menyampaikan pesan, di mana ia mendefinisikan media sebagai teknologi pembawa informasi/pesan instruksional. Yusuf hadi Miarso memandang media secara luas/makro dalam sistem pendidikan sehingga mendefinisikan media adalah segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya proses belajar pada diri peserta didik.

Harsoyo (2002) menyatakan bahwa banyak orang membedakan pengertian media dan alat peraga. Namun tidak sedikit yang menggunakan kedua istilah itu secara bergantian untuk menunjuk alat atau benda yang sama (interchangeable). Perbedaan media dengan alat peraga terletak pada fungsinya dan bukan pada substansinya. Suatu sumber belajar disebut alat peraga bila hanya berfungsi sebagai alat bantu pembelajaran saja; dan sumber belajar disebut media bila merupakan bagian integral dari seluruh proses atau kegiatan pembelajaran dan ada semacam pembagian tanggungjawab antara guru di satu sisi dan sumber lain (media) di sisi lain. Pembahasan pada pelatihan ini istilah media dan alat peraga digunakan untuk menyebut sumber atau hal atau benda yang sama dan tidak dibedakan secara substansial.

Rahardjo (1991) menyatakan bahwa media dalam arti yang terbatas, yaitu sebagai alat bantu pembelajaran. Hal ini berarti media sebagai alat bantu yang digunakan guru untuk:
  1. Memotivasi belajar peserta didik
  2. Memperjelas informasi/pesan pengajaran
  3. Memberi tekanan pada bagian-bagian yang penting
  4. Memberi variasi pengajaran
  5. Memperjelas struktur pengajaran.
Di sini media memiliki fungsi yang jelas yaitu memperjelas, memudahkan dan membuat menarik pesan kurikulum yang akan disampaikan oleh guru kepada peserta didik sehingga dapat memotivasi belajarnya dan mengefisienkan proses belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan mudah bila dibantu dengan sarana visual, di mana 11% dari yang dipelajari terjadi lewat indera pendengaran, sedangkan 83% lewat indera penglihatan. Di samping itu dikemukakan bahwa kita hanya dapat mengingat 20% dari apa yang kita dengar, namun dapat mengingat 50% dari apa yang dilihat dan didengar.2. Kemampuan media sebagai alat bantu kegiatan pembelajaran.

Rahardjo (1991) menguraikan dengan berangkat dari teori belajar diketahui bahwa hakekat belajar adalah interaksi antara peserta didik yang belajar dengan sumber-sumber belajar di sekitarnya yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku belajar dari tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa, tidak jelas menjadi jelas, dsb. Sumber belajar tersebut dapat berupa pesan, bahan, alat, orang, teknik dan lingkungan. Proses belajar tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti sikap, pandangan hidup, perasaan senang dan tidak senang, kebiasaan dan pengalaman pada diri peserta didik. Bila peserta didik apatis, tidak senang, atau menganggap buang waktu maka sulit untuk mengalami proses belajar. Faktor eksternal merupakan rangsangan dari luar diri peserta didik melalui indera yang dimilikinya, terutama pendengaran dan penglihatan. Media pembelajaran sebagai faktor eksternal dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi belajar karena mempunyai potensi atau kemampuan untuk merangsang terjadinya proses belajar. Contohnya :
  • Menghadirkan obyek langka: koleksi mata uang kuno,
  • Konsep yang abstrak menjadi konkrit: pasar, bursa,
  • Mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah dan jarak: siaran radio atau televisi pendidikan,
  • Menyajikan ulangan informasi secara benar dan taat asas tanpa pernah jemu: buku teks, modul, program video atau film pendidikan,.
  • Memberikan suasana belajar yang santai, menarik, dan mengurangi formalitas.
Edgar Dale dalam Rahardjo (1991) menggambarkan pentingya visualisasi dan verbalistis dalam pengalaman belajar yang disebut “Kerucut pengalaman Edgar Dale” dikemukakan bahwa ada suatu kontinuum dari konkrit ke abstrak antara pengalaman langsung, visual dan verbal dalam menanamkan suatu konsep atau pengertian. Semakin konkrit pengalaman yang diberikan akan lebih menjamin terjadinya proses belajar. Namun, agar terjadi efisiensi belajar maka diusahakan agar pengalaman belajar yang diberikan semakin abstrak (“go as low on the scale as you need to ensure learning, but go as high as you can for the most efficient learning”).

Raharjo (1991 menyatakan bahwa visualisasi mempermudah orang untuk memahami suatu pengertian. Sebuah pemeo mengatakan bahwa sebuah gambar “berbicara“ seribu kali dari yang dibicarakan melalui kata-kata (a picture is worth a thousand words). Hal ini tidaklah berlebihan karena sebuah durian “monthong” atau gambarnya akan lebih menjelaskan barangnya (atau pengertiannya) daripada definisi atau penjelasan dengan seribu kata kepada orang yang belum pernah mengenalnya. Salah satu dari sarana visual yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan belajar mengajar tersebut adalah OHT atau “overhead transparency.“ Sarana visual seperti OHT ini bila digarap dengan baik dan benar. Di samping dapat mempermudah pemahaman konsep dan daya serap belajar siswa, juga membantu pengajar untuk menyajikan materi secara terarah, bersistem dan menarik sehingga tujuan belajar dapat tercapai. Inilah manfaat yang harus dioptimalkan dalam pembuatan rancangan media seperti OHT ini.


2. Jenis-jenis media.

Media cukup banyak macamnya, Raharjo (1991) menyatakan bahwa ada media yang hanya dapat dimanfaatkan bila ada alat untuk menampilkanya. Ada pula yang penggunaannya tergantung pada hadirnya seorang guru, tutor atau pembimbing (teacher independent). Media yang tidak harus tergantung pada hadirnya guru lazim tersebut media instruksional dan bersifat “self Contained”, maknanya: informasi belajar, contoh, tugas dan latihan serta umpanbalik yang diperlakukan telah diprogramkan secara terintegrasi.

Dari berbagai ragam dan bentuk dari media pengajaran, pengelompokan atas media dan sumber belajar ekonomi dapat juga ditinjau dari jenisnya, yaitu dibedakan menjadi media audio, media visual, media audio-visual, dan media serba neka.

a. Media Audio : radio, piringan hitam, pita audio, tape recorder, dan telepon
b. Media Visual :

  1. Media visual diam : foto, buku, ansiklopedia, majalah, surat kabar, buku referensi dan barang hasil cetakan lain, gambar, ilustrasi, kliping, film bingkai/slide, film rangkai (film stip) , transparansi, mikrofis, overhead proyektor, grafik, bagan, diagram, sketsa, poster, gambar kartun, peta, dan globe.
  2. Media visual gerak : film bisu
  3. Media Audio-visual
  • Media audiovisual diam : televisi diam, slide dan suara, film rangkai dan suara , buku dan suara.
  • Media audiovisual gerak : video, CD, film rangkai dan suara, televisi, gambar dan suara.
  • Media Serba aneka :
  1. Papan dan display : papan tulis, papan pamer/pengumuman/majalah dinding, papan magnetic, white board, mesin pangganda.
  2. Media tiga dimensi : realia, sampel, artifact, model, diorama, display.
  3. Media teknik dramatisasi : drama, pantomim, bermain peran, demonstrasi, pawai/karnaval, pedalangan/panggung boneka, simulasi.
  4. Pembelajaran dengan perangkat komputer (E-learning dan I-Learning) E-learning disampaikan dengan memanfaatkan perangkat komputer. Pada umumnya perangkat dilengkapi perangkat multimedia, dengan cd drive dan koneksi Internet ataupun Intranet lokal. Dengan memiliki komputer yang terkoneksi dengan intranet ataupun Internet, pembelajar dapat berpartisipasi dalam e-learning. Jumlah pembelajar yang bisa ikut berpartisipasi tidak dibatasi dengan kapasitas kelas. Materi pelajaran dapat diketengahkan dengan kualitas yang lebih standar dibandingkan kelas konvensional yang tergantung pada kondisi dari pengajar.

3. Software Bahan Ajar

Teknologi selalu mencakup hardware dan software. Hardware akan berguna apabila tersedia software di dalamnya, demikian pula sebaliknya software baru akan dapat bermanfaat apabila ada hardware yang menjalankannya. Software dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu software operating sistem (OS), software aplikasi, dan software data atau konten. OS adalah software yang berfungsi sebagai sistem operasi, seperti DOS, Windows, Linux, dan Unix. Aplikasi adalah software yang digunakan untuk membangun atau menjalankan proses sesuai dengan perintah-perintah pemrograman, misalnya office, LMS, CMS, dll. Sedangkan data atau bahan ajar termasuk ke dalam kelompok software konten, misalnya bahan ajar baik berupa teks, audio, gambar, video, animasi, dll.

Dalam pengertian yang paling sederhana, suatu proses belajar akan terjadi apabila tersedia sekurang-kurangnya dua unsur, yakni orang yang belajar dan sumber belajar. Sumber belajar mencakup orang (nara sumber), alat (hardware), bahan (software), lingkungan (latar, setting), dll. Bahan ajar adalah salah satu jenis dari sumber belajar.

Bahan belajar merupakan elemen penting dalam elearning. Tidak ada elearning tanpa ketersediaan bahan belajar. Untuk itu, maka kemampuan seorang guru dalam mengembangkan bahan belajar berbasis web menjadi sangat penting.


4. Jenis Bahan Ajar

Bahan ajar adalah segala bentuk konten baik teks, audio, foto, video, animasi, dll yang dapat digunakan untuk belajar. Ditinjau dari subjeknya, bahan ajar dapat dikatogorikan menjadi dua jenis, yakni bahan ajar yang sengaja dirancang untuk belajar dan bahan yang tidak dirancang namun dapat dimanfaatkan untuk belajar. Banyak bahan yang tidak dirancang untuk belajar, namun dapat digunakan untuk belajar, misalnya kliping koran, film, sinetron, iklan, berita, dll.

Karena sifatnya yang tidak dirancang, maka pemanfaatan bahan ajar seperti ini perlu diseleksi sesuai dengan tujuan pembelajaran. Bahan belajar yang dirancang adalah bahan yang dengan sengaja disiapkan untuk keperluan belajar. Ditinjau dari sisi fungsinya, bahan ajar yang dirancang dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu bahan presentasi, bahan referensi, dan bahan belajar mandiri. Sedangkan ditinjau dari media, bahan ajar dapat kelompokkan menjadi bahan ajar cetak, audio, video, televisi, multimedia, dan web.

Sekurang-kurangnya ada empat ciri bahan ajar yang sengaja dirancang, yakni adanya tujuan yang jelas, ada sajian materi, ada petunjuk belajar, dan ada evaluasi keberhasilan belajar.


5. Unsur-unsur bahan ajar

Bahan ajar setidak tidaknya harus memiliki enam unsur, yaitu mencakup tujuan, sasaran, uraian materi, sistematika sajian, petunjuk belajar, dan evaluasi. Sebuah bahan ajar harus mempunyai tujuan. Tujuan harus dirumuskan secara jelas dan terukur mencakup kriteria ABCD (audience, behavior, criterion, dan degree). Sasaran perlu dirumuskan secara spesifik, untuk siapa bahan relajar itu ditujukan. Sasaran bukan sekedar mengandung pernyataan subjek orang, Namur juga harus mencakup kemampuan apa yang menjadi prasyarat yang harus sudah mereka kuasai agar dapat memahami bahan ajar ini.


Plus Minus Penggunaan Multimedia / E-Learning

A. Manfaat E-Learning Dalam Pembelajaran

E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan bahan/materi pelajaran. Demikian juga interaksi antara peserta didik dengan dosen/guru/instruktur maupun antara sesama peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi informasi atau pendapat mengenai berbagai hal yang menyangkut pelajaran ataupun kebutuhan pengembangan diri peserta didik.

Guru atau instruktur dapat menempatkan bahan-bahan belajar dan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik di tempat tertentu di dalam web untuk diakses oleh para peserta didik. Sesuai dengan kebutuhan, guru/instruktur dapat pula memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengakses bahan belajar tertentu maupun soal-soal ujian yang hanya dapat diakses oleh peserta didik sekali saja dan dalam rentangan waktu tertentu pula (Website Kudos, 2002).

Secara lebih rinci, manfaat e-Learning dapat dilihat dari 2 sudut, yaitu dari sudut peserta didik dan guru:

Dari Sudut Peserta Didik

Dengan kegiatan e-Learning dimungkinkan berkembangnya fleksibilitas belajar yang tinggi. Artinya, peserta didik dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang. Peserta didik juga dapat berkomunikasi dengan instruktur setiap saat. Dengan kondisi yang demikian ini, peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran.

Manakala fasilitas infrastruktur tidak hanya tersedia di daerah perkotaan tetapi telah menjangkau daerah kecamatan dan pedesaan, maka kegiatan e-Learning akan memberikan manfaat (Brown, 2000) kepada peserta didik yang (1) belajar di sekolah-sekolah kecil di daerah-daerah miskin untuk mengikuti mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diberikan oleh sekolahnya, (2) mengikuti program pendidikan keluarga di rumah (home schoolers) untuk mempelajarii materi pembelajaran yang tidak dapat diajarkan oleh para orangtuanya, seperti bahasa asing dan keterampilan di bidang komputer, (3) merasa phobia dengan sekolah, atau peserta didik yang dirawat di rumah sakit maupun di rumah, yang putus sekolah tetapi berminat melanjutkan pendidikannya, yang dikeluarkan oleh sekolah, maupun peserta didik yang berada di berbagai daerah atau bahkan yang berada di luar negeri, dan (4) tidak tertampung di sekolah konvensional untuk mendapatkan pendidikan.


Dari Sudut Instruktur

Dengan adanya kegiatan e-Learning (Soekartawi, 2002a,b), beberapa manfaat yang diperoleh instruktur antara lain adalah bahwa instruktur dapat:
  1. Llebih mudah melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung-jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang terjadi,
  2. Mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna peningkatan wawasannya karena waktu luang yang dimiliki relatif lebih banyak,
  3. Mengontrol kegiatan belajar peserta didik. Bahkan instruktur juga dapat mengetahui kapan peserta didiknya belajar, topik apa yang dipelajari, berapa lama sesuatu topik dipelajari, serta berapa kali topik tertentu dipelajari ulang,
  4. Mengecek apakah peserta didik telah mengerjakan soal-soal latihan setelah mempelajari topik tertentu, dan
  5. Memeriksa jawaban peserta didik dan memberitahukan hasilnya kepada peserta didik.Sedangkan manfaat pembelajaran elektronik menurut A. W. Bates (Bates, 1995) dan K. Wulf (Wulf, 1996) terdiri atas 4 hal, yaitu:
Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity). Apabila dirancang secara cermat, pembelajaran elektronik dapat meningkatkan kadar interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik dengan guru/instruktur, antara sesama peserta didik, maupun antara peserta didik dengan bahan belajar (enhance interactivity). Berbeda halnya dengan pembelajaran yang bersifat konvensional. Tidak semua peserta didik dalam kegiatan pembelajaran konvensional dapat, berani atau mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan pendapatnya di dalam diskusi.

Mengapa?
Karena pada pembelajaran yang bersifat konvensional, kesempatan yang ada atau yang disediakan dosen/guru/instruktur untuk berdiskusi atau bertanya jawab sangat terbatas. Biasanya kesempatan yang terbatas ini juga cenderung didominasi oleh beberapa peserta didik yang cepat tanggap dan berani. Keadaan yang demikian ini tidak akan terjadi pada pembelajaran elektronik. Peserta didik yang malu maupun yang ragu-ragu atau kurang berani mempunyai peluang yang luas untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pernyataan/pendapat tanpa merasa diawasi atau mendapat tekanan dari teman sekelas (Loftus, 2001).
Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility).

Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan tersedia untuk diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta didik dapat melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan dari mana saja (Dowling, 2002). Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran, dapat diserahkan kepada instruktur begitu selesai dikerjakan. Tidak perlu menunggu sampai ada janji untuk bertemu dengan guru/instruktur.
Peserta didik tidak terikat ketat dengan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan pembelajaran sebagaimana halnya pada pendidikan konvensional.

Dalam kaitan ini, Universitas Terbuka Inggris telah memanfaatkan internet sebagai metode/media penyajian materi. Sedangkan di Universitas Terbuka Indonesia (UT), penggunaan internet untuk kegiatan pembelajaran telah dikembangkan. Pada tahap awal, penggunaan internet di UT masih terbatas untuk kegiatan tutorial saja atau yang disebut sebagai “tutorial elektronik” (Anggoro, 2001).

Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a global audience). Dengan fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik yang dapat dijangkau melalui kegiatan pembelajaran elektronik semakin lebih banyak atau meluas. Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi hambatan. Siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, seseorang dapat belajar. Interaksi dengan sumber belajar dilakukan melalui internet. Kesempatan belajar benar-benar terbuka lebar bagi siapa saja yang membutuhkan.

Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities). Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat lunak yang terus berkembang turut membantu mempermudah pengembangan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan penyempurnaan atau pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan tuntutan perkembangan materi keilmuannya dapat dilakukan secara periodik dan mudah. Di samping itu, penyempurnaan metode penyajian materi pembelajaran dapat pula dilakukan, baik yang didasarkan atas umpan balik dari peserta didik maupun atas hasil penilaian instruktur selaku penanggung-jawab atau pembina materi pembelajaran itu sendiri.

Dengan adanya e-learning para guru/dosen/instruktur akan lebih mudah :
  1. Melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang mutakhir
  2. Mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna meningkatkan wawasannya
  3. Mengontrol kegiatan belajar peserta didik.
Untuk itu para guru dapat membuat pola pembelajaran melalui konsep E-Learning sebagai tambahan materi di luar konsep pembelajaran yang konvensional melalui tatap muka di kelas. Lalu bagaimanakah cara membuat situs E-Learning ? E-Learning dapat dibuat dengan berbagai macam program seperti Microsoft Power Point atau program lainnya. Dan dapat pula dibuat dengan menggunakan Web Blog seperti blogger.com, multiply.com atau wordpress.com dan lain-lainnya.

Dengan memiliki Web/ Blog para guru dapat menyajikan program materi pengajaran melalui Web Blog, selain memiliki Web Blog secara pribadi, guru dapat memberikan tugas kepada siswa melalui Web Blognya sehingga siswa dapat mendownload materi ataupun tugas yang diberikan oleh gurunya dan dapat dikerjakan oleh siswa yang hasilnya dikirimkan melalui e-mail gurunya masing-masing atau dicetak dan dikumpulkan di kelas.Dengan menggunakan layanan yang ada di internet maka telah dilaksanakan konsep E-Learning pada dunia pendidikan. Untuk itu sudah saatnya para guru atau praktisi dunia pendidikan untuk dapat memiliki Web Blog dan E-Mail sebagai sarana komunikasi antara guru dengan peserta didik. Semoga dengan melalui E-Learning, mutu pendidikan di sekolah dapat ditingkatkan sehingga pendidikan dapat merata dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.


B. Urgensi penggunaan dan pengembangan teknologi informasi dalam pendidikan

Kehadiran teknologi informasi merupakan faktor utama tersedianya pelayanan yang cepat, akurat, terartur, akuntabel dan terpecaya di dalam berbagi aspek kehidupan pada era sekarang ini, diantaranya ialah institusi pendidikan, guna menggembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan maka digunakanlah teknologi informasi atau yang lebih dikenal dengan e-learning. Dalam tulisan ini akan dikemukakan hasil analisis SWOT dalam e-learning dan urgensi e-learning dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan serta berbagai peran dan fungsi teknologi informasi sebagai solusi permasalahan pendidikan konvensional .


1. Latar Belakang

E-learning sebagai model pembelajaran baru dalam pendidikan memberikan peran dan fungsi yang besar bagi dunia pendidikan yang selama ini dibebankan dengan banyaknya kekurangan dan kelemahan pendidikan konvensional (pendidikan pada umumnya) diantaranya adalah keterbatasan ruang dan waktu dalam proses pendidikan konvensional.

Teknologi informasi yang mempunyai standar platform internet yang bisa menjadi solusi permasalahan tersebut karena sifat dari internet itu sendiri yaitu memungkinkan segala sesuatu saling terhubung belum lagi karakter internet yang murah, sederhana dan terbuka mengakibatkan internet bisa digunakan oleh siapa saja (everyone), dimana saja (everywhere), kapan saja (everytime) dan bebas digunakan (available to every one). Pengembangan pendidikan menuju e-learning merupakan suatu keharusan agar standar mutu pendidikan dapat ditingkatkan, karena e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang berlandaskan tiga kriteria yaitu:
  1. E-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi,
  2. Pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar,
  3. Memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional (Rosenberg 2001; 28), dengan demikian urgensi teknologi informasi dapat dioptimalkan untuk pendidikan.


2. Analisis SWOT Terhadap E-Learning

Untuk menyatakan peran dan fungsi teknologi informasi pada pendidikan (elearning) maka perlu dianalisis dengan metode SWOT (strength, weakness, opportunity, and threat). Adapun tahap analisis SWOT menurut Rangkuti (1977) adalah :

a. Identifikasi faktor-faktor eksternal dan internal
b. Memberi nilai peubah dengan pembobotan serta rating dari 1 sampai 5. Bobot
dikalikan rating dari setiap faktor untuk mendapatkan skor untuk faktor-faktor
tersebut.

Sesuai dengan pola empat sel kuadran metode SWOT berikut ini akan dijelaskan posisi institusi pendidikan dalam perpaduan antara kondisi internal dan eksternal untuk menyatakan peran dan fungsi teknologi informasi.

  • Sel satu adalah situasi yang paling menguntungkan, institusi pendidikan menghadapi beberapa lingkungan dan mempunyai kekuatan yang mendorong dalam pemanfaatan peluang yang ada.
  • Sel dua adalah situasi dimana institusi pendidikan dengan kekuatan internal menghadapi suatu lingkungan yang tidak menguntungkan.
  • Sel tiga adalah institusi pendidikan menghadapi lingkungan yang sangat menguntungkan tetapi tidak memiliki kemampuan untuk menangkap peluang.
  • Sel empat adalah situasi perusahaan yang paling tidak menguntungkan. Institusi pendidikan menghadapi ancaman lingkungan yang utama dari suatu posisi yang relatif lemah.
Berikut untuk memperjelas posisi institusi pendidikan serta peran dan fungsi teknologi informasi maka akan dipetakan posisi institusi pendidikan berupa matrik SWOT yaitu akan dilihat gabungan antara pemanfaatan kekuatan untuk menangkap peluang, mengatasi kelemahan dengan mengambil kesempaatan, menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman, meminimalkan kelemahan dan menghindarkan ancaman.:

Disinilah peran dan fungsi teknologi informasi untuk menghilangkan berkembangnya sel dua, tiga dan empat berkembang di banyak institusi pendidikan yaitu dengan cara:

  1. Meminimalisir kelemahan internal dengan mengadakan perkenalan teknologi informasi global dengan alat teknologi informasi itu sendiri (radio, televisi, computer)
  2. Mengembangkan teknologi informasi menjangkau seluruh daerah dengan teknologi informasi itu sendiri (Wireless Network connection, LAN )
  3. Pengembangan warga institusi pendidikan menjadi masyarakat berbasis teknologi informasi agar dapat berdampingan dengan teknologi informasi melalui alat-alat teknologi informasi.
Peran dan fungsi teknologi informasi dalam konteks yang lebih luas, yaitu dalam manajemen dunia pendidikan, berdasar studi tentang tujuan pemanfaatan TI di dunia pendidikan terkemuka di Amerika, Alavi dan Gallupe (2003) menemukan beberapa tujuan pemanfaatan TI, yaitu :
  1. Memperbaiki competitive positioning;
  2. Meningkatkan brand image;
  3. Meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran;
  4. Meningkatkan kepuasan siswa;
  5. Meningkatkan pendapatan;
  6. Memperluas basis siswa;
  7. Meningkatkan kualitas pelayanan;
  8. Mengurangi biaya operasi; dan
  9. Mengembangkan produk dan layanan baru. Karenanya, tidak mengherankan jika saat ini banyak institusi pendidikan di Indonesia yang berlombalomba berinvestasi dalam bidang TI untuk memenangkan persaingan yang semakin ketat. Maka dari itu untuk memenangkan pendidikan yang bermutu maka disolusikan untuk memposisikan institusi pendidikan pada sel satu yaitu lingkungan peluang yang menguntungkan dan kekuatan internal yang kuat.
Internet mempunyai berbagai kelebihan dibanding alat elektronik lain. Kelebihan-kelebihan tersebut adalah:

  • Dapat diakses kapanpun dan dimanapun oleh mahasiswa,
  • Bila mahasiswa memerlukan tambahan infomasi yang erkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat langsung melakukan pencarian informasi tambahan lebih mudah dan cepat.,
  • Menuntut mahasiswa lebih proaktif mengikuti perkuliahan,
  • Mahasiswa dapat berinteraksi langsung denga dosen tanpa menunggu pertemuan tatap muka di kelas.
Secara singkat, e-learning memberikan manfaat sebagai berikut :


a. Fleksibel

E-learning memberikan fleksibilitas dalam memilih waktu dan tempat untuk mengakses pelajaran. Siswa tidak perlu mengadakan perjalanan menuju tempat pelajaran disampaikan, e-learning bisa dilakukan dari mana saja baik yang memiliki akses ke Internet ataupun tidak. Bagi yang tidak memiliki koneksi internet, e-learning didistribusikan melalui movable media spe CD/DVD. Di samping itu pembelajar saat ini dapat pula memanfaatkan mobile technology seperti notebook, pda, atau telepon selular untuk mengakses e-learning. Fleksibiltas di dukung juga karena saat ini berbagai tempat sudah menyediakan sambungan internet / hot spot gratis menggunakan wi-fi atau wimax.


b. Belajar Mandiri

E-learning memberikan kesempatan bagi pembelajar secara mandiri memegang kendali atas keberhasilan belajar. Pembelajar bebas menentukan kapan akan mulai, kapan akan menyelesaikan, dan bagian mana dalam satu modul yang ingin dipelajarinya terlebih dulu. Seandainya, setelah diulang masih ada hal yang belum ia pahami, pembelajar bisa menghubungi instruktur, nara sumber melalui email, chat atau ikut dialog interaktif pada waktu-waktu tertentu. Bisa juga membaca hasil diskusi di message board yang tersedia di LMS (Learning Management System).


c. Efisiensi Biaya

Banyak efisiensi biaya bisa didapatkan dengan e-learning. Bagi penyelenggara, dalam hal ini universitas misalnya, biaya yang bisa dihemat antara lain :

  1. Biaya administrasi pengelolaan (biaya gaji dan tunjangan selama pelatihan, biaya dosen pengajar dan tenaga administrasi pengelola pelatihan, makanan selama pelatihan),
  2. Penyediaan sarana dan fasilitas fisik untuk belajar (misalnya: penyewaan ataupun penyediaan ruang kelas, kursi, papan tulis, LCD player, OHP).
Melalui pemanfaatan e-learning akan dapat diperoleh beberapa keuntungan yang cukup besar dibandingkan dengan usaha pembangunan kampus konvensional. Keuntungan yang paling nyata adalah keuntungan secara finansial. Keuntungan ini diperoleh dari berkurangnya biaya yang diperlukan untuk mengimplementasikan sistem secara keseluruhan jika dibandingkan dengan biaya untuk mendirikan bangunan kampus beserta seluruh perangkatnya termasuk pengajar. Di samping itu dari sisi mahasiswa, biaya yang diperlukan untuk mengikuti kuliah konvensional, misalnya tranportasi, buku-buku dan sebagainya dapat dikurangi namun sebagai gantinya diperlukan biaya akses internet. Dari sisi penyelenggara, biaya pengadaan e-learning sendiri dapat direduksi sampai hampir 50%, di samping itu jumlah peserta dapat dijaring mampu melebihi kapasitas yang dapat ditangani oleh metode konvensional dalam kondisi geografis yang lebih luas. Keuntungan lainnya adalah dengan adanya efisiensi waktu.

Dengan tidak diperlukannya berada di dalam kelas namun dari segala tempat yang dapat mengakses internet, waktu perjalanan dapat ditekan seminimal mungkin. Di samping keuntungan-keuntungan tersebut, masalah utama yang menghadang bagi penerapan teknologi e-Learning di Indonesia adalah keterbatasan akses internet serta masih kurangnya pemahaman masyarakat akan akses internet. Hal ini dapat dilihat masih kurangnya budaya berinternet di masyarakat. Namun, muncul warnet-warnet dan pemasyarakatan Internet di kampus (Internet Student Centre) diharapkan dapat menyelesaikan persoalan ini. Bagi kampus yang cukup kreatif, sebetulnya biaya akses internet per mahasiswa dapat ditekan sampai ke Rp 5000,-/mahasiswa/bulan.

E-learning merupakan salah satu pemanfaatan teknologi informasi sebagai respon aktif-kreatif yang muncul dari kesadaran akan sisi positif teknologi informasi terhadap perkembangan yang ada. E-learning menjadi perlu dilakukan karena penyebaran pendidikan konvensional dibatasi oleh ruang dan waktu, sedangkan pendidikan digital atau e-Learning dapat dilaksanakan melintasi atas ruang dan waktu. Cakupan geografis e-dakwah lebih luas sehingga semua pengguna Internet dapat tersentuh oleh pendidikan jenis ini.

Disamping itu, hasil dari proses dan hasil dari belajar-mengajar bisa disimpan datanya di dalam bentuk database, yang bisa dimanfaatkan untuk mengulang kembali proses belajar-mengajar yang lalu sebagai rujukan, sehingga bisa dihasilkan sajian materi pelajaran yang lebih baik lagi.


Kekurangan dan Kendala

Pengkritik e-Learning mengatakan bahwa “di samping daerah jangkauan kegiatan e-Learning yang terbatas (sesuai dengan ketersediaan infrastruktur), frekuensi kontak secara langsung antarsesama siswa maupun antara siswa dengan nara sumber sangat minim, demikian juga dengan peluang siswa yang terbatas untuk bersosialisasi (Wildavsky, 2001).

Di pihak manapun kita berada, satu hal yang perlu ditekankan dan dipahami adalah bahwa e-Learning tidak dapat sepenuhnya menggantikan kegiatan pembelajaran konvensional di kelas (Lewis, 2002).

Kehadiran guru sebagai makhluk yang hidup yang dapat berinteraksi secara langsung dengan para murid telah menghilang dari ruang-ruang elektronik e-learning ini. Inilah yang menjadi ciri khas dari kekurangan e-learning yang tidak bagus. Sebagaimana asal kata dari e-learning yang terdiri dari e (elektronik) dan learning (belajar), maka sistem ini mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Adapun kendala dalam penggunaan dan pemanfaatan multimedia, khususnya bagi madrasah adalah kendala sumber daya manusia. Madrasah-madrasah masih kebingungan mencari orang yang ahli dalam mengoperasikan multimedia. Kendala gaptek masih dijumpai di madrasah-madrasah terutama pedesaan.


Kesimpulan dan Saran
Madrasah sebagai lembaga pencetak generasi muslim, tidak boleh ketinggalan dalam memanfaatkan sarana teknologi dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya bagi anak-anak muslim. Penggunaan multimedia harus diupayakan sebisa mungkin dapat proses pembelajaran.
Kekurangan dan kendala yang ada jangan dijadikan alasan untuk tidak berusaha mencapai ke arah kemajuan.


  1. Adrian, Metode Mengajar Berdasarkan Tipologi Belajar Siswa (Makalah S3 UNY).
  2. A. Tabrani Rusyan, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Rosda Karya, 1994), hal. 5.
  3. Adrian, Ibid.
  4. http://man2kediri.wordpress.com/2008/03/01/multi-media-dalam-pembelajaran/
  5. http--brantas-abipraya.com-knowledge-page_id=6.28-04-2008.htm
  6. http://fibri.wordpress.com/2007/11/26/pentingnya-e-learning-bagi-dunia-pendidikan/
  7. Asep Herman Suyanto, “Mengenal E-Learning”, http://asep-hs.web.ugm.ac.id, 2005.
  8. http://teriyakiboz.wordpress.com/2007/12/13/manfaat-e-learning/
  9. Wikipedia.com