QUO VADIS AHMADIYAH
Ditulis oleh Taraweh - Thursday, March 29, 2018. AHMADIYAH,QUO VADIS,QUO VADIS AHMADIYAH - No comments
QUO VADIS AHMADIYAH
Oleh : Shiddiq Amien
Tulisan Ust Shiddiq Amien (Rahimahullohu) ini sengaja kami muat kembali,
untuk mengingatkan ikhwatu iman bagaimana sepak terjang dan gigihnya
orang-orang Ahmadiyah dan para pembelanya sampai sekarang berjuang untuk diakui
sebagai bagian dari ajaran Islam dan tidak menjadi keyakinan yang menodai
ajaran Islam itu sendiri.
Mantan Presiden petama RI-
Ir.Soekarno- dalam bukunya, Di Bawah Bendera Revolusi, jilid 1, Gunung
Agung Jakarta, 1963, hal. 345 menulis : “ Saya tidak percaya bahwa Mirza
Ghulam Ahmad seorang nabi, dan belum percaya pula bahwa ia seorang mujaddid
(pembaharu) “. Jauh sebelum Bung Karno
Ustadz A.Hassan pada tahun l930-an telah menunjukkan kesesatan Ahmadiyah
melalui perdebatan fenomenal dengan tokoh Ahmadiyah, Abubakar Ayub.
Muhamadiyyah juga telah menyatakan bahwa yang mempercayai Mirza Ghulam Ahmad
sebagai nabi dalah kafir.
Di Pakistan yang merupakan tempat lahir Ahmadiyah, pertentangan dan konflik
antara umat Islam dengan Ahmadiyah berlangsung sejak Mirza masih hidup. Pada
tahun 1933 saat Pakistan masih bersatu dengan India, para ulama dan masyarakat
muslim turun ke jalan-jalan di Lahore menuntut agar Ahmadiyah dinyatakan
sebagai non muslim. Pergolakan sosial waktu itu memaksa penguasa Hindu untuk
meminta pendapat para intelektual, antara lain Sir Muhammad Iqbal. Menjawab
pertanyaan Pandit Jawaharlal Nehru, Perdana Mentri India waktu itu , Iqbal
menegaskan bahwa wahyu kenabian sudah final dan siapapun yang mengaku dirinya
sebagai nabi penerima wahyu setelah Muhammad saw adalah pengkhianat terhadap
Islam. Iqbal menangkap banyak kemiripan antara Ahmadiyah dengan Babiyah di
Persia (Iran), yang pendirinya mengklaim
mendapat wahyu. Menurut Iqbal kedua tokoh aliran sesat ini merupakan alat
politik “belah bambu” kolonial Inggris di India, dan imperialis Rusia yang
menjajah Asia Tengah dan sebagain Persia. Akidah mereka adalah kepasrahan
kepada penguasa penjajah (political servility). Jika pemerintah Rusia
mengizinkan Babiyah membuka markas mereka di Ishqabad, Turkmenistan, pemerintah
Inggris merestui Ahmadiyah mendirikan pusat kegiatan mereka di Woking, tenggara
England. ( Islam and Ahmadism,
Islamabad, 1990:8).
Pada 1953, konflik kembali terjadi. Syed Abul A’la Maududi bersama
masyarakat Pakistan kembali mendesak pemerintah Pakistan untuk menetapkan
Ahmadiyah bukan Islam. Pengadilan militer Pakistan waktu itu malah memenjarakan
Maududi. Dua puluh tahun kemudian, pemerintah Pakistan tidak melihat lagi cara
yang terbaik dalam menyelesaikan masalah Ahmadiyah, kecuali mengakomodasi
tuntutan umat Islam dengan menyatakan Ahmadiyah sebagai non-Islam. Keputusan
itu dituangkan dalam amandemen Konstitusi Pakistan tahun 1973 dan diumumkan
oleh Majelis Nasional Pakistan tahun 1974.
Konfrensi Organisasi-Organisasi Islam Se-Dunia yang diadakan di Makkah
Al-Mukarramah pada tanggal 14-18 Rabiul Awwal 1394 H/ 1973M telah menetapkan bahwa Ahmadiyah itu kafir
dan di luar Islam.
Prof.Dr.Wahbah Az-Zuhaili, ulama anggota Majma’ Fiqh Al-Islami, dalam kitab
Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu (8:5082) mengutip keputusan Fatwa Majma’Fiqh
Al-Islami tentang Al-Qadiyaniyah, disebutkan bahwa Majlis Majma Fiqh Al Islami
dari Munadzamah Al Mu’tamar Al Islami dalam Muktamar ke 2 di Jeddah, 10-16
Rabi’u Tsani 1406 H/ 22-28 Desember 1985, setelah mengkaji secara mendalam
telah menyatakan bahwa Ahmadiyah baik Qadianiyah maupun Lahoriyah adalah
murtad, di luar Islam. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Munas ke-2 tgl 26
Mei s/d 1 Juni 1980 juga menetapkan hal yang sama bahwa Ahmadiyah di luar
Islam, sesat dan menyesatkan. Fatwa itu kemudian dipertegas kembali pada Munas
MUI Juli 2005. Terakhir pada tanggal 16 April 2008 Badan
Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem) menyatakan bahwa
Jemaat Ahmadiyah Indonesia sebagai kelompok sesat dan merekomendasikan perlunya
diberi peringatan keras lewat suatu keputusan bersama Menteri Agama, Jaksa
Agung dan Mentri Dalam Negeri sesuai dengan UU No.1/PNPS/1965 agar Ahmadiyah
menghentikan segala aktifitasnya. Menurut Kepala Badan Litbang dan Diklat
Departemen Agama, Atho Mudzhar, yang juga ketua Tim Pemantau, selama tiga bulan
Bakorpakem memantau 55 komunitas Ahmadiyah di 33 kabupaten. Sebanyak 35 anggota
tim pemantau telah bertemu 277 warga Ahmadiyah, ternyata ajaran Ahmadiyah tetap
menyimpang. Di seluruh cabang, Mirza Ghulam Ahmad (MGA) tetap diyakini sebagai
nabi setelah Nabi Muhammad saw. Mereka juga meyakini bahwa kitab Tadzkirah adalah
kumpulan wahyu yang diterima MGA.
Ahmadiyah di Indonesia sepertinya begitu percaya diri, mengingat banyak
pihak yang dengan gigih membela kesesatan mereka
(sampai kini- red). Majalah Mingguan Tempo edisi Mei 2008 meminta
agar para ulama segara meminta maaf kepada penganut Ahmadiyah. Adnan Buyung
Nasution salah seorang anggota Dewan Pertimbangan Presiden dengan gaya
meledak-ledak dan provokatif sepertinya siap mati demi membela ajaran nabi
palsu made England ini. Ade Armando dalam tulisannya di Majalah Madina dalam
judul : Preman Berjubah, Pemerintah dan Ahmadiyah, juga tampil sebagai
tameng bagi Agama Ahmadiyah. Yang dia maksud dengan “preman berjubah” (sebuah
istilah yang dimunculkan pertama kali oleh Prof.Dr.Syafi’i Ma’arif dalam kolom
Resonansi Republika ) tentu saja umat Islam yang menolak Ahmadiyah. Padahal
yang menetapkan Ahmadiyah kafir, di luar Islam, adalah Majma’ Fiqh Al-Islami,
Organisasi Ulama Islam Internasional. Tak ketinggalan juga Gus Dur masuk dalam jajaran
ini, di sela-sela acara tasyakur PKB kubunya di hotel Sheraton Bandara Soekarno
Hatta, Ahad 4/5, menyatakan siap melindungi Ahmadiyah dan siap menjadi saksi
ahli mendampingi Ahmadiyah dalam proses hukum. Selain itu ada juga mereka yang
menamakan dirinya Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
(AKBB) yang di dalamnya ada : LBH Jakarta, JIL, Yayasan Anand Asram, Pastor,
dsb. yang mendukung eksistensi Ahmadiyah dan mengecam fatwa sesat MUI.
Para pendukung ajaran sesat ini selalu berlindung di balik HAM. Menurut
mereka penganut Ahmadiyah dijamin kebebasannya oleh Konstitusi. Melarang
Ahmadiyah berarti melanggar Hak Asasi Manusia. Di sini nampak sekali mereka telah melakukan penyalah gunaan
kebebasan (abuse of freedom) dan HAM. Pembelaan mereka bukan atas
kebebasan beragama, tapi kebebasan menodai dan merusak agama. Apa yang
diperbuat MGA dengan Ahmadiyahnya ibarat membangun rumah baru di dalam rumah
orang lain. Yang dipersoalkan bukan hak dan kebebasan mendirikan rumah, akan
tetapi lokasinya di dalam rumah orang lain, dan konsekwensinya merusak rumah
yang sudah lebih dulu ada ! Dengan meyakini MGA sebagai nabi pasca Nabi
Muhammad saw dan meyakini Tadzkirah sebagai wahyu, MGA dan Ahmadiyah telah
melakukan penodaan dan penghinaan terhadap Islam. Menurut Saharudin Daming,
anggota Komna HAM, Soal kebebasan beragama, seseorang bebas memilih, namun
tidak bebas menyimpang apalagi merusak suatu agama. Menurut Saharudin orang
atau kelompok yang melarang MUI mengeluarkan fatwa sesat bagi Ahmadiyah malah ia telah melanggar HAM. Langkah MUI
dengan mengeluarkan fatwa justru untuk menegakkan HAM. Konstitusi menjamin kebebasan
beragama, bukan kebebasan merusak agama.
Mereka juga berdalih bahwa kaum muslimin harus mengedepankan kasih sayang
dari pada kekerasan dalam menyikapi Ahmadiyah. Dr. Syamsuddin Arif dalam
tulisannnya Jalan Keluar Bagi Ahmadiyah di situs swaramuslim menyarankan
agar pemikiran seperti itu lebih tepat
diberikan kepada Pemerintah Amerika dan Zionis Israel agar memakai kasih sayang
dan menghentikan kekersan dan kekejian terhadap kaum muslimin di Irak dan
Palestina. Syamsuddin menegaskan Abu Bakar as-Shiddiq ra adalah orang yang
paling penyayang di kalangan umatku (arhamu ummati), sabda Rasulullah
saw. Namun manakala muncul sekelompok orang yang durhaka kepada Allah dan Rasulullah, beliau tidak
segan-segan mengambil tindakan tegas atas mereka. Perkara Ahmadiyah bukan
persoalan kebebasan beragama. Islam memberikan kebebasan kepada siapapun untuk
memeluk-bukan merusak- agama apapun, sesuai dengan QS. Al-Baqarah :256 dan
Al-Kafirun :6. Tak heran jika Rasulullah saw sebagai kepala negara bersikap
tegas terhadap para nabi palsu semacam Musailamah dan Thulaihah, bertobat atau
diperangi ( lihat: Imam al-Mawardi, Al-Hawi al-Kabir, Cetakan Beirut, Darul
Kutub al-Ilmiyah, jilid 13 : 109 ). Mirza Ghulam Ahmad dan pengikutnya telah
durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya. Andaikata statusnya muslim, maka sudah
semestinya tunduk pada ketetapan hukum Islam yang berlaku. Namun jika statusnya
sudah non muslim, maka terpulang kepada negara, apakah akan mengakui dan
melindungi keberadaannya sebagai agama baru- selain Hindu, Budha, Islam,
Katholik dan Protestan- ataukah sebaliknya. Pakar tata negara Yusril Ihza
Mahendra (era muslim 9/5-08) mengusulkan untuk mengakhiri polemik, baiknya
pemerintah segera bikin keputusan Ahmadiyah sebagai minoritas non-Islam, dan
dilarang menggunakan simbol-simbol Islam.
Fa aina Tadzhabun Ahmadiyah ?
Tafsir Maudlu’i Makna Dzolim Dalam Al-Qur’an
Ditulis oleh Taraweh - Thursday, November 30, 2017. Dzolim,Dzolim Dalam Al-Qur’an,Makna Dzolim Dalam Al-Qur’an - No comments
Makna Dzolim Dalam Al-Qur’an
Rogifi Rogib Fiddiin
Tafsir Hadits II
A. Pendahuluan
Segala puji
hanyalah milik Allah SWT yang telah memberikan kepada kita nikmat yang yang
begitu besar , terutama nikmat Iman dan Islam. Manusia di ciptakan oleh Allah
SWT tiada lain hanyalah untuk beribadah, sesuai dengan firman Allah dalam
Al-Qur’an surat Adz-Dzari’at ayat 56 yang artinya : “Tidaklah kami menciptakan
manusia dan jin hanyalah untuk beribadah kepadaKu”. Dalam ayat di atas salah
satunya yang di sebutkan adalah manusia, yaitu kewajibannya hanyalah beribadah
kepada Allah SWT.
Dalam kehidupan
yang sungguh ironis ini di kalangan kaum muslim , semua orang muslim sudah
mengetahui terhadap ayat di atas bahkan sebagian orang sudah faham bahwa hal
itu merupakan kewajiban, tapi mengapa di kalangan muslim sendiri banyak yang
melalaikannya, tidak memperhatikannnya, bahkan meninggalkannya, inilah masalah
kaum muslim yang tidak pernah mereka sadari terhadap kewajibannya itu , yaitu
beribadah kepada Allah SWT.
Ibadah itu
tidak hanya kita dengan Allah saja , tapi ada juga ibadah yang hubungannya itu
dengan sesama manusia. Yaitu ada Ibadah Mahdoh dan ibadah Ghoir Mahdoh, ada
Habluminallah dan ada Habluminannas. Sering kali manusia mengabaikan hal yang
berbau ibadah, ada orang itu yang benar-benar tidak tahu dasarnya, nah orang
yang seperti itu kita maklumi, ada yang tahu dalilnya bahwa kita itu harus
begini-begini berdasarkan dalilnya , tapi orang itu tak pernah melaksanakannya;
orang tersebut di namakan dzolim, dan ada juga yang terus menerus seperti itu
dan akhirnya Allah mengantantarkan keinginan orang itu , sampai hati orang itu
hatinya Allah kunci.
Sering kali
kita mendengar ungkapan dzolim di kalangan masyarakat, contoh : “Jangan
mendzolim pada diri sendiri lahh hidup itu”. Ungkapan dzolim di sana di artikan
di kalangan masyarakat umum adalah menganiaya/menyakiti, maksudnya
jangan menyakiti diri sendiri. Lalu apa yang di sebut dzolim menurut agama?.
Insya Allah
pada kesempatan kali ini saya akan menerangkan sedikitnya tentang dzolim, apa
yang di sebut dzolim itu ?, bagaimana yang mendzolim itu?.
B.
Landasan Teoritis
1.
Makna Lafadz
Kata dzolim
berasal dari kata ظلم-يظلِم-ظُلمًا-مَظلمةً
, yang artinya
itu menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Atau juga yang artinya itu menganiaya,
dan dalam Al-Qur’an ada kata ظُلُمَاتٌ, yaitu artinya kegelapan.
2.
Ayat-ayat
tentang Dzolim dalam Al-Qur’an
Surat
An-Nur:40, surat An-Naml:63, surat Al-An’am:1, surat Al-Baqarah:257, surat
Al-Maidah:16, surat Ibrohim:5, surat Al-Anbiya:87, surat Al-An’am:122, surat
Ar-Ra’du:19, surat Al-An’am:39, surat Al-Baqarah:17-18, surat Az-Zumar:6, surat
Yasin:37, Luqman:13, Hud:18, Al-Insan:15, Az-Zumar:3, Hud:8, Al-An’am:21,
Al-Ankabut:68, Ash-Shaff:7, As-Syuraa:40,42, Al-Isra:33, Fatir:32, An-Naml:44,
Al-Qasas:16, An-Nisa:64, Al-Baqarah:35, Al-A’raf:16, Al-Baqarah:231,
An-Nahl:33, Al-Baqarah:57, Al-A’raf:160, Al-An’am:82, Al-Kahfi:33, Az-Zumar:47,
An-Najmu:52, Ghoofir:31, Qaff:29.
3.
Pembagian
Dzolim
Menurut Imam
Rogib Al-Asfahani dalam kitabnya Al-Mu’jam Mufrodat Fi Alfaadil Qur’an, dzolim
itu terbagi kepada tiga macam, yaitu :
a)
Dzolim antara
manusia dengan Allah
b)
Dzolim antara
manusia dengan manusia
c)
Dzolim antara
manusia dengan hawa nafsunya
C. Pembahasan
Dzolim secara
bahasa mengandung pengertian "aniaya". Dzolim secara istilah
mengandung pengertian "berbuat aniaya terhadap diri sendiri atau orang
lain dengan cara-cara bathil yang keluar dari jalur syariat Agama Islam".
Dikatakan bahwa dzolim itu tidak adanya cahaya, dan berkumpulnya kegelapan[1].
Firman Allah :
-أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ يَغْشَاهُ مَوْجٌ مِنْ
فَوْقِهِ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ سَحَابٌ ظُلُمَاتٌ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ إِذَا
أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا
فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ. النور:40
Artinya: Atau
seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh gelombang demi
gelombang, di atasnya ada lagi awan gelap gulita yang berlapis-lapis. Apabila
ia mengeluarkan tangannya hampir tidak dapat melihatnya. Barang siapa yang
tidak di beri cahaya (petunjuk) oleh Allah, maka dia tidak mempunyai cahaya
sedikit pun. (An-Nur:40)
Ibnu Katsir
menafsirkan : ayat ini tentang orang dzolim yang dikunci oleh Allah hati,
penglihatan, dan pendengaran mereka, sebagaimana firman Allah ta’ala dengan
ayat lain :”Allah telah mengunci kepada hati-hati mereka dan pendengaran
mereka dan penglihatan mereka telah tertutup, dan bagi mereka siksa yang sangat
berat”[2].
Dan tafsiran ayat ini وَمَنْ
لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ, yaitu
barang siapa yang Allah tidak beri petunjuk, maka orang itu celaka, sesat,
sebagaimana dalam keterangan lain “Barang siapa yang Allah sesatkan maka tidak
ada yang bisa memberi petunjuk padanya”.[3]
Sesuai dengan
yang di atas bahwa dzolim di bagi menjadi tiga bagian :
a)
Dzolim antara
manusia dengan Allah :
Dzolim yang paling
tinggi adalah Syirik dan kufur sesuai
dengan Firman Allah :
-وَإِذْ
قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ.لقمان:13
Artinya : Dan
ingatlah ketika luqman berkata kepada anaknya, yaitu ketika dia memberi
pelajaran kepadanya. Wahai anakku janganlah engkau mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah benar – benar kedzoliman yang
sangat besar. (Luqman :13)
Dalam Shohih muslim ketika turun
surat Al-An’am ayat 82, yaitu الذين
آمنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم , terjadi pertentangan di antara para sahabat , yaitu
kata para sahabat : Bagaimana kami jangan mendzolim pada diri sendiri ? Rosul
menjawab : yaitu perkataan luqman yang ,melarang musyrik kepada Allah itu merupakan
khabar dari Allah yang terpisah dari ucapan Luqman yang menjadi penguat makna
dari ayat yang tadi, dan setelah itu turunlah ayat 13 surat luqman yang
melarang kepada anaknya untuk musyrik kepada Allah. Dan kata بظلم itu artinya dalam ayat tersebut merupakan kemusyrikan[4].
-وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ
افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ
الظَّالِمُونَ. الأنعام:21
Artinya : Dan
siapakah yang lebih Dzolim dari pada orang-orang yang mengada-adakan suatu
kebohongan terhadap Allah, atau yang mendustakan ayat-ayatnya ? sesungguhnya
orang-orang dzolim itu tidak beruntung. (Al-An’am :21)
Dalam ayat yang
lain :
-وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى
اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ
مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ. الأنكبوت:68
Artinya : Dan
siapakah yang lebih dzolim dari pada yang mengada-adakan kebohongan terhadap
Allah atau orang yang mendustakan yang haq, ketika yang haq itu datang
kepadanya ? bukankah dalam neraka jahannam ada tempat bagi orang-orang kafir ?
(Al-Ankabut :68)
Ibnu Katsir menafsirkan
ayat itu adalah orang dzolim itu selalu mendustakan kebenaran ketika kebenaran itu
datang , maksdunya Al-Qur’an itu selalu di dustakan. Karena terlalu sering
mendzolim maka Allah dalam ayat tersebut menekankan seperti itu, dan seterusnya
dalam ayat itu bahwa neraka jahannam di sediakan bagi orang-orang kafir. Dan
Allah tidak pernah mendzolim mereka sedikit pun. Dan di tafsirkan dengan ayat
lain[5] :
-وَمَنْ
أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ
وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ مِثْلَ مَا أَنْزَلَ
اللَّهُ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ
وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ
تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ
الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ. الأنعام :93
Artinya : Dan
siapakah yang lebih dzolim dari pada yang mengada-adakan kebohongan terhadap
Allah atau orang yang berkata,”Telah di wahyukan kepadaku”, padahal tidak di
wahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata, “Aku akan menurunkan
seperti apa yang di turunkan Allah.” (Alangkah ngerinya) sekiranya engkau
melihat pada waktu orang-orang dzolim (berada) dalam kesakitan sakaratul
maut sedang para malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata),
“Keluarkanlah nyawamu.” Pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang sangat
menghinakan, karena kamu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar
dan karena kamu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya. (Al-An’am :93)
-وَمَنْ
أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى
الْإِسْلَامِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ. الصف :7.
Artinya : Dan
siapakah yang lebih dzolim dari pada yang mengada-adakan kebohongan terhadap
Allah, padahal dia diajak kepada (agama) Islam. Dan Allah tidak akan memberi
petunjuk kepada orang-orang yang dzolim. (Ash-Shaff:7)
Orang-orang yang mengada-adakan kebohongan
terhadap Allah adalah orang-orang yang menjadikan bagi Allah itu andad dan
sekutu. Dan Allah itu mengunci hati-hati orang-orang yang dzolim.[6]
b)
Dzolim antara
manusia dengan manusia :
-وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ
فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ. الشورى :40.
Artinya : Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang
setimpal, tapi barang siapa yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang
berbuat jahat), maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai
orang-orang yang dzolim. (Asy-Syuraa :40)
Di
tafsirkan dengan ayat lain :
Artinya : Dan barang siapa yang menyerang kalian, maka seranglah
mereka seperti serangan mereka terhadap kalian.
Maksud
pahalanya dari Allah ialah, Allah tidak akan mengabaikan orang itu ,
sebagaimana dalam hadits “Tidaklah Allah menambah kepada seorang hamba yang
memberi maaf pada orang lain, melainkan kemuliaan”.[8] Maksud
dari ayat “sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang dzolim” adalah , yaitu
orang-orang yang melampaui batas, yang suka memulai dengan kejahatan.[9]
-إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى
الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ
أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ. الشورى :42.
Artinya :
Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat dzolim kepada
manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu
mendapat siksa yang pedih. (Asy-Syuraa :42)
Ibnu Katsir
menafsirkan , bahwa orang yang melampaui batas adalah orang yang suka memulai
dengan berbuat dzolim terhadap manusia.[10]
-وَلَا
تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَمَنْ قُتِلَ
مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلَا يُسْرِفْ فِي الْقَتْلِ
إِنَّهُ كَانَ مَنْصُورًا. الاسراء :33.
Artinya : Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah
(membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa yang
dibunuh secara dzolim, maka sungguh, Kami telah memberi kekuasaan kepada
walinya, tetapi janganlah walinya itu melampaui batas dalam pembunuhan.
Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapat pertolongan. (Al-Isra’:33)
Larangan dari
membunuh jiwa dengan cara yang tidak dibenarkan syar’i, sebagaimana dalam
hadits :”Tidak halal darah seseorang yang sudah bersyahadat, kecuali dengan
tiga perkara : Qishas (jiwa dengan jiwa), orang yang zina’ muhson, orang yang
meninggalkan agamanya dan memisahkan diri dari al-jamaah”[11]
c)
Dzolim antara
manusia dengan hawa nafsunya :
-ثُمَّ
أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ
ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ
بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ. فاطر :32
Artinya : Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang
Kami pilih, diantara hamba-hamba kami, lalu diantara mereka ada yang mendzolimi
diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat
kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.
(Fathir :32)
Dalam tafsir Ibnu Katsir hamba yang Allah pilih itu menjadi tiga
bagian, Pertama ; orang yang dzolim pada diri sendiri yaitu orang yang
melampaui batas dalam mengerjakan sebagian yang wajib dan mengerjakan sebagian
yang haram, Kedua ; yaitu yang pertengahan, orang yang memenuhi yang wajib,
meninggalkan yang haram, dan kadang meninggalkan sebagian yang sunnah dan
mengerjakan sebagian yang makruh, Ketiga ; orang yang lebih dulu berbuat
kebaikan, yaitu orang yang mengerjakan yang wajib dan sunnah, dan meninggalkan
yang haram, makruh dan sebagian yang mubah.[12]
-قِيلَ
لَهَا ادْخُلِي الصَّرْحَ فَلَمَّا رَأَتْهُ حَسِبَتْهُ لُجَّةً وَكَشَفَتْ عَنْ
سَاقَيْهَا قَالَ إِنَّهُ صَرْحٌ مُمَرَّدٌ مِنْ قَوَارِيرَ قَالَتْ رَبِّ إِنِّي
ظَلَمْتُ نَفْسِي وَأَسْلَمْتُ مَعَ سُلَيْمَانَ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
النمل:44
Artinya : Di katakan kepadanya (Balqis),”Masuklah ke dalam istana.
Maka ketika dia (Balqis) melihat (lantai istana) itu, dikiranya kolam air yang
besar, dan disingkapkannya penutup kedua betisnya. Dia (Sulaiman) berkata ,
“Sesungguhnya ini hanyalah lantai istana yang di lapisi kaca.” Dia (Balqis)
berkata, “Ya Tuhan-ku, sungguh aku telah berbuat dzolim terhadap diriku. Aku
berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan seluruh alam. (An-Naml :44)
-وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ
اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا
اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا.
النّساء:64
Artinya : Dan kami tidak mengutus seorang rosul melainkan untuk
ditaati dengan izin Allah. Dan sungguh, sekiranya mereka telah mendzolimi
dirinya yang datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampunan kepada Allah, dan
rosul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha
Penerima Taubat, Maha penyayang. (An-Nisa :64)
-وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ
فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَلَا
تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ
نَفْسَهُ وَلَا تَتَّخِذُوا آيَاتِ اللَّهِ هُزُوًا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ
عَلَيْكُمْ وَمَا أَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنَ الْكِتَابِ وَالْحِكْمَةِ يَعِظُكُمْ
بِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ. البقرة:231
Artinya : Dan apabila kamu menceraikan istri-istri (kamu), lalu
sampai (akhir) idahnya, maka tahanlah mereka dengan cara yang baik, atau
ceraikanlah mereka dengan cara yang baik (pula). Dan janganlah kamu tahan
mereka dengan maksud jahat untuk mendzolimi mereka. Barang siapa melakukan
demikian, maka dia telah mendzolimi dirinya sendiri. Dan janganlah kamu jadikan
ayat-ayat Allah sebagai bahan ejekan. Ingatlah nikmat Allah kepada kamu, dan
apa yang telah diturunkan Allah kepada kamu yaitu kitab (Al-Qur’an) dan hikmah
(Sunnah), untuk memberi pengajaran kepadamu. Dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah mengetahui segala sesuatu. (Al-Baqarah :231)
-هَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا أَنْ تَأْتِيَهُمُ الْمَلَائِكَةُ أَوْ
يَأْتِيَ أَمْرُ رَبِّكَ كَذَلِكَ فَعَلَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَمَا
ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ. النحل:33
Artinya : Tidak ada yang ditunggu mereka (orang kafir) selain
datangnya para malaikat kepada mereka atau datangnya perintah Tuhan-mu.
Demikianlah yang telah diperbuat oleh orang-orang (kafir) sebelum mereka. Allah
tidak mendzolimi mereka, justru merekalah yang (selalu) mendzolimi diri mereka
sendiri. (An-Nahl :33)
-وَقُلْنَا يَاآدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا
مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا
مِنَ الظَّالِمِينَ. البقرة:35
Artinya : Dan Kami Berfirman, “Wahai Adam! Tinggallah engkau dan
istrimu di dalam surga, dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada
di sana sesukamu, tetapi janganlah kamu dekati pohon ini, nanti kamu termasuk
orang-orang yang dzolim! (Al-Baqarah :35)
Ditafsirkan dengan ayat lain :
-فَدَلَّاهُمَا
بِغُرُورٍ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا
يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ وَنَادَاهُمَا رَبُّهُمَا أَلَمْ
أَنْهَكُمَا عَنْ تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ وَأَقُلْ لَكُمَا إِنَّ الشَّيْطَانَ
لَكُمَا عَدُوٌّ مُبِينٌ. الأعراف :22.
Artinya : Dia (syetan) membujuk mereka dengan tipu daya. Ketika
mereka mencicipi (buah) pohon itu, tampaklah oleh mereka auratnya, maka
mulailah mereka menutupinya dengan daun-daun surga. Tuhan menyeru mereka,
“Bukankah Aku telah Melarang kamu dari pohon itu dan Aku telah Mengatakan bahwa
sesungguhnya Syetan adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?”(Al-A’raf :22)
Kemudian
mereka berdua mengakui kesalahannya dan berdo’a :
-قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ
لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ. الاعراف:23
Artinya : Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah mendzolimi
diri kami sendiri. Jika Engkau tidak Mengampuni kami dan Memberi rahmat kepada
kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi. (Al-A’raf :23)
D. Kesimpulan
Orang dzolim
adalah orang yang hatinya tertutup bagaikan lautan yang dalam yang diliputi
gelombang demi gelombang, orang yang mendustakan kebenaran, dan semakin orang itu sering mendzolimi dirinya
sendiri, maka Allah akan mengunci hati orang tersebut , sesuai dengan FirmanNya
di atas bahwa Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang yang
dzolim. Dan ingatlah Allah tidak pernah mendzolimi manusia , tapi manusia
sendiri yang mendzolim dirinya sendiri. Dan Allah tidak akan pernah menyiksa
orang yang berbuat salah dengan ketidak tahuannya, tetapi Allah akan menyiksa
orang yang berbuat salah , dan dia itu tahu bahwa hal itu salah. Mendzolimi
diri sendiri sama halnya mencelakakan diri sendiri ke jurang kesengsaraan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Al-Qur’an
Al-Karim
Ø Rogib Al-Ashfhahani , Al-Mu’jam Mufrodat Fi Alfaadil Qur’an,cet.1, Darul Kutub Ilmiah, tahun.
Ø Tafsir Al-Qurtubi, Darul
Maktabah Al-Hilal, cet.1, tahun 1410 H, ( maktabah syamilah)
Ø Tafsir Ibnu Katsir, cet.Beirut,
Darul Fikr , tahun.2001
Ø Tafsir Ibnu Katsir, cet.1 Darul
Kutub Ilmiah, tahun.1419 H, (maktabah syamilah)
[1]Rogib Al-Ashfhahani , Al-Mu’jam
Mufrodat Fi Alfaadil Qur’an,cet.1,
Darul Kutub Ilmiah, tahun.2003 hal.352
[2] Al-Qur’an Al-Karim, Al-Baqarah.7
[3] Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, cet.Beirut, Darul Fikr,
tahun 2001, hal.297-298
[4] Tafsir Al-Qurtubi, Darul Maktabah Al-Hilal, cet.1, tahun
1410 H, ( maktabah syamilah)
[5] Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, cet.Beirut, Darul Fikr ,
tahun.2001, hal 423
[6] Tafsir Ibnu Katsir, jilid 4, cet.Beirut, Darul Fikr ,
tahun.2001, hal.362
[7] Al-Qur’an Al-Karim, Al-Baqarah:194
[8] Tafsir Ibnu Katsir, jilid 4, cet.Beirut, Darul Fikr ,
tahun.2001, hal.119
[9] Ibid,
[10] Tafsir Ibnu Katsir, cet.1 Darul Kutub Ilmiah, tahun.1419 H,
(maktabah syamilah)
[11] Tafsir Ibnu Katsir, jilid.3, cet.Beirut, Darul Fikr,
tahun.2001, hal.39
[12] Tafsir Ibnu Katsir, cet.1 Darul Kutub Ilmiah, tahun.1419 H,
(Maktabah Syamilah)