PENGANTAR TAFSIR MUQARIN
Ditulis oleh Taraweh - Monday, December 10, 2012. Muqaranah,Muqarin,Pengantar Tafsir Muqarin,Tafsir,Tafsir Muqarin - No comments
oleh: Deni Solehudin
Menurut Dawud Al-At}ar,[1]
Al-Qur'an adalah mukjizat dalam semua seginya, dalam semua keadaannya. Ia
adalah mukjizat dalam harakat-harakatnya, huruf-hurufnya, kata-katanya,
ayat-ayatnya, serta surah-surah dalam mushafnya. Ia adalah mukjizat dalam
berita dan kabarnya, dalam perintah dan larangannya, ketetapan dan penafiannya.
Ia adalah mukjizat dalam seni dan jalinan polanya, dalam susunan kalimat lahir
dan kandungannya, tidak hanya di masa tertentu saja, tapi untuk segenap jin dan
manusia hingga hari kiamat.
Ungkapan yang
senada disampaikan oleh Al-Syaikh Kha[2]
Dari ungkapan di
atas, diketahui bahwa salah satu aspek kemukjizatan Al-Qur'an adalah dari segi tutur bahasa. Al-Khat{ta>by
mengemukakan bahwa tutur bahasa itu dibangun atas tiga hal yaitu: kata yang
memangku makna, makna yang berdiri padanya, dan pertalian yang merangkai antara
keduanya.[3]
Selanjutnya Al-Khat{ta>by menyatakan:
”Apabila Anda
menelaah Al-Qur'an maka Anda akan menemukan ketiga hal tersebut ada dalam
Al-Qur'an dan berada pada posisi paling mulia dan utama, sehingga Anda tidak
akan mendapatkan kata-kata yang lebih fasih, lebih kuat, dan lebih manis
daripada kata-kata Al-Qur'an. Juga tidak akan menemukan struktur yang memiliki
rangkaian rangkaian lebih indah, lebih serasi dan lebih padu daripada
strukturnya. Adapun makna-maknanya telah disaksikan oleh akal sebagai makna
yang termaju dalam babnya dan menduduki derajat paling tinggi dalam ciri-ciri
dan sifat-sifatnya.[4]
Mus}t}afa
S}a>diq al-Ra>fi’ mengatakan bahwa Al-Qur'an kata-katanya tersusun dari
huruf-huruf yang bila dibuang salah satunya, diganti dengan yang lain, atau
disisipi dengan huruf lain, maka akan menimbulkan cacat yang kentara atau
kelemahan yang jelas dalam alur matra dan irama lagu, perasaan pendengar dan
citarasa bahasa, keserasian ungkapan dan kecemerlangan ucapan, dan koherensi huruf-huruf.[5]
Huruf itu memegang kata tempat ia berada, dan melalui kata memegang ayat,
kemudian melalui ayat memegang ayat-ayat yang lain.[6]
Satu kata atau
huruf dalam Al-Qur'an tidak dapat diganti dengan yang lain, bahkan tidak ada
harakat atau bunyi yang tidak berada pada tempatnya sebagaimana diungkapkan
oleh Al-Khat}ta>by : ”lafal yang terletak pada tempatnya; bila diganti, maka
maknanya akan rusak atau hilang keanggunan yang dapat melunturkan aspek
balagahnya”.[7]
Dalam menggali ataupun memahami ayat-ayat Al Qur’an
diperlukan perangkat-perangkat dan instrumen keilmuan yang lain, seperti Ilmu
Nahwu, Sharaf (Bahasa Arab), Fiqh, Ushul Fiqh, Ulumul Qur’an, dan ilmu-ilmu
lain yang diperlukan. Memang memahami ayat-ayat Al Quran dengan benar tidaklah
mudah, sejarah mencatat, terdapat beberapa kosa kata pada ayat Al-Qur’an yang
tidak difahami oleh sebagian sahabat nabi dan sahabat langsung menanyakan hal
tersebut kepada Nabi, namun untuk masa kita saat ini akan bertanya kepada siapa
tatkala kita menemukan beberapa ayat yang sulit untuk difahami. Belum
lagi ayat-ayat mutasyabihat yang masih banyak mengandung misteri dari
maksud ayat tersebut secara tertulis.
Oleh karenanya, dalam
memahami Al Qur’an diperlukan metode dan pendekatan-pendekatan untuk
menafsirkan al Qur’an, salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengungkap
segi kemukjizatan Al-Qur’an adalah dengan menggunakan metode muqarin.
A.
Metode Muqarin (Komparatif
atau Perbandingan)
1.
Pengertian
Secara etimologis
kata muqarin adalah merupakan bentuk isim al-fa’il dari kata qarana,
maknannya adalah membandingkan antara dua hal. Jadi dapa dikatakan tafsir muqarin
adalah tafsir perbandingan. Secara terminologis adalah menafsirkan
sekelompok ayat Al Qur’an atau suatu surat tertentu dengan cara membandingkan
antara ayat dengan ayat, atau atara ayat dengan hadits, atau antara pendapat
ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari obyek yang
dibandingkan[1]
Dari
berbagai literarur yang ada, pengertian metode Muqarin dapat dirangkumkan dalam
beberapa pemahaman : (1). Metode yang membandingkan teks (nash) ayat-ayat Al
Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau
lebih, atau memiliki redaksi yang berbeda bagi suatu kasus yang sama, (2).
Adalah membandingkan ayat Al Qur’an dengan hadits yang pada lahirnya terlihat
adanya pertentangan, (3). Membandingkan berbagai pendapat ulama tafasir dalam
menafsirkan Al Qur’an. Adapun tujuan penafsiran Al Qur’an secara Muqarin adalah
untuk membuktikan bahwa antara ayat Al Qur’an satu dengan yang lainnya, antara
ayat Al Qur’an dengan matan suatu hadits tidak terjadi pertentangan.
2.
Ciri-ciri Metode Muqarin
(perbandingan/komparatif)
Dilihat dari aspek
sasaran (objek) bahasa terdapat tiga aspek yang dikaji dalam perbandingan,
yaitu :
a.
Perbandingan ayat
dengan ayat[2]
Perbandingan dalam
aspek ini dapat dilakukan pada semua ayat, baik itu pemakaian mufradat, urutan
kata maupun kemiripan redaksi, semua hal ini dapat dibandingkan. Jika yang akan
dibandingkan itu memiliki kemiripan redaksi, maka langkah-langkah nya adalah
sebagai berikut :
1)
Mengidentifikasi dan
mengumpulkan ayat-ayat Al Qur’an yang redaksinya bermiripan, sehingga dapat
diketahui mana ayat yang mirip dan mana ayat yang tidak mirip.
2)
Memperbandingkan
antara ayat-ayat yang redaksinya bermiripan, memperbincangkan satu kasus yang
sama, atau dua kasus yang berbeda dalam suatu redaksi yang sama.
3)
menganalisis
perbedaan yang terkandung di dalam berbagai redaksi yang berbeda dalam
menggunakan kata dan susunan dalam ayat.
4)
Memperbandingkan
antara berbagai pendapat para mufasir tentang ayat yang dijadikan objek bahasan.[3]
b.
Perbandingan ayat
dengan hadits[4]
Perbandingan
penafsiran dalam aspek ini terutama yang dilakukan adalah terhadap ayat-ayat Al
Qur’an yang tampak pada lahirnya bertentangan dengan hadits-hadits Nabi yang
diyakini Shahih, hadits-hadits yang dinyatakan dhoif tidak perlu dibandingkan
dengan Al Qur’an, karena level dan kondisi keduanya tidak seimbang. Hanya hadits
yang shahih saja yang akan dikaji dalam aspek ini apabila ingin dibandingkan
dengan ayat-ayat Al Qur’an. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :
1)
Menghimpun ayat-ayat
yang pada lahirnya tampak bertentangan dengan hadits-hadits Nabi, baik
ayat-ayat tersebut mempunyai kemiripan redaksi dengan ayat-ayat lain atau
tidak.
2)
Membandingkan dan
menganalisis pertentangan yang dijumpai di dalam kedua teks ayat dan hadits
3)
Membandingkan antara
berbagai pendapat para ’ulama tasir dalam menafsirkan ayat dan hadits.
c.
Perbandingan pendapat
para mufasir
Apabila yang
dijadikan objek pembahasan perbandingan adalah pendapat para ’ulama tafsir
dalam menafsirkan suatu ayat, maka metodenya adalah :
1)
Menghimpun sejumlah
ayat-ayat yang hendak dijadikan objek studi tanpa menoleh terhadap redaksinya
itu mempunyai kemiripan atau tidak.
2)
Melacak berbagai
pendapat ’ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut.
3)
Membandingkan
pendapat-pendapat mereka untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan identitas
dan pola berpikir dari masing-masing mufasir serta
kecenderungan-kecenderungan dan aliran-aliran yang mereka anut.
Tafsir dengan metode muqarin
(perbandingan) mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Namun apapun yang
terjadi, metode ini menjadi amat penting tatkala para mufasir hendak
mengembangkan pemikirannya dalam menafsirkan Al Qur’an dengan cara yang
rasional dan objektif, sehingga kita mendapatkan gambaran yang komprehensif
berkenaan dengal latar belakang lahirnya suatu penafsiran dan sekaligus dapat
dijadikan perbandingan dan pelajaran dalam mengembangkan penafsiran Al Qur’an
pada periode-periode selanjutnya.
Adapun kelebihan
metode muqarin adalah sebagai berikut :
1)
Memberikan wawasan
yang luas
2)
Membuka diri untuk
selalu bersikap toleran
3)
Dapat mengetahui
berbagai penafsiran
4)
Membuat mufasir lebih
berhati-hati
Sedangkan kekurangan dari metode muqarin
adalah sebagai berikut :
1)
Tidak cocok untuk
pemula
2)
Kurang tepat untuk
memecahkan masalah kontemporer
3)
Menimbulkan kesan
pengulangan pendapat para mufasir
Demikianlah
pengantar untuk kumpulan makalah ini dibuat,
mudah-mudahan bermanfaat.
[1] Abu
al-Hayy Al-Farmawy, Al-Bidayah Fi al-Tafsir al-maudhu’iy (Mesir :
Maktabah al-Jumhuriyyah, 1977), hlm.45.
[2]
Al-Suyuthy dalam kitabnya Al-Burhan fi Ulumil Qur’an membahas kajian ini dalam
bahasan ilmu mutasyabih.
[4]
Untuk kajian ini anda dapat melihat diantaranya dari Kitab Karya Ibn Qutaibah
yang berjudul Ta’wil Mukhtalifil Hadis