Penegak Kebenaran

Melatih diri untuk terus menuntut ilmu dan memberikan informasi yang sesuai dengan ajaran Islam berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Nabi. Berusaha sekuat tenaga untuk mengamalkan dengan harapan akan menjadi Penegak Kebenaran yang diridloi Allah SWT.

Pengusung Peradaban

Menjadikan madrasah, pesantren, dan tempat pendidikan lainnya sebagai tempat thalabul ilmi agar terbentuk generasi muda yang kuat, cerdas, dan taqkwa sehingga suatu saat dapat menjadi mujahid masa depan dan menjadi Pengusung Peradaban yang bermoral dan berakhlaq Islami.

Penerang Kegelapan

Bekerja keras untuk selalu mengamalkan dan mengimplementasikan ilmu agama dan ilmu pengetahuan lain sebagai salah satu kewajiban muslim dengan harapan dapat menjadi Penerang Kegelapan. Berbagi informasi dalam kebaikan dan takwa serta saling menasihati dalam kebenaran

Memperkuat Aqidah

Melatih generasi muda sedini mungkin melalui berbagai media pendidikan exact dan non-exact sebagai bekal hidup di masa depan untuk mewujudkan penjuang masa depan yang mandiri, kuat, disiplin, dan amanah.

Disiplin

Menyalurkan bakat dan mengembkangkan kemampuan generasi muda melalui berbagai kegiatan positif dengan harapan dapat tertanam sikap persaudaraan, persahabatan, dan disiplin.

Search

Sahabat dan Orang-Orang Munafik

 Sahabat dan Orang-Orang Munafik

Orang-orang syiah, meyakini bahwa orang-orang yang hidup sekitar Nabi saw, adalah sahabat. Sebagaimana dalam tulisan-tulisan mereka bahwa sahabat itu ada yang benar-benar beriman, ada yang munafik, dan ada pula yang di hatinya apa penyakit.  Kajian ini terkait dengan adalah (keadilan) sahabat yang ahlus sunnah wal jama'ah meyakini bahwa semua sahabat itu adil, sedangkan syiah meyakini bahwa tidak semua sahabat itu adil, sebagaimana disebutkan bahwa di antara mereka ada yang munafik, ada yang fasik, bahkan mayoritas mereka murtad sepeninggal Rasulullah saw. Betulkah demikian? Baiklah kita luruskan akar permasalahannya.

Adakah seseorang yang mengingkari keberadaan
orang-orang munafik bersama Rasulullah saw.?

Adakah seseorang yang mengingkari sesungguhnya Alloh
swt. telah memuji para sahabat dalam sejumlah ayat?

Apakah Al Qur’an memisahkan/membedakan antara keduanya
ini?

Adakah seseorang yang mengingkari hadits ‘al haudh’ ?

Itu semua merupakan kenyataan-kenyataan  yg kuat tidak dapat
dipungkiri dan diingkari lagi. Tetapi bagaimana mengkompromikan semua itu?

Bagaimana mungkin menyamakan antara sahabat-sahabat  yang dipuji
oleh Alloh dalam ayat-ayat-Nya dan menjanjikan kepada mereka kekal dalam surga,
mereka juga adalah orang-orang yang murtad setelah wafatnya nabi saw. ?

Ini semua butuh kepada penelitian dan tadabbur dengan
hati yg jernih, kepada Alloh lah kita memohon taufiq menuju kepada apa yang ia
cintai dan ridhai.

Apakah Al Qur’an membedakan antara sahabat dan
orang-orang munafik?


Perhatikanlah ayat berikut :


101. di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu[657]
itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. mereka
keterlaluan dalam kemunafikannya. kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka,
(tetapi) kamilah yang mengetahui mereka. nanti mereka akan Kami siksa dua kali
kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.

[657] Maksudnya:
orang-orang Badwi yang berdiam di sekitar Madinah. (Fn dari Tafsir Depag)

Ayat 101 Q.S. At Taubah di atas akan lebih jelas kalau
dibaca ayat sebelumnya :

 
100. orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan
Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang
besar.

Sebagaimana ayat2 lain mengenai keberadaan para
sahabat dan keberadaan orang-orang munafik, apakah sebagian dari
sahabat-sahabat itu munafik atau yang satu bukan bagian dari yang lainnya.

Tidak diragukan lagi, bahwa tidak sedikit ayat-ayat yang
turun mengenai para sahabat, demikian juga ayat-ayat yang turun mengenai
orang-orang munafik. Dengan mentadabburi semuanya itu, dengan terang menderang
bagi yg hatinya bersih, sekalipun orang awam bahwa para sahabat bukanlah
orang-orang munafik, dan begitu juga sebaliknya. Kalau tidak demikian, apa
faedah Al-Qur’an membedakan antara keduanya? Ketika Al Qur’an memuji dan
menyanjung para sahabat, tidak dimaknai mereka orang2 munafik. Ketika mencela
orang-orang munafik dan menjanjikan mereka dgn siksa neraka dan azab, maka
jelas itu tdk dimaksud sahabat. Itu sebagaimana Alloh memisahkan antara orang2
mukmin dan orang2 kafir, antara orang2 taqwa dengan orang2 fajir.

Adapun perbedaan antara sahabat dan orang-orang
munafik di dalam Al Qur’an itu sangat jelas, terang benderang pada khitab Alloh
untuk mereka. Anda akan mendapati dalam satu surat, Alloh memuji kepada
orang-orang yang beriman kemudian mencela orang-orang munafik. Ini menunjukkan bahwa
golongan itu bukan termasuk golongan yg ini.

Alloh berfirman :

54. dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari
mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya
dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak
(pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.

55. Maka janganlah
harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki
dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam
kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam
Keadaan kafir.

56. dan mereka
(orang-orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa Sesungguhnya mereka
Termasuk golonganmu; Padahal mereka bukanlah dari golonganmu, akan tetapi
mereka adalah orang-orang yang sangat takut (kepadamu).

Alloh swt. menerangkan bahwasanya orang-orang munafik
bersumpah bahwa mereka termasuk golongan sahabat, kemudian memberitakan bahwa
mereka tidak termasuk dari golongan sahabat.



Perhatikan lagi Q.S. at Taubah ayat 100-101.

وقال تعالى:
{وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ
اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ
لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ
الْفَوْزُ الْعَظِيمُ . وَمِمَّنْ حَوْلَكُم مِّنَ الأَعْرَابِ مُنَافِقُونَ
وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَرَدُواْ عَلَى النِّفَاقِ لاَ تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ
نَعْلَمُهُمْ سَنُعَذِّبُهُم مَّرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ
عَظِيمٍ}.

Dalam kedua ayat di atas, Alloh swt. menjelaskan bahwa
Dia menjanjikan kaum Muhajirin dan Anshor surge dan mereka kekal di dalamnya.
Janji Alloh adalah hak, tdk mungkin Alloh menyalahinya. Kemudian Alloh
menerangkan keberadaan orang2 munafik di Madinah dan sekitarnya, ini
menunjukkan sesungguhnya orang-orang Muhajirin dan Anshor bukanlah orang-orang
munafik, begitu juga sebaliknya.

Guru Harus Paham Lingkungan

Menag : Guru Harus Paham Lingkungan
Makassar(Pinmas)--Guru harus ``paham`` perubahan yang terjadi pada lingkugannya, selain harus terus menerus mengasah kemampuan mengajar juga tak boleh kalah dengan santri atau para muridnya dalam hal ilmu pengetahuan, kata Dirjen Bimas Islam Prof. Nasaruddin Umar MA di Makassar, Senin.

Dirjen Bimas Islam mewakili Menteri Agama Suryadharma Ali pada rapat koordinasi Kantor wilayah Kementeerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan --- menyatakan merasa perlu menekankan hal ini karena tak sedikit tenaga pengajar seolah tak perlu tahu akan persoalan bangsa dan masalah aktual yang terjadi di sekitarnya.

Guru harus `peka` dengan persoalan di sekitarnya. Jangan sampai murid lebih pandai dari gurunya. Seperti persoalan konsep Negara Islam Indonesia (NII), radialisme, paham sekuler dan lainnya, katanya.

Menjadi guru tak perlu merasa takut akan kesepian, karena untuk menambah ilmu pengetahuan banyak tersebar perpustakaan, internet dan sumber informasi lain yang bisa diperoleh. "Jangan menonton tontonan tak mendidik. Jauhkan sikap malas," imbaunya.

Dirjen Bimas Islam memberi apresiasi atas laporan Kakanwil Kemenag Dr. H. Hamka MAg yang menyebut lulusan UN 2011, yang diikuti 10.120 peserta tingkan MAN/MAS dengan presentase kelulusan di atas 98 persen. Jika dibanding tahun-tahun sebelumnya, dari lembaga pendidikan Islam biasanya presentase kelulusannya tak terlalu baik.

Hal itu mengandung makna ada kemajuan. Tapi, sesungguhnya yang diinginkan dari proses pendidikan bukan itu saja, masih ada yaitu jangan sampai anak semakin pandai namun semakin kurang ajar dengan orangtua.

Jadi, pendidikan pada esensinya adalah menjadikan seseorang intelek dalam berfikir, cerdas secara spiritual dan berakhlak. Kecerdasan dan angka prestasi sekolah harus berbanding lurus dengan akhlak.

``Apa kata agama, diikuti olah yang bersangkutan. Apa yang dikerjakaan orang tersebut sesuai dengan nilai agamanya,`` ia menjelaskan.

Ke depan, Nasaruddin berharap dunia pendidikan di tanah air tak melulu memasang target pada aspek kualitas prestasi tapi juga mengindahkan kualitas yang didalamnya termuat pembelajaran tentang ahlak. Pendidikan tak bisa dilakukan dengan pendekata ``kacamata kuda``, tetapi harus dilakukan secara konprehensif.

Karena itu pula seorang guru tak harus melulu berpandangan pada bidang yang digeluti, atau menjadi bidangnya saja. Ia harus tahu lainnya. Misal seorang guru IPA jugaharus tahu pelajaran yang mendasar, seperti soal mandi hadas besar, tata cara berwudu, katanya.

Sesuai dengan ajaran Islam, guru harus meningkatkan diri. Karena itu ayat yang turun, Iqra, hendaknya dapat dipahami dan dapat diaplikasikan, katanya penuh harap. (ant/es)
Sumber : http://www.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=7424