Penegak Kebenaran

Melatih diri untuk terus menuntut ilmu dan memberikan informasi yang sesuai dengan ajaran Islam berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Nabi. Berusaha sekuat tenaga untuk mengamalkan dengan harapan akan menjadi Penegak Kebenaran yang diridloi Allah SWT.

Pengusung Peradaban

Menjadikan madrasah, pesantren, dan tempat pendidikan lainnya sebagai tempat thalabul ilmi agar terbentuk generasi muda yang kuat, cerdas, dan taqkwa sehingga suatu saat dapat menjadi mujahid masa depan dan menjadi Pengusung Peradaban yang bermoral dan berakhlaq Islami.

Penerang Kegelapan

Bekerja keras untuk selalu mengamalkan dan mengimplementasikan ilmu agama dan ilmu pengetahuan lain sebagai salah satu kewajiban muslim dengan harapan dapat menjadi Penerang Kegelapan. Berbagi informasi dalam kebaikan dan takwa serta saling menasihati dalam kebenaran

Memperkuat Aqidah

Melatih generasi muda sedini mungkin melalui berbagai media pendidikan exact dan non-exact sebagai bekal hidup di masa depan untuk mewujudkan penjuang masa depan yang mandiri, kuat, disiplin, dan amanah.

Disiplin

Menyalurkan bakat dan mengembkangkan kemampuan generasi muda melalui berbagai kegiatan positif dengan harapan dapat tertanam sikap persaudaraan, persahabatan, dan disiplin.

Search

PENGANTAR TAFSIR MUQARIN


oleh: Deni Solehudin

Menurut Dawud Al-At}ar,[1] Al-Qur'an adalah mukjizat dalam semua seginya, dalam semua keadaannya. Ia adalah mukjizat dalam harakat-harakatnya, huruf-hurufnya, kata-katanya, ayat-ayatnya, serta surah-surah dalam mushafnya. Ia adalah mukjizat dalam berita dan kabarnya, dalam perintah dan larangannya, ketetapan dan penafiannya. Ia adalah mukjizat dalam seni dan jalinan polanya, dalam susunan kalimat lahir dan kandungannya, tidak hanya di masa tertentu saja, tapi untuk segenap jin dan manusia hingga hari kiamat.
Ungkapan yang senada disampaikan oleh Al-Syaikh Kha[2]
Dari ungkapan di atas, diketahui bahwa salah satu aspek kemukjizatan Al-Qur'an  adalah dari segi tutur bahasa. Al-Khat{ta>by mengemukakan bahwa tutur bahasa itu dibangun atas tiga hal yaitu: kata yang memangku makna, makna yang berdiri padanya, dan pertalian yang merangkai antara keduanya.[3] Selanjutnya Al-Khat{ta>by  menyatakan:
”Apabila Anda menelaah Al-Qur'an maka Anda akan menemukan ketiga hal tersebut ada dalam Al-Qur'an dan berada pada posisi paling mulia dan utama, sehingga Anda tidak akan mendapatkan kata-kata yang lebih fasih, lebih kuat, dan lebih manis daripada kata-kata Al-Qur'an. Juga tidak akan menemukan struktur yang memiliki rangkaian rangkaian lebih indah, lebih serasi dan lebih padu daripada strukturnya. Adapun makna-maknanya telah disaksikan oleh akal sebagai makna yang termaju dalam babnya dan menduduki derajat paling tinggi dalam ciri-ciri dan sifat-sifatnya.[4]
Mus}t}afa S}a>diq al-Ra>fi’ mengatakan bahwa Al-Qur'an kata-katanya tersusun dari huruf-huruf yang bila dibuang salah satunya, diganti dengan yang lain, atau disisipi dengan huruf lain, maka akan menimbulkan cacat yang kentara atau kelemahan yang jelas dalam alur matra dan irama lagu, perasaan pendengar dan citarasa bahasa, keserasian ungkapan dan kecemerlangan ucapan, dan koherensi huruf-huruf.[5] Huruf itu memegang kata tempat ia berada, dan melalui kata memegang ayat, kemudian melalui ayat memegang ayat-ayat yang lain.[6]
Satu kata atau huruf dalam Al-Qur'an tidak dapat diganti dengan yang lain, bahkan tidak ada harakat atau bunyi yang tidak berada pada tempatnya sebagaimana diungkapkan oleh Al-Khat}ta>by : ”lafal yang terletak pada tempatnya; bila diganti, maka maknanya akan rusak atau hilang keanggunan yang dapat melunturkan aspek balagahnya”.[7]
Dalam menggali ataupun memahami ayat-ayat Al Qur’an diperlukan perangkat-perangkat dan instrumen keilmuan yang lain, seperti Ilmu Nahwu, Sharaf (Bahasa Arab), Fiqh, Ushul Fiqh, Ulumul Qur’an, dan ilmu-ilmu lain yang diperlukan. Memang memahami ayat-ayat Al Quran dengan benar tidaklah mudah, sejarah mencatat, terdapat beberapa kosa kata pada ayat Al-Qur’an yang tidak difahami oleh sebagian sahabat nabi dan sahabat langsung menanyakan hal tersebut kepada Nabi, namun untuk masa kita saat ini akan bertanya kepada siapa tatkala kita menemukan beberapa ayat yang sulit untuk difahami. Belum lagi ayat-ayat mutasyabihat yang masih banyak mengandung misteri dari maksud ayat tersebut secara tertulis.
Oleh karenanya, dalam memahami Al Qur’an diperlukan metode dan pendekatan-pendekatan untuk menafsirkan al Qur’an, salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengungkap segi kemukjizatan Al-Qur’an adalah dengan menggunakan metode muqarin.

A.    Metode Muqarin (Komparatif atau Perbandingan)
1.      Pengertian
Secara etimologis kata muqarin adalah merupakan bentuk isim al-fa’il dari kata qarana, maknannya adalah membandingkan antara dua hal. Jadi dapa dikatakan tafsir muqarin adalah tafsir perbandingan. Secara terminologis adalah menafsirkan sekelompok ayat Al Qur’an atau suatu surat tertentu dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat, atau atara ayat dengan hadits, atau antara pendapat ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan[1]
Dari berbagai literarur yang ada, pengertian metode Muqarin dapat dirangkumkan dalam beberapa pemahaman : (1). Metode yang membandingkan teks (nash) ayat-ayat Al Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, atau memiliki redaksi yang berbeda bagi suatu kasus yang sama, (2). Adalah membandingkan ayat Al Qur’an dengan hadits yang pada lahirnya terlihat adanya pertentangan, (3). Membandingkan berbagai pendapat ulama tafasir dalam menafsirkan Al Qur’an. Adapun tujuan penafsiran Al Qur’an secara Muqarin adalah untuk membuktikan bahwa antara ayat Al Qur’an satu dengan yang lainnya, antara ayat Al Qur’an dengan matan suatu hadits tidak terjadi pertentangan.
2.      Ciri-ciri Metode Muqarin (perbandingan/komparatif)
Dilihat dari aspek sasaran (objek) bahasa terdapat tiga aspek yang dikaji dalam perbandingan, yaitu :
a.       Perbandingan ayat dengan ayat[2]
Perbandingan dalam aspek ini dapat dilakukan pada semua ayat, baik itu pemakaian mufradat, urutan kata maupun kemiripan redaksi, semua hal ini dapat dibandingkan. Jika yang akan dibandingkan itu memiliki kemiripan redaksi, maka langkah-langkah nya adalah sebagai berikut :
1)     Mengidentifikasi dan mengumpulkan ayat-ayat Al Qur’an yang redaksinya bermiripan, sehingga dapat diketahui mana ayat yang mirip dan mana ayat yang tidak mirip.
2)      Memperbandingkan antara ayat-ayat yang redaksinya bermiripan, memperbincangkan satu kasus yang sama, atau dua kasus yang berbeda dalam suatu redaksi yang sama.
3)      menganalisis perbedaan yang terkandung di dalam berbagai redaksi yang berbeda dalam menggunakan kata dan susunan dalam ayat.
4)      Memperbandingkan antara berbagai pendapat para mufasir tentang ayat yang dijadikan objek bahasan.[3]
b.      Perbandingan ayat dengan hadits[4]
Perbandingan penafsiran dalam aspek ini terutama yang dilakukan adalah terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang tampak pada lahirnya bertentangan dengan hadits-hadits Nabi yang diyakini Shahih, hadits-hadits yang dinyatakan dhoif tidak perlu dibandingkan dengan Al Qur’an, karena level dan kondisi keduanya tidak seimbang. Hanya hadits yang shahih saja yang akan dikaji dalam aspek ini apabila ingin dibandingkan dengan ayat-ayat Al Qur’an. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :
1)     Menghimpun ayat-ayat yang pada lahirnya tampak bertentangan dengan hadits-hadits Nabi, baik ayat-ayat tersebut mempunyai kemiripan redaksi dengan ayat-ayat lain atau tidak.
2)     Membandingkan dan menganalisis pertentangan yang dijumpai di dalam kedua teks ayat dan hadits
3)     Membandingkan antara berbagai pendapat para ’ulama tasir dalam menafsirkan ayat dan hadits.

c.       Perbandingan pendapat para mufasir
Apabila yang dijadikan objek pembahasan perbandingan adalah pendapat para ’ulama tafsir dalam menafsirkan suatu ayat, maka metodenya adalah :
1)   Menghimpun sejumlah ayat-ayat yang hendak dijadikan objek studi tanpa menoleh terhadap redaksinya itu mempunyai kemiripan atau tidak.
2)   Melacak berbagai pendapat ’ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut.
3)   Membandingkan pendapat-pendapat mereka untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan identitas dan pola berpikir dari masing-masing mufasir serta kecenderungan-kecenderungan dan aliran-aliran yang mereka anut.
Tafsir dengan metode muqarin (perbandingan) mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Namun apapun yang terjadi, metode ini menjadi amat penting tatkala para mufasir hendak mengembangkan pemikirannya dalam menafsirkan Al Qur’an dengan cara yang rasional dan objektif, sehingga kita mendapatkan gambaran yang komprehensif berkenaan dengal latar belakang lahirnya suatu penafsiran dan sekaligus dapat dijadikan perbandingan dan pelajaran dalam mengembangkan penafsiran Al Qur’an pada periode-periode selanjutnya.
Adapun kelebihan metode muqarin adalah sebagai berikut :
1)      Memberikan wawasan yang luas
2)      Membuka diri untuk selalu bersikap toleran
3)      Dapat mengetahui berbagai penafsiran
4)      Membuat mufasir lebih berhati-hati
Sedangkan kekurangan dari metode muqarin adalah sebagai berikut :
1)      Tidak cocok untuk pemula
2)      Kurang tepat untuk memecahkan masalah kontemporer
3)      Menimbulkan kesan pengulangan pendapat para mufasir
Demikianlah pengantar untuk kumpulan makalah ini dibuat,  mudah-mudahan bermanfaat.


[1] Abu al-Hayy Al-Farmawy,  Al-Bidayah Fi al-Tafsir al-maudhu’iy (Mesir : Maktabah al-Jumhuriyyah, 1977),  hlm.45.
[2] Al-Suyuthy dalam kitabnya Al-Burhan fi Ulumil Qur’an membahas kajian ini dalam bahasan ilmu mutasyabih.
[3] Nasrudin Baidah, Metodologi Penafsiran Al Qur’an (Yogyakarta : Pustaka Pelajar), hlm.69.

[4] Untuk kajian ini anda dapat melihat diantaranya dari Kitab Karya Ibn Qutaibah yang berjudul Ta’wil Mukhtalifil Hadis