Penegak Kebenaran

Melatih diri untuk terus menuntut ilmu dan memberikan informasi yang sesuai dengan ajaran Islam berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Nabi. Berusaha sekuat tenaga untuk mengamalkan dengan harapan akan menjadi Penegak Kebenaran yang diridloi Allah SWT.

Pengusung Peradaban

Menjadikan madrasah, pesantren, dan tempat pendidikan lainnya sebagai tempat thalabul ilmi agar terbentuk generasi muda yang kuat, cerdas, dan taqkwa sehingga suatu saat dapat menjadi mujahid masa depan dan menjadi Pengusung Peradaban yang bermoral dan berakhlaq Islami.

Penerang Kegelapan

Bekerja keras untuk selalu mengamalkan dan mengimplementasikan ilmu agama dan ilmu pengetahuan lain sebagai salah satu kewajiban muslim dengan harapan dapat menjadi Penerang Kegelapan. Berbagi informasi dalam kebaikan dan takwa serta saling menasihati dalam kebenaran

Memperkuat Aqidah

Melatih generasi muda sedini mungkin melalui berbagai media pendidikan exact dan non-exact sebagai bekal hidup di masa depan untuk mewujudkan penjuang masa depan yang mandiri, kuat, disiplin, dan amanah.

Disiplin

Menyalurkan bakat dan mengembkangkan kemampuan generasi muda melalui berbagai kegiatan positif dengan harapan dapat tertanam sikap persaudaraan, persahabatan, dan disiplin.

Search

Bantahan Atas Tudingan Adanya Riwayat Tahrif Al Qur’an Dalam Kitab-Kitab Sunny

Saudara-saudaraku yang seiman dan sekeyakinan, sebagaimana telah kita ketahui bahwa banyak riwayat-riwayat tahrif  (perubahan) Al Qur’an dalam kitab-kitab Syiah. Namun orang-orang syiah sekarang membantah adanya riwayat tersebut dan berupaya sekuat tenaga untuk membantahnya. Dan tidak berhenti di situ, bahkan mereka balik menuding bahwa dalam kitab-kitab sunny pun banyak riwayat tahrif.  Salah satu tulisan mereka adalah sebagai berikut:

Orang Syi’ah wrote :
Hadis Perubahan Al-Quran dalam Kitab Ahlus Sunnah
Seperti yang sudah disebutkan bahwa Al-Kafi bukanlah kitab shahih, yang hadisnya pun sampai sekarang masih diteliti, makanya tidak bernama “Shahih Al-Kafi”. Lucunya (atau tidak lucunya) di dalam kitab Ahlus Sunnah, yang bernama Shahih Bukhari atau Shahih Muslim, juga terdapat hadis tentang perubahan Al-Quran. Bedanya, ini kitab shahih! Tentu saja shahih menurut penulisnya. Jadi di dalam Shahih Bukhari atau Muslim tidak perlu pengklasifikasian hadis, karena semuanya shahih (menurut saudara Ahlus Sunnah).

Bantahan :
Kita tidak menyangkal bahwa memang hadits2 di Bukhori dan Muslim adalah shahih semua. Semua tuduhan ttg kedua kitab ini, insya Allah banyak sanggahannya.
Yang lucu adalah tuduhan ketika Imam Bukhori, Imam Ahmad, dll Imam Ahli Sunnah tidak meyakini adanya tahrif, tiba2 orang2 syiah menuding ada tahrif di kitab-kitab mereka (imam ahli sunnah). Siapa yang bodoh? Siapa yg keliru? Atau memang mereka sudah biasa menggunakan kitab2 ahli sunnah untuk kepentingannya walaupun harus berbohong atau memalingkan makna menurut sekehendak nafsunya.
Ini adalah sebagian tudingan mereka (dan ternyata sumber utamanya adalah risalah Al-Qazwainy yang berjudul ”Syubhatul Qaul fi tahrifil Qur’an ‘inda ahlis sunnah”) :  

Orang Syi’ah wrote :
Tentang Surah Al-Lail
Dari Qabshah ibn Uqbah yang berasal dari Ibrahim ibn Al-Qamah. Ia berkata kepada kami: “Saya bersama pengikut Abdullah ibn Ubay datang ke Syam. Abu Darda’ yang mendengar kedatangan kami segera datang dan bertanya: ‘Adakah di antara kalian yang membaca Al-Quran?’ Orang-orang menunjuk saya. Kemudian ia berkata: ‘Bacalah!’ Maka saya pun membaca: Wal-Laili idzaa yaghsyaa, wan-nahaari idzaa tajallaa, wadzdzakraa wal-untsaa… Mendengar itu dia bertanya: ‘Apakah engkau mendengar dari mulut temanmu Abdullah ibn Ubay?’ Saya menjawab: ‘Ya.’ Ia melanjutkan: ‘Saya sendiri mendengarnya dari mulut Nabi SAW. Dan mereka menolak untuk menerimanya’.” (Shahih Bukhari, Kitab At-Tafsir, bab Surah wal-Laili idzaa yaghsyaa; pada catatan kaki As-Sanadiy, jilid III, hlm. 139; jilid VI, hlm. 21; jilid V, hlm. 35; Musnad Ahmad, jilid VI, hlm. 449, 451; Ad-Durr Al-Mantsur, jilid VI, hlm. 358 dari Said ibn Manshur, Ahmad Abd ibn Hamid, Bukhari, Muslim, Turmudzi, Nasa’i, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Ibnu Marduwaih, Ibn Al-Qamah, dll.) Padahal yang tertulis dalam Al-Quran sekarang adalah Wal-Laili idzaa yaghsyaa, wan-nahaari idzaa tajallaa, wamaa khalaqadzdzakraa wal-untsaa…

Bantahan
Kita lihat riwayat lengkap dari hadits di atas, kemudian kita lihat bagaimana ‘ta’liq’ Ibnu Hajar. Boleh jadi atau mudah2an Al Qazwainy menyadari dan berhenti berbuat tadlis (di sini akan dibuktikan siapa yang tadlis) dan dusta, dan mengetahui dengan yakin bahwa kebathilan2nya itu talinya pendek (ungkapan Arab)
Riwayat lengkap
حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ بْنُ عُقْبَةَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ دَخَلْتُ فِي نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِ عَبْدِ اللَّهِ الشَّأْمَ فَسَمِعَ بِنَا أَبُو الدَّرْدَاءِ فَأَتَانَا فَقَالَ أَفِيكُمْ مَنْ يَقْرَأُ فَقُلْنَا نَعَمْ قَالَ فَأَيُّكُمْ أَقْرَأُ فَأَشَارُوا إِلَيَّ فَقَالَ اقْرَأْ فَقَرَأْتُ { وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى } وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى قَالَ أَنْتَ سَمِعْتَهَا مِنْ فِي صَاحِبِكَ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ وَأَنَا سَمِعْتُهَا مِنْ فِي النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهَؤُلَاءِ يَأْبَوْنَ عَلَيْنَا

(BUKHARI - 4562) : Telah menceritakan kepada kami Qabishah bin Uqbah Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Al A'masy dari Ibrahim dari Alqamah ia berkata; Aku bergabung dalam suatu kelompok yang terdiri dari sabahat-sahabatnya Abdullah Asy Sya'a, lalu Abu Darda` mendengar kami, maka ia pun bergegas datang. Kemudian ia bertanya, "Adakah di antara kalian yang bisa membaca (Al Qur`an)?" kami menjawab, "Ya, ada." Ia bertanya lagi, "Lalu, siapakah diantara kalian yang paling bagus bacaannya?" Maka mereka pun menunjuk ke arahku. Abu Darda' berkata, "Kalau begitu, bacalah." Maka aku pun membaca, "WAL LAAILI IDZAA YAGHSYAA WAN NAHAARI IDZAA TAJALLAA WADZ DZAKARI WAL UNTSAA." Ia bertanya lagi, "Apakah kamu mendengarnya langsung dari bibir temanmu (Ibnu Mas'ud)?" aku menjawab, "Ya." Ia berkata, "Kalau aku mendengarnya langsung dari bibir Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, namun orang-orang itu mengingkarinya."

Cat : Sebagaimana telah kita ketahui bahwasanya telah terdapat macam2 qiroah, ada yang shahih (mutawatir) ada yang syad. Ibnu Hajar (Al Fath, 8/707) menyatakan dalam kesimpulan paparannya: Hadits di atas menjadi penjelas bahwasanya qiroah  Ibn Mas’ud adalah seperti itu, dalam sanad lain sesungguhnya ia membaca {والذي خلق الذكر والأنثى}, seperti itulah bacaan dalam kitab2 qiroah2 syaadzah (ruksak/menyalahi yang shahih). Riwayat ini tdk disebutkan oleh Abu ‘Ubaid kecuali hanya melalui jalan Hasan Bisri ... kemudian bacaan ini tdk ditukil kecuali dari orang yg disebut di sini, dan boleh jadi bacaan ini termasuk yg dihapus bacaannya dan tidak sampai kepada Abu Darda dan kepada orang yg disebut bersamanya. Dan yang mengherankan adalah penukilan bacaan ini para hufadz dari orang2 Kufah dari Alqomah dan dari Ibnu Mas’ud, dan hanya kepada mereka berdua berakhir bacaan ini di Kufah, kemudian tidak ada seorang pun yang membaca seperti itu dari mereka. Begitu juga Ahli Syam  mengambil qiroah dari Abu Darda dan tidak ada seorang pun dari mereka yang membaca seperti itu. Dengan demikian ini menguatkan bahwasanya bacaan seperti itu telah dinasakh. 

Orang Syi’ah wrote :
Ayat Rajam
Umar ibn Khaththab berkata: “Bila bukan karena orang akan mengatakan bahwa Umar menambah (ayat) ke dalam Kitab Allah, akan kutulis ayat rajam dengan tanganku sendiri.” (Shahih Bukhari, bab Asy-Syahadah ‘indal-Hakim fi Wilayatil-Qadha; Al-Itqan, jilid II, hlm. 25-26; Ad-Durr Al-Mantsur, jilid I, hlm. 230; jilid V, hlm. 179 dari Imam Malik, Bukhari, Muslim, dan Ibnu Dhurais, dan hlm. 180 berasal dari Nasa’i, Ahmad, Ibnu Auf; Musnad Ahmad, jilid I, hlm. 23, 29, 36, 40, 43, 47, 50, 55; jilid V, hlm. 132, 183; Hayat Ash-Shahabah, jilid II, hlm. 12; jilid III, hlm. 449) Jadi, Umar meyakini Ayat Rajam itu ada dalam Al-Quran, tapi kenyataannya tidak ada. Tapi Umar tidak menulisnya karena takut ucapan orang-orang bahwa Umar menambah ayat. Seperti itulah yang dijelaskan As-Suyuthi dalam Al-Itqan jilid II, hlm. 26, mengutip tulisan Az-Zarkasyi: “Tampaknya penulisan ayat tersebut boleh saja. Hanya ucapan oranglah yang mencegah (Umar melakukan) hal itu… Seharusnya ayat itu dimasukkan ke dalam Al-Quran, ayat itu semestinya ditulis.” Ayat rajam ini juga pernah disebut-sebut waktu saya (pertama kali) belajar Ulumul-Quran di kampus  

Bantahan :
Sesungguhnya ayat ini telah dimansukh bacaan dan hukumnya tetap (Mansukh tilawah, Tsabitatul Hukmi). Dan nampaklah bahwa Al Qazwainy tidak banyak menelaah kepada referensi2 agamanya karena terlalu asyik menyerang kepada ahlus sunnah. Seandainya ia berhenti sebentar dan menengok sebentar kepada referensi2 syiah, sungguh ia mengetahui apa yg ia ingin singkabkan aib untuk ahli sunnah justru ada di refensi2 syiah sendiri. Saya akan sebutkan kepada Al Qazwainy sebagian riwayat2 dari referensi2 syiah sendiri supaya ia tdk tergesa2 menghukumi orang lain sebelum melihat diri sendiri, sebagai berikut :

1 - عن حماد عن الحلبي عن أبي عبد الله (ع) في حديث قال: إذا قال الرجل لامرأته: لم أجدك عذراء، وليس له بينة.
قال: يجلد ويخلّى بينه وبين امرأته.
قال: كانت آية الرجم في القرآن "الشيخ والشيخة فارجموهما البتة بما قضيا الشهوة"(15).
2 - عن يونس بن عبد الله بن سنان قال: قال أبو عبد الله (ع): الرجم في القرآن قول الله عز وجل: "إذا زنى الشيخ والشيخة فارجموهما البتة فإنهما قضيا الشهوة"(16).
3 - عن أبي جعفر (ع) أنه قال: كانت آية الرجم في القرآن: "الشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتة فإنهما قضيا الشهوة"(17).
4 - هشام بن سالم عن سليمان بن خالد قال: قلت لأبي عبد الله (ع) في القرآن؟ قال: نعم. قلت: كيف؟ قال: "الشيخ والشيخة فارجموهما البتة فإنهما قضيا الشهوة"(18).
5 - عن إسماعيل بن خالد قال: قلت لأبي عبد الله (ع): في القرآن رجم؟ قال: نعم، "الشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتة فإنهما قضيا الشهوة"(19). براءة أهل السنة من شبهة القول بتحريف القران (ص: 16)
ويقول الطوسي في كتابه "التبيان في تفسير القرآن ج1 ص13:
"لا يخلو النسخ في القرآن من أقسام ثلاثة: أحدها - نسخ حكمه دون لفظه - كآية العدة في المتوفى عنها زوجها المتضمنة للسنة في الحكم منسوخ والتلاوة باقية وآية النجوى وآية وجوب ثبات الواحد للعشرة فإن الحكم مرتفع، والتلاوة باقية وهذا يبطل قول من منع جواز النسخ في القرآن لأن الموجود بخلافه. والثاني - ما نسخ لفظه دون حكمه، كآية الرجم فإن وجوب الرجم على المحصنة لا خلاف فيه، والآية التي كانت متضمنة له منسوخة بلا خلاف وهي قوله: (والشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتة، فإنهما قضيا الشهوة جزاء بما كسبا نكالاً من الله والله عزيز حكيم). الثالث: ما نسخ لفظه وحكمه، وذلك نحو ما رواه المخالفون من عائشة: أنه كان فيما أنزل الله أن عشر رضعات تحرمن، ونسخ ذلك بخمس عشرة فنسخت التلاوة والحكم.

At Thusy dalam kitabnya “At Tibyan fi Tafsiril Qur’an, I/13” menyatakan :”Nasakh dalam al Qur’an itu tdk terlepas dari tiga macam : … kedua : nasakh lafaz, hukumnya tetap berlaku, seperti ayat rajam….
Dari ungkapan di atas,  jelaslah bahwa ahli tafsir dari kalangan syiah pun tidak menyebutkan ayat rajam sebagai contoh tahrif, hanya syiah gulath (ektrims) yg menyatakan seperti itu, sebagai pembelaan, yg alih2 menutup-nutupi adanya tudingan tahrif terhadap al quran dgn balik menyerang  adanya tahrif di dlm kitab2 sunni malah lebih membuktikan aib sendiri yaitu sebagaimana saya simpulkan bahwa kebiasaan orang2 rafidhah adalah kalau tidak berbohong, mereka mengambil hadits2 sunni sepotong2 untuk membela agamanya.

Orang Syi’ah wrote :
An-Naas dan Al-Falaq
Dinukil dari Ibnu Mas’ud, bahwa dia membuang Surah Mu’awidzdzatain (An-Naas dan Al-Falaq) dari mushhafnya dan mengatakan keduanya tidak termasuk Al-Quran. (Ad-Durr Al-Mantsur, jilid VI, hlm. 146; Ruhul-Ma’ani, jilid I, hlm. 24; Al-Itqan, jilid I, hlm. 79; Fathul-Bari, jilid VIII, hlm. 581)

Bantahan :
Saya sering membaca pandangan para pendusta dan mudallis, tetapi saya dapatkan yang paling kerdil dari mereka adalah pandangan ketika saya baca tulisan Al Qazwainy ini. Dari kedustaan dan ketadlisannya adalah ketika ia tidak utuh mengutip ucapan As Suyuthi dan ditempatkannya untuk menutupi kebohongannya. Saya sampaikan apa yg diriwayatkan oleh As Suyuthi secara utuh apa yg berhubungan dgn ketidak sepakatan para sahabat dengan ucapan Ibn Mas’ud kemudian saya sebutkan pendapat2 para ulama untuk membantah kebohongan yang dibuat oleh Al Qazwainy.
يقول السيوطي في الدر المنثور ج6 ص416 وما بعدها:
أخرج أحمد والبزار والطبراني وابن مردويه من طرق صحيحة عن ابن عباس وابن مسعود أنه كان يحك المعوذتين من المصحف ويقول لا تخلطوا القرآن بما ليس منه أنهما ليستا من كتاب الله إنما أمر النبي صلّى الله عليه وسلّم أن يتعوذ بهما وكان ابن مسعود لا يقرأ بهما. قال البزار لم يتابع ابن مسعود أحد من الصحابة وقد صح عن النبي صلّى الله عليه وسلّم أنه قرأ بهما في الصلاة وأثبتتا في المصحف.

Lihat yang dicetak tebal/digaris bawahi !!! (Al Bazzar mengatakan :”Tidak ada seorang pun dari kalangan Sahabat yg mengikuti pandangan Ibn Mas’ud, dan sungguh telah shahih dari Nabi saw. Bahwasanya beliau membacanya kedua surat tersebut dalam shalat, dan menetapkannya dalam mushhaf).
kita tidak akan mendapati ungkapan di atas pada sanggahan orang2 syiah rafidhah.. ingat kaidah yang saya sebutkan ttg org2 syiah ini : kalau tidak berbohong, pasti mereka mengambil ayat, hadits atau pernyataan sepotong-sepotong yang sangat efektif untuk menipu orang2 awam.
Dan tentu saja yang digaris bawahi tdk akan  diambil oleh mereka, karena otomatis membantah anggapan mereka.
Dan ini sebagian riwayat2 yang ada di dalam kitab ad Durul Mantsur :
أخرج أحمد والبخاري والنسائي وابن الضريس وابن الأنباري وابن حبان وابن مردويه عن زر بن حبيش قال أتيت المدينة فلقيت أبي بن كعب فقلت يا أبا المنذر إني رأيت ابن مسعود لا يكتب المعوذتين في مصحفه. فقال أما والذي بعث محمداً بالحق قد سألت رسول الله صلّى الله عليه وسلّم عنهما وما سألني عنهما أحد منذ سألته غيرك. قال قيل لي فقلت فقولوا فنحن نقول كما قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم.
وأخرج مسدد وابن مردويه عن حنظلة السدوسي قال قلت لعكرمة إني أصلي بقوم فأقرأ بقل أعوذ برب الفلق وقل أعوذ برب الناس فقال اقرأ بهما فإنهما من القرآن.

Sebagai tambahan :
Al Qurthuby mengatakan dalam tafsirnya (20/251), Ibn Mas’ud menyangka bahwa kedua surat tersebut adalah do’a perlindungan, dan bukan termasuk qur’an. Dan ijma sahabat dan ahlul bait berbeda dengannya. Ibn Qutaibah mengatakan :”Ibn Mas’ud tidak menuliskan mu’awwidzataen di dalam mushafnya, karena dia pernah mendengar Rasulullah saw. Mendo’akan Hasan dan Husein dengan (membaca) keduanya…
At Thoba’thoba’I mengatakan dalam tafsir mizannya (12/125), dari Ibn Mas’ud sesungguhnya ia tidak menulis mu’awwidzataen dalam mushafnya, dan ia pernah mengatakan bahwa keduanya adalah dua do’a perlindungan yang diturunkan oleh Jibril kepada Rasulullah saw. untuk memperlindungkan Hasan dan Husein a.s. dengan keduanya.  Dan sungguh seluruh sahabat telah menolaknya dan nash telah mutawatir dari ulama ahlil baet bahwa keduanya merupakan surat al qur’an.
وقال أيضاً ج20 ص394: تفسير القمي بإسناده عن أبي بكر الحضرمي قال: قلت لأبي جعفر عليه السلام إن ابن مسعود كان يمحو المعوذتين من المصحف. فقال: كان أُبي يقول: إنما فعل ذلك ابن مسعود برأيه وهو من القرآن. أقول وفي هذا المعنى روايات كثيرة من طرق الفريقين على أن هناك تواتراً قطعياً من عامة المنتحلين بالإسلام على كونهما من القرآن، وقد استشكل بعض المنكرين لإعجاز القرآن أنه لو كان معجزاً في بلاغته لم يختلف في كون السورتين من القرآن مثل ابن مسعود، وأُجيب بأن التواتر القطعي كافٍ في ذلك على أنه لم ينقل عن أحد أنه قال بعدم نزولهما على النبي صلّى الله عليه وآله وسلّم أو قال بعدم كونهما معجزتين في بلاغتهما بل قال بعدم كونهما جزء من القرآن وهو محجوج بالتواتر.


Dan seterusnya, Insya Alloh bersambung...

Diabolisme Pemikiran Syiah

Muqaddimah
Segala puji hanyalah milik Allah SWT. Yang telah menjamin keselamatan bagi hamba-hamba-Nya yang shaleh dari bujuk rayu Iblis yang terlaknat.

Ketika Iblis diusir dari surga dan dinyatakan sebagai penghuni utama neraka jahannam, maka tidak ada keperluan lain baginya terhadap kita, kecuali bagaimana ia menjadikan kita sebagai teman setia yang akan menemaninya kelak di neraka. Dari situ, tepatlah Allah SWT. menyatakan bahwa Iblis itu adalah musuh yang nyata, musuh yang sebenar-benarnya.

Ada pepatah yang mengatakan "tak kenal maka tak sayang". Dengan Iblis, pepatah itu tidak berlaku. Dengan makhluk yang satu ini, yang berlaku adalah "tak kenal maka tak benci". Oleh sebab itu, perlu identifikasi detil dan rujukan yang benar yang menyangkut informasi tentangnya. Iblis adalah musuh yang militan. Ia akan menggunakan berbagai cara untuk menaklukkan lawannya. Serangan yang bertubi-tubi ia lancarkan tidak mampu dari depan maka dari belakang, tidak mampu dari belakang maka dari samping kanan, tidak mampu dari samping kanan maka dari samping kiri. Menghadapi musuh semacam itu, akan mampukah kita memenangkan pertempuran dengannya???

Tafhim
Menurut Dr. Syamsuddin Arif, Diabolos adalah Iblis dalam bahasa Yunani Kuno, yang berarti pemikiran, watak, dan perilaku ala Iblis ataupun pengabdian kepadanya.[1] Selanjutnya, Syamsuddin menyatakan bahwa tidak sulit untuk mengidentifikasi cendekiawan bermental Iblis. Sebab, ciri-cirinya telah cukup diterangkan dalam Al-Qur’an sebagai berikut: pertama, selalu membangkang dan membantah (an an’am: 121). Meskipun ia kenal, tahu dan paham, namun tidak akan pernah mau menerima kebenaran. Kedua, intelektual diabolik bersikap takabbur (sombong, angkuh, congkak, arogan).

Pengertian takabbur ini dijelaskan dalam hadits Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (no. 147), “sombong ialah menolak yang haq dan meremehkan orang lain”. Akibatnya, orang yang mengikuti kebenaran sebagaimana dinyatakan dalam Al-qur’an atau hadits Nabi dianggapnya dogmatis, literalis, logosentris, fundamentalis, konservatif dan lain sebagainya. Mereka bermuka dua, menggunakan standar ganda (al Baqoroh: 14). Mereka menganggap orang beriman itu bodoh, padahal merekalah yang bodoh dan dungu (sufahâ). Ketiga, ialah mengaburkan dan menyembunyikan kebenaran.

Cendekiawan diabolik bukan tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Namun ia sengaja memutarbalikkan data dan fakta. Yang batil dipoles dan dikemas sedemikian rupa sehingga tampak seolah-olah haq. Sebaliknya, yang haq digunting dan di’preteli’ sehingga kelihatan seperti batil. Ataupun dicampur aduk dua-duanya sehingga tidak jelas lagi beda antara yang benar dan yang salah. Strategi semacam ini memang sangat efektif untuk membuat orang lain bingung dan terkecoh.

Mental diabolik seperti di atas, telah diwariskan dengan sempurna oleh Iblis kepada kaum Yahudi yang terdapat dalam hatinya bagyan dan hasad ((dengki, al Baqoroh: 90, 109). Dari sini mereka tidak henti-hentinya berusaha untuk menggelincirkan (istazalla), menjerumuskan (yughwi), dan menyesatkan (yudhillu) kaum muslimin dengan berbagai strategi. Di antara strategi yang dipakai adalah dengan infiltrasi ke dalam tubuh kaum muslimin sebagaimana dilakukan oleh Abdullah bin Saba[2] dengan membangun pemikiran-pemikiran diabolik Yahudi dengan baju barunya yaitu syiah.

Yahudi dan Fitnah
Pada akhir zaman Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam, kaum Yahudi telah terusir dari Hijaz dan berpindah ke wilayah utara, yaitu ke Syam. Sebagian mereka ada juga yang pergi ke Kufah. Akan tetapi, sebagian lain dari mereka yang tinggal di Yaman tidak tersentuh oleh pengusiran tersebut. Dalam waktu yang cepat, kaum Yahudi yang berada di Yaman itu mulai pindah ke Hijaz. Sebagian mereka memeluk Islam. Di antara mereka yang masuk Islam itu terdapat para rahib yang memendam kedengkian dan kebencian terhadap Islam.

Aroma fitnah mulai muncul sejak zaman kekhalifahan 'Utsman bin 'Affan. Para rahib itu melihat adanya kesempatan yang mereka nanti-nantikan selama itu. Mereka melihat bahwa Ali telah tiga kali dijauhkan dari kekhilafahan, sedangkan dia merupakan orang berilmu dan sepupu Rasulullah sekaligus menantunya. Kedudukan Ali di sisi Rasulullah ibarat kedudukan Harun di sisi Musa. Oleh karena itu, orang-orang Yahudi tersebut membuat pemikiran mengenai "imam ma'shum" dan "penutup para wali".

Dalam kitab-kitab akidah Islamiyah disebutkan bahwa Abdullah bin Saba' merupakan orang yang pertama kali menyerukan pemikiran mengenai kesucian Ali bin Abi Thalib. Sebelum memeluk Islam, dia adalah seorang Yahudi. Abdullah bin Saba' mengatakan, Sesungguhnya di dalam Taurat disebutkan bahwa setiap nabi memiliki washi (orang kepercayaan yang diberi wasiat). Sementara itu, Ali, suami putri Rasulullah saw, adalah washinya. Oleh karena itu, Ali adalah penutup para washi setelah Muhammad adalah penutup para nabi."[3] Ketika Ali dibaiat sebagai khalifah, Abdullah bin Saba' mendatanginya lalu mengatakan, "Engkaulah yang menciptakan bumi dan membentangkan rezki.[4]

Yahudi juga memiliki peran dalam membangkitkan api fitnah di antara pasukan Ali bin Abi Thalib dan pasukan Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Apabila Abdullah bin Saba' merupakan tokoh yang memainkan peran di pasukan Ali dan para pengikutnya, maka Ka'ab Al-Ahbar merupakan tokoh yang memainkan peran di pasukan Mu'awiyah dan para pengikutnya. Kedua tokoh Yahudi ini memprovokasi kaum Muslimin dari kedua pasukan tersebut agar saling membenci dan saling memusuhi. Ka'ab Al-Ahbar melaknat Kufah (tempat para pendukung Ali)[5], sedangkan Abdullah bin Saba' melaknat Damaskus (Markas Bani Umayah).[6]

Dari sana, tidaklah heran kita akan menemukan kemiripan-kemiripan pemikiran-pemikiran kaum syiah terutama syiah rafidhah dengan keyakinan Yahudi yang notabene merupakan asal ajarannya.

Abdullah Al-jamili, dalam kitabnya Badzl Al-Majhud fi Itsbat Musyabahah Ar-Rafidhah li Al-Yahud[7] menerangkan kemiripan keyakinan Syiah dengan Yahudi sebagai berikut:

  1. Yahudi telah mengubah-ubah Taurat, begitu pula Syi’ah mereka punya Al-Qur’an hasil kerajinan tangan mereka yakni “Mushaf Fathimah” yang tebalnya 3 kali Al-Qur’an kaum Muslimin. Mereka menganggap ayat Al-Qur’an yang diturunkan berjumlah 17.000 ayat, dan menuduh Sahabat menghapus sepuluh ribu lebih ayat. (Biharul Anwar: 89/50; Al Kafi Kitabul Hujjah I/427).[8]
  2. Yahudi menuduh Maryam yang suci berzina [QS. Maryam : 28], Syi’ah melakukan hal yang sama terhadap istri Rasulullah ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha sebagaimana yang diungkapkan Al-Qummi (pembesar Syi’ah) dalam “Tafsir Al-Qummi (II 34)” .
  3. Yahudi mengatakan, “kami tidak akan disentuh oleh api neraka melainkan hanya beberapa hari saja”. [QS. Al-Baqarah : 80] Syi’ah lebih dahsyat lagi dengan mengatakan, “Api neraka telah diharamkan membakar setiap orang Syi’ah” sebagaimana tercantum dalam kitab mereka yang dianggap suci “Fashl Kitab (hal.157)” 
  4. Yahudi meyakini bahwa, Allah mengetahui sesuatu setelah tadinya tidak tahu, begitu juga dengan Syi’ah. (Aqidah Bada’, lihat buku “kesesatan aqidah syiah: 12).
  5. Yahudi beranggapan bahwa ucapan “amin” dalam shalat adalah membatalkan shalat. Syi’ah juga beranggapan yang sama. 
  6. Yahudi berkata, “Allah mewajibkan kita lima puluh shalat” Begitu pula dengan Syi’ah. 
  7. Yahudi keluar dari shalat tanpa salam, cukup dengan mengangkat tangan dan memukulkan pada lutut. Syi’ah juga mengamalkan hal yang sama. 
  8. Yahudi miring sedikit dari kiblat, begitu pula dengan Syi’ah. 
  9. Yahudi berkata “Tidak layak (tidak sah) kerajaan itu melainkan di tangan keluarga Daud”. Syi’ah berkata,” tidak layak Imamah itu melainkan pada ‘Ali dan keturunanannya” . (kesesatan aqidah syiah: 29).
  10. Yahudi mengakhirkan Shalat hingga bertaburnya bintang-bintang di langit. Syi’ah juga mengakhirkan Shalat sebagaimana Yahudi. 
  11. Yahudi mengkultuskan Ahbar (‘ulama) dan Ruhban (para pendeta) mereka sampai tingkat ibadah dan menuhankan.Syi’ah begitu pula, bersifat Ghuluw (melampaui batas) dalam mencintai para Imam mereka dan mengkultuskannya hingga di atas kelas manusia. 
  12. Yahudi mengatakan Ilyas dan Finhas bin ‘Azar bin Harun akan kembali (reinkarnasi) setelah mereka berdua meninggal dunia. Syi’ah lebih seru, mereka menyuarakan kembalinya (reinkarnasinya) ‘Ali, Al-Hasan, Al-Husain, dan Musa bin Ja’far yang dikhayalkan itu. 
  13. Yahudi tidak Shalat melainkan sendiri-sendiri, Syi’ah juga beranggapan yang sama, ini dikarenakan mereka meyakini bahwa tidak ada Shalat berjama’ah sebelum datangnya “Pemimpin ke-dua belas” yaitu Imam Mahdi.[9] Yahudi tidak melakukan sujud sebelum menundukkan kepalanya berkali-kali, mirip ruku. Syi’ah Rafidhah juga demikian. 
  14. Yahudi menghalalkan darah setiap muslim. Demikian pula Syi’ah, mereka menghalalkan darah Ahlussunnah. Yahudi mengharamkan makan kelinci dan limpa dan jenis ikan yang disebut jariu dan marmahi. Begitu pula orang-orang Syi’ah. 
  15. Yahudi tidak menghitung Talak sedikitpun melainkan pada setiap Haid. Begitu pula Syi’ah. 
  16. Yahudi dalam syari’at Ya’qub membolehkan nikah dengan dua orang wanita yang bersaudara sekaligus. Syi’ahjuga membolehkan penggabungan (dalam akad nikah) antara seorang wanita dengan bibinya. 
  17. Yahudi tidak menggali liang lahad untuk jenazah mereka. Syi’ah Rafidhah juga demikian. 
  18. Yahudi memasukkan tanah basah bersama-sama jenazah mereka dalam kain kafannya demikian juga Syi’ah Rafidhah. 
  19. Yahudi tidak menetapkan adanya jihad hingga Allah mengutus Dajjal. Syi’ah Rafidhah mengatakan,”tidak ada jihad hingga Allah mengutus Imam Mahdi datang. (kesesatan aqidah syiah: 29).
Pemikiran-pemikiran Syi'ah ekstrim lainnya, seperti mengenai ar-raj'ah, al-badâ', al-mahdi, al-asbath dan lainnya, asalnya adalah dari Yahudi.[10]

Landasan Pemikiran Syiah
Apabila Anda mencoba satu saja menganalisa hujjah yang disodorkan oleh orang-orang syiah, maka akan mendapati landasan pemikiran berangkat dari satu landasan utama yaitu kebohongan. Kalaulah mereka mengambil ayat Qur’an atau Hadits, apalagi hadits-hadits sumber referensi Ahlus Sunnah wal Jama’ah, semisal shahih Bukhori maka mereka akan mengambil rujukan itu sepotong-sepotong, dan kalaulah utuh mereka akan menyelewengkan maknanya. Sebagai contoh : dalam tudingan adanya tahrif Al Qur’an di kalangan Ahlus Sunnah, Orang syiah menulis :

“Dinukil dari Ibnu Mas’ud, bahwa dia membuang Surah Mu’awidzdzatain (An-Naas dan Al-Falaq) dari mushhafnya dan mengatakan keduanya tidak termasuk Al-Quran. (Ad-Durr Al-Mantsur, jilid VI, hlm. 146; Ruhul-Ma’ani, jilid I, hlm. 24; Al-Itqan, jilid I, hlm. 79; Fathul-Bari, jilid VIII, hlm. 581).[11]

Bantahan :
Muhammad Maalullah mengatakan “Saya sering membaca pandangan para pendusta dan mudallis, tetapi tidak aku dapatkan yang paling kerdil dari mereka kecuali pandangan Al Qazwainy ini. Dari kedustaan dan ketadlisannya adalah ketika ia tidak utuh mengutip ucapan As Suyuthi dan ditempatkannya untuk menutupi kebohongannya. Saya sampaikan apa yang diriwayatkan oleh As Suyuthi secara utuh apa yg berhubungan dengan ketidak sepakatan para sahabat dengan ucapan Ibn Mas’ud kemudian saya sebutkan pendapat-pendapat para ulama untuk membantah kebohongan yang dibuat oleh Al Qazwainy.

يقول السيوطي في الدر المنثور ج6 ص416 وما بعدها:

أخرج أحمد والبزار والطبراني وابن مردويه من طرق صحيحة عن ابن عباس وابن مسعود أنه كان يحك المعوذتين من المصحف ويقول لا تخلطوا القرآن بما ليس منه أنهما ليستا من كتاب الله إنما أمر النبي صلّى الله عليه وسلّم أن يتعوذ بهما وكان ابن مسعود لا يقرأ بهما. قال البزار لم يتابع ابن مسعود أحد من الصحابة وقد صح عن النبي صلّى الله عليه وسلّم أنه قرأ بهما في الصلاة وأثبتتا في المصحف.


Lihat yang dicetak tebal/digaris bawahi !!! (Al Bazzar mengatakan :”Tidak ada seorang pun dari kalangan Sahabat yg mengikuti pandangan Ibn Mas’ud, dan sungguh telah shahih dari Nabi saw. Bahwasanya beliau membacanya kedua surat tersebut dalam shalat, dan menetapkannya dalam mushhaf).

Landasan berpikir Rafidhah ini, dibangun atas sifat dan karakter mereka sebagaimana disimpulkan oleh Ibn Taimiyah sebagai berikut:
  1. Bodoh dan kurang akal.[12] Semisal riwayat mereka tentang kasus tanah fadak, apa yang mereka inginkan? Mencela Abu Bakar? Mencela Fathimah? Atau kedua-duanya?. Kasus yang lainnya bahwa Abu Bakar, Umar, Utsman dan para sahabat lainnya mengkhianati Ali dalam kekhilafahan. Kalaulah mereka mau berpikir sejenak, kalaulah Ali r.a. merasa dikhianati mengapa Ali mau berbai’at kepada semuanya? Bahkan Ali menikahkan putrinya, Ummu Kultsum dengan Umar, sementara anak-anak Ali dinamai Abu Bakar, Umar, Ustman, dan sebagainya.[13] Apakah Ali r.a. sedang taqiyah? Bukankah Ali r.a. orang pemberani menurut anggapan mereka?Nifak, Rafidah menjadikan nifak ini pokok agamanya dan menamainya taqiyyah. Mereka menyampaikan bahwa hal itu dari Ahli Baet (mudah-mudahan Allah melepaskan Ahli Baet darinya). Mereka meriwayatkan dari Ja’far Shadiq sesungguhnya ia berkata :”Taqiyyah adalah agamaku dan agama bapakku[14]
  2. Dusta, untuk mengetahui kedustaan mereka adalah bisa dengan akal, dengan ilmu al Qur’an, dengan sunnah dan dengan ijma ulama.[15] Seperti aqidah raj’ah, bada’ dll.Mengada-ada. Contohnya mereka memuji-muji Ali dan mengutamakannya atas khalifah sebelumnya dan mereka membuat-buat kebathilan terhadap khulafaur Rasyidin atas dasar kebencian.[16] 
  3. Ta’ashub, kefanatikan mereka bukan terhadap agama tetapi terhadap nashab sebagaimana fanatiknya orang-orang jahiliyyah.[17] 
  4. Tanaqud dalam beristidlal, sebagai contoh mereka mencela para Sahabat tapi dalam waktu bersamaan mereka mengambil hadits-haditsnya demi membela hujjahnya. Misal hadits kisaa, bukankah itu bersumber dari Aisyah r.a. yang mereka suka mencelanya?

Prof. Dr. Mohammad Baharun, menyebut bahwa tradisi syiah dalam menerima hadits ternyata bersikap ganda (double standard) yang diistilahkan oleh beliau dengan Epistemologi Antagonistis.[18]. Selain yang enam ini, masih banyak Ibn Taimiyah menjelaskan sifat-sifat keji yang melekat pada mereka.[19].

Dari sekian banyak landasan berpikir mereka dalam berhujjah, Ibn Taimiyah menyatakan bahwa mereka tidak bersandar dalam hujjah-hujjahnya kecuali kepada tiga perkara ini, yaitu : naqlun kadzibun, dzilalah mujmalah musyabbihah, dan qiyas fasid.[20]

Khatimah
Demikian makalah yang ringkas ini saya buat, tentunya jauh dari sempurna. Namun sejauh ini penulis sudah sampai pada kesimpulan bahwa “apa pun namanya apabila ada suatu aliran sebagaimana di atas, penulis meyakini bahwa itu bukan bagian dari Islam, tetapi bagian dari keyakinan Yahudi yang ingin merusak Islam dari dalam." Demikianlah mudah-mudahan kita terhindar dari pemikiran-pemikiran yang sesat dan menyesatkan.

( رد على الفرس المجوس = الشيعة الرافضة = شيعة الشيطان = شيعة اليهود والنصارى = شيعة كل من حارب الإسلام والمسلمين )

Wallahu A’lam bis Shawab

  • [1] Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, hal. 143.
  • [2] Ulama syiah kontemporer menolak keberadaan orang ini dan menganggap dongeng belaka, namun kita telah mendapati keberadaan dia secara hakiki sebagaimana dalam kitab-kitab mereka, di antaranya : Al Asy’ari Al Qumy (310 H) dalam kitabnya Al Maqalat wal firaq hal . 20; An Nubakhty, Firaqus Syi’ah, hal. 22; Al Kaasy, Rijalul Kaasyi, hal. 70-71; Ibnu Abil Hadid, Syarh nahjul balaghah, Juz V/5; Nikmatullah Al Jazaairy, Al Anwarun Nikmatiyah, II/234; dll. Bahkan penyusun kitab “Atsarul Yahudi wan Nashara wal Majussy fit Tasyayyu” pada I/43 menyebutkan lebih dari 25 kitab syiah rafidhah membahas tentang keberadaan Abdullah bin Saba ini.
  • [3] As Sayyid Abu Ali Al Murtadha ibn Salim al Hasyimy, Atsarul Yahudi wan Nashara wal Majusy fit Tasyayyu, I: 41.
  • [4] Abdul Wahhab Al-Masiri, Mausû'ah Al-Yahûd wa Al-Yahûdiyah wa Ash-Shahyûniyah. Jilid 5. al-mostafa.com. hlm. 506. 
  • [5] http://syababmuslim.multiply.com/journal/item/7/ TRADISI_FILSAFAT_YAHUDI_DALAM_DUNIA_KEBUDAYAAN_ISLAM#_ftn3
  • [6] Ibid.
  • [7] http://abusalma.wordpress.com, di maktabah Syamilah penulis tidak menemukan kitab yang dimaksud tetapi menemukan penjelasnya yaitu kitab “Muhadzab Kitab badzlul Majhud fi Itsbati Musyabihah ar Rafidhah As Syi’ah lil Yahudi, karangan Abdul Basith bin Yusuf al Gharib. 
  • [8] Lihat Abdullah bin Sa’id Aljunaid, Perbandingan antara Sunnah dan Syi’ah, terj. Mahmud Fauzi Arfan, hal. 4.
  • [9] Tambahan : menurut mayoritas ahli fiqih syi’ah, tidak wajib melaksanakan shalat jum’at di masjid-masjid, dan mereka mengajukan pilihan antara shalat jum’at atau shalat dzuhur di rumah bagi yang menghendaki. (khumaini, dalam kitabnya “Tahrirul Wasilah I/231 (lihat Perbandingan antara sunnah .., hal. 102).
  • [10] Di antara kitab-kitab dan buku terkait dengan bahasan ini adalah :

مجموع مؤلفات تاريخ الرافضة - (40 / 117)/أصول مذهب الشعية الإمامية الإثني عشرية عرض ونقد - (3 / 1210)/ الشبه بين الرافضة واليهود - (1 / 45)/ مجموع مؤلفات الشيخ إحسان إلهي ظهير - (6 / 139)

Syekh Abdullah bin Muhammad as Salafi, Kesesatan Aqidah Syiah, terj. Abu Salman, hal. 29 (Sisi Kesamaan Antara Yahudi dan Rafidhah.

  • [11] Dr. Alauddin Amir Al Qazwainy telah membuat risalah yang berusaha membuktikan bahwa terdapat riwayat-riwayat tahrif al Qur’an dalam kitab Ahlus Sunnah dengan judul “Syubhatul Qaul bi tahrifil Qur’an inda ahlis sunnah” ; dan kitab tersebut telah mendapat bantahan dari Dr. Muhammad Malullah dengan judul kitab “Bara’at ahlis sunnah min Syubhatul Qaul bi tahrifil Qur’an”. Di antara ulama syi’ah pun ada yang menolak adanya tahrif, semisal Imam Al-Khui. Dan di situs syiah www.aqaed.com kita mendapati salah satu tulisan mereka yang berjudul Salamatul Qur’an minat Tahrif. Namun perlu diperhatikan ini adalah taqiyah demi program “taqrib” sebagaimana diungkapkan oleh Syekh Abdullah bin Umar Al Khadhary dalam tulisannya “Al Qaul bitahrifil Qur’an min lawaazimit tasyayyu al imamy”. Lihat tulisan bahasan “Target Syi’ah di Balik Seruan Kerukunan” dalam buku “Mengungkap Hakikat Syi’ah Agar Anda Tidak Terperdaya” terjemahan Abdul Rosyad Shiddiq susunan Abdullah Al-Mushili dengan judul asli “Hatta la Nankhadi’a Haqiqah As Syi’ah”.
  • [12] Ibnu Taimiyah, Minhajus Sunnah, VII/406; I/58,59, 89,90; II/607.
  • [13] Lihat Shalih bin Abdul Qadir, Ad Darwisy, Kasih Sayang : hubungan erat antara ahlul baet dengan para Sahabat Nabi saw., terj. Abdurrahman, hal. 87
  • [14] Ushul Kaafi, II/219 dalam Kitab Mauqif Syaihul Islam Ibn Taimiyah minar Rafidhah, I/62.
  • [15] Al Minhaj, VII/418, 419.
  • [16] Al Minhaj, VIII/13
  • [17] Al Minhaj, VIII/545
  • [18] Lihat Mohammad Baharun, Epistemologi Antagonisme Syi’ah: dari Imamah sampai Mut’ah, hal. 64.
  • [19] Lebih dari sepuluh sifat lihat Kitab Mauqif Syaihul Islam Ibn Taimiyah minar Rafidhah di maktabah syamilah dari hal 65-83.
  • [20] Al Minhaj, VII/319