Showing posts with label Kajian Al-Qur'an. Show all posts
Showing posts with label Kajian Al-Qur'an. Show all posts
Tahrif Qur'an
Ditulis oleh Taraweh - Monday, February 20, 2012. Kajian Al-Qur'an,syiah,Tahrif - 1 comment
http://www.syiahindonesia.com/index.php/akhbar-syiah/syiah-indonesia/674-syiah-hadits-tentang-tahrif-al-quran-adalah-palsu
Bantahan Atas Tudingan Adanya Riwayat Tahrif Al Qur’an Dalam Kitab-Kitab Sunny
Ditulis oleh Taraweh - Saturday, March 12, 2011. Hukum Islam,Kajian Al-Qur'an - 1 comment
Saudara-saudaraku yang seiman dan sekeyakinan, sebagaimana telah kita ketahui bahwa banyak riwayat-riwayat tahrif (perubahan) Al Qur’an dalam kitab-kitab Syiah. Namun orang-orang syiah sekarang membantah adanya riwayat tersebut dan berupaya sekuat tenaga untuk membantahnya. Dan tidak berhenti di situ, bahkan mereka balik menuding bahwa dalam kitab-kitab sunny pun banyak riwayat tahrif. Salah satu tulisan mereka adalah sebagai berikut:
Orang Syi’ah wrote :
Hadis Perubahan Al-Quran dalam Kitab Ahlus Sunnah
Seperti yang sudah disebutkan bahwa Al-Kafi bukanlah kitab shahih, yang hadisnya pun sampai sekarang masih diteliti, makanya tidak bernama “Shahih Al-Kafi”. Lucunya (atau tidak lucunya) di dalam kitab Ahlus Sunnah, yang bernama Shahih Bukhari atau Shahih Muslim, juga terdapat hadis tentang perubahan Al-Quran. Bedanya, ini kitab shahih! Tentu saja shahih menurut penulisnya. Jadi di dalam Shahih Bukhari atau Muslim tidak perlu pengklasifikasian hadis, karena semuanya shahih (menurut saudara Ahlus Sunnah).
Bantahan :
Kita tidak menyangkal bahwa memang hadits2 di Bukhori dan Muslim adalah shahih semua. Semua tuduhan ttg kedua kitab ini, insya Allah banyak sanggahannya.
Yang lucu adalah tuduhan ketika Imam Bukhori, Imam Ahmad, dll Imam Ahli Sunnah tidak meyakini adanya tahrif, tiba2 orang2 syiah menuding ada tahrif di kitab-kitab mereka (imam ahli sunnah). Siapa yang bodoh? Siapa yg keliru? Atau memang mereka sudah biasa menggunakan kitab2 ahli sunnah untuk kepentingannya walaupun harus berbohong atau memalingkan makna menurut sekehendak nafsunya.
Ini adalah sebagian tudingan mereka (dan ternyata sumber utamanya adalah risalah Al-Qazwainy yang berjudul ”Syubhatul Qaul fi tahrifil Qur’an ‘inda ahlis sunnah”) :
Orang Syi’ah wrote :
Tentang Surah Al-Lail
Dari Qabshah ibn Uqbah yang berasal dari Ibrahim ibn Al-Qamah. Ia berkata kepada kami: “Saya bersama pengikut Abdullah ibn Ubay datang ke Syam. Abu Darda’ yang mendengar kedatangan kami segera datang dan bertanya: ‘Adakah di antara kalian yang membaca Al-Quran?’ Orang-orang menunjuk saya. Kemudian ia berkata: ‘Bacalah!’ Maka saya pun membaca: Wal-Laili idzaa yaghsyaa, wan-nahaari idzaa tajallaa, wadzdzakraa wal-untsaa… Mendengar itu dia bertanya: ‘Apakah engkau mendengar dari mulut temanmu Abdullah ibn Ubay?’ Saya menjawab: ‘Ya.’ Ia melanjutkan: ‘Saya sendiri mendengarnya dari mulut Nabi SAW. Dan mereka menolak untuk menerimanya’.” (Shahih Bukhari, Kitab At-Tafsir, bab Surah wal-Laili idzaa yaghsyaa; pada catatan kaki As-Sanadiy, jilid III, hlm. 139; jilid VI, hlm. 21; jilid V, hlm. 35; Musnad Ahmad, jilid VI, hlm. 449, 451; Ad-Durr Al-Mantsur, jilid VI, hlm. 358 dari Said ibn Manshur, Ahmad Abd ibn Hamid, Bukhari, Muslim, Turmudzi, Nasa’i, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Ibnu Marduwaih, Ibn Al-Qamah, dll.) Padahal yang tertulis dalam Al-Quran sekarang adalah Wal-Laili idzaa yaghsyaa, wan-nahaari idzaa tajallaa, wamaa khalaqadzdzakraa wal-untsaa…
Bantahan
Kita lihat riwayat lengkap dari hadits di atas, kemudian kita lihat bagaimana ‘ta’liq’ Ibnu Hajar. Boleh jadi atau mudah2an Al Qazwainy menyadari dan berhenti berbuat tadlis (di sini akan dibuktikan siapa yang tadlis) dan dusta, dan mengetahui dengan yakin bahwa kebathilan2nya itu talinya pendek (ungkapan Arab)
Riwayat lengkap
حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ بْنُ عُقْبَةَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ دَخَلْتُ فِي نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِ عَبْدِ اللَّهِ الشَّأْمَ فَسَمِعَ بِنَا أَبُو الدَّرْدَاءِ فَأَتَانَا فَقَالَ أَفِيكُمْ مَنْ يَقْرَأُ فَقُلْنَا نَعَمْ قَالَ فَأَيُّكُمْ أَقْرَأُ فَأَشَارُوا إِلَيَّ فَقَالَ اقْرَأْ فَقَرَأْتُ { وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى } وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى قَالَ أَنْتَ سَمِعْتَهَا مِنْ فِي صَاحِبِكَ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ وَأَنَا سَمِعْتُهَا مِنْ فِي النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهَؤُلَاءِ يَأْبَوْنَ عَلَيْنَا
(BUKHARI - 4562) : Telah menceritakan kepada kami Qabishah bin Uqbah Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Al A'masy dari Ibrahim dari Alqamah ia berkata; Aku bergabung dalam suatu kelompok yang terdiri dari sabahat-sahabatnya Abdullah Asy Sya'a, lalu Abu Darda` mendengar kami, maka ia pun bergegas datang. Kemudian ia bertanya, "Adakah di antara kalian yang bisa membaca (Al Qur`an)?" kami menjawab, "Ya, ada." Ia bertanya lagi, "Lalu, siapakah diantara kalian yang paling bagus bacaannya?" Maka mereka pun menunjuk ke arahku. Abu Darda' berkata, "Kalau begitu, bacalah." Maka aku pun membaca, "WAL LAAILI IDZAA YAGHSYAA WAN NAHAARI IDZAA TAJALLAA WADZ DZAKARI WAL UNTSAA." Ia bertanya lagi, "Apakah kamu mendengarnya langsung dari bibir temanmu (Ibnu Mas'ud)?" aku menjawab, "Ya." Ia berkata, "Kalau aku mendengarnya langsung dari bibir Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, namun orang-orang itu mengingkarinya."
Cat : Sebagaimana telah kita ketahui bahwasanya telah terdapat macam2 qiroah, ada yang shahih (mutawatir) ada yang syad. Ibnu Hajar (Al Fath, 8/707) menyatakan dalam kesimpulan paparannya: Hadits di atas menjadi penjelas bahwasanya qiroah Ibn Mas’ud adalah seperti itu, dalam sanad lain sesungguhnya ia membaca {والذي خلق الذكر والأنثى}, seperti itulah bacaan dalam kitab2 qiroah2 syaadzah (ruksak/menyalahi yang shahih). Riwayat ini tdk disebutkan oleh Abu ‘Ubaid kecuali hanya melalui jalan Hasan Bisri ... kemudian bacaan ini tdk ditukil kecuali dari orang yg disebut di sini, dan boleh jadi bacaan ini termasuk yg dihapus bacaannya dan tidak sampai kepada Abu Darda dan kepada orang yg disebut bersamanya. Dan yang mengherankan adalah penukilan bacaan ini para hufadz dari orang2 Kufah dari Alqomah dan dari Ibnu Mas’ud, dan hanya kepada mereka berdua berakhir bacaan ini di Kufah, kemudian tidak ada seorang pun yang membaca seperti itu dari mereka. Begitu juga Ahli Syam mengambil qiroah dari Abu Darda dan tidak ada seorang pun dari mereka yang membaca seperti itu. Dengan demikian ini menguatkan bahwasanya bacaan seperti itu telah dinasakh.
Orang Syi’ah wrote :
Ayat Rajam
Umar ibn Khaththab berkata: “Bila bukan karena orang akan mengatakan bahwa Umar menambah (ayat) ke dalam Kitab Allah, akan kutulis ayat rajam dengan tanganku sendiri.” (Shahih Bukhari, bab Asy-Syahadah ‘indal-Hakim fi Wilayatil-Qadha; Al-Itqan, jilid II, hlm. 25-26; Ad-Durr Al-Mantsur, jilid I, hlm. 230; jilid V, hlm. 179 dari Imam Malik, Bukhari, Muslim, dan Ibnu Dhurais, dan hlm. 180 berasal dari Nasa’i, Ahmad, Ibnu Auf; Musnad Ahmad, jilid I, hlm. 23, 29, 36, 40, 43, 47, 50, 55; jilid V, hlm. 132, 183; Hayat Ash-Shahabah, jilid II, hlm. 12; jilid III, hlm. 449) Jadi, Umar meyakini Ayat Rajam itu ada dalam Al-Quran, tapi kenyataannya tidak ada. Tapi Umar tidak menulisnya karena takut ucapan orang-orang bahwa Umar menambah ayat. Seperti itulah yang dijelaskan As-Suyuthi dalam Al-Itqan jilid II, hlm. 26, mengutip tulisan Az-Zarkasyi: “Tampaknya penulisan ayat tersebut boleh saja. Hanya ucapan oranglah yang mencegah (Umar melakukan) hal itu… Seharusnya ayat itu dimasukkan ke dalam Al-Quran, ayat itu semestinya ditulis.” Ayat rajam ini juga pernah disebut-sebut waktu saya (pertama kali) belajar Ulumul-Quran di kampus
Bantahan :
Sesungguhnya ayat ini telah dimansukh bacaan dan hukumnya tetap (Mansukh tilawah, Tsabitatul Hukmi). Dan nampaklah bahwa Al Qazwainy tidak banyak menelaah kepada referensi2 agamanya karena terlalu asyik menyerang kepada ahlus sunnah. Seandainya ia berhenti sebentar dan menengok sebentar kepada referensi2 syiah, sungguh ia mengetahui apa yg ia ingin singkabkan aib untuk ahli sunnah justru ada di refensi2 syiah sendiri. Saya akan sebutkan kepada Al Qazwainy sebagian riwayat2 dari referensi2 syiah sendiri supaya ia tdk tergesa2 menghukumi orang lain sebelum melihat diri sendiri, sebagai berikut :
1 - عن حماد عن الحلبي عن أبي عبد الله (ع) في حديث قال: إذا قال الرجل لامرأته: لم أجدك عذراء، وليس له بينة.
قال: يجلد ويخلّى بينه وبين امرأته.
قال: كانت آية الرجم في القرآن "الشيخ والشيخة فارجموهما البتة بما قضيا الشهوة"(15).
2 - عن يونس بن عبد الله بن سنان قال: قال أبو عبد الله (ع): الرجم في القرآن قول الله عز وجل: "إذا زنى الشيخ والشيخة فارجموهما البتة فإنهما قضيا الشهوة"(16).
3 - عن أبي جعفر (ع) أنه قال: كانت آية الرجم في القرآن: "الشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتة فإنهما قضيا الشهوة"(17).
4 - هشام بن سالم عن سليمان بن خالد قال: قلت لأبي عبد الله (ع) في القرآن؟ قال: نعم. قلت: كيف؟ قال: "الشيخ والشيخة فارجموهما البتة فإنهما قضيا الشهوة"(18).
5 - عن إسماعيل بن خالد قال: قلت لأبي عبد الله (ع): في القرآن رجم؟ قال: نعم، "الشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتة فإنهما قضيا الشهوة"(19). براءة أهل السنة من شبهة القول بتحريف القران (ص: 16)
ويقول الطوسي في كتابه "التبيان في تفسير القرآن ج1 ص13:
"لا يخلو النسخ في القرآن من أقسام ثلاثة: أحدها - نسخ حكمه دون لفظه - كآية العدة في المتوفى عنها زوجها المتضمنة للسنة في الحكم منسوخ والتلاوة باقية وآية النجوى وآية وجوب ثبات الواحد للعشرة فإن الحكم مرتفع، والتلاوة باقية وهذا يبطل قول من منع جواز النسخ في القرآن لأن الموجود بخلافه. والثاني - ما نسخ لفظه دون حكمه، كآية الرجم فإن وجوب الرجم على المحصنة لا خلاف فيه، والآية التي كانت متضمنة له منسوخة بلا خلاف وهي قوله: (والشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتة، فإنهما قضيا الشهوة جزاء بما كسبا نكالاً من الله والله عزيز حكيم). الثالث: ما نسخ لفظه وحكمه، وذلك نحو ما رواه المخالفون من عائشة: أنه كان فيما أنزل الله أن عشر رضعات تحرمن، ونسخ ذلك بخمس عشرة فنسخت التلاوة والحكم.
At Thusy dalam kitabnya “At Tibyan fi Tafsiril Qur’an, I/13” menyatakan :”Nasakh dalam al Qur’an itu tdk terlepas dari tiga macam : … kedua : nasakh lafaz, hukumnya tetap berlaku, seperti ayat rajam….
Dari ungkapan di atas, jelaslah bahwa ahli tafsir dari kalangan syiah pun tidak menyebutkan ayat rajam sebagai contoh tahrif, hanya syiah gulath (ektrims) yg menyatakan seperti itu, sebagai pembelaan, yg alih2 menutup-nutupi adanya tudingan tahrif terhadap al quran dgn balik menyerang adanya tahrif di dlm kitab2 sunni malah lebih membuktikan aib sendiri yaitu sebagaimana saya simpulkan bahwa kebiasaan orang2 rafidhah adalah kalau tidak berbohong, mereka mengambil hadits2 sunni sepotong2 untuk membela agamanya.
Orang Syi’ah wrote :
An-Naas dan Al-Falaq
Dinukil dari Ibnu Mas’ud, bahwa dia membuang Surah Mu’awidzdzatain (An-Naas dan Al-Falaq) dari mushhafnya dan mengatakan keduanya tidak termasuk Al-Quran. (Ad-Durr Al-Mantsur, jilid VI, hlm. 146; Ruhul-Ma’ani, jilid I, hlm. 24; Al-Itqan, jilid I, hlm. 79; Fathul-Bari, jilid VIII, hlm. 581)
Bantahan :
Saya sering membaca pandangan para pendusta dan mudallis, tetapi saya dapatkan yang paling kerdil dari mereka adalah pandangan ketika saya baca tulisan Al Qazwainy ini. Dari kedustaan dan ketadlisannya adalah ketika ia tidak utuh mengutip ucapan As Suyuthi dan ditempatkannya untuk menutupi kebohongannya. Saya sampaikan apa yg diriwayatkan oleh As Suyuthi secara utuh apa yg berhubungan dgn ketidak sepakatan para sahabat dengan ucapan Ibn Mas’ud kemudian saya sebutkan pendapat2 para ulama untuk membantah kebohongan yang dibuat oleh Al Qazwainy.
يقول السيوطي في الدر المنثور ج6 ص416 وما بعدها:
أخرج أحمد والبزار والطبراني وابن مردويه من طرق صحيحة عن ابن عباس وابن مسعود أنه كان يحك المعوذتين من المصحف ويقول لا تخلطوا القرآن بما ليس منه أنهما ليستا من كتاب الله إنما أمر النبي صلّى الله عليه وسلّم أن يتعوذ بهما وكان ابن مسعود لا يقرأ بهما. قال البزار لم يتابع ابن مسعود أحد من الصحابة وقد صح عن النبي صلّى الله عليه وسلّم أنه قرأ بهما في الصلاة وأثبتتا في المصحف.
Lihat yang dicetak tebal/digaris bawahi !!! (Al Bazzar mengatakan :”Tidak ada seorang pun dari kalangan Sahabat yg mengikuti pandangan Ibn Mas’ud, dan sungguh telah shahih dari Nabi saw. Bahwasanya beliau membacanya kedua surat tersebut dalam shalat, dan menetapkannya dalam mushhaf).
kita tidak akan mendapati ungkapan di atas pada sanggahan orang2 syiah rafidhah.. ingat kaidah yang saya sebutkan ttg org2 syiah ini : kalau tidak berbohong, pasti mereka mengambil ayat, hadits atau pernyataan sepotong-sepotong yang sangat efektif untuk menipu orang2 awam.
Dan tentu saja yang digaris bawahi tdk akan diambil oleh mereka, karena otomatis membantah anggapan mereka.
Dan ini sebagian riwayat2 yang ada di dalam kitab ad Durul Mantsur :
أخرج أحمد والبخاري والنسائي وابن الضريس وابن الأنباري وابن حبان وابن مردويه عن زر بن حبيش قال أتيت المدينة فلقيت أبي بن كعب فقلت يا أبا المنذر إني رأيت ابن مسعود لا يكتب المعوذتين في مصحفه. فقال أما والذي بعث محمداً بالحق قد سألت رسول الله صلّى الله عليه وسلّم عنهما وما سألني عنهما أحد منذ سألته غيرك. قال قيل لي فقلت فقولوا فنحن نقول كما قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم.
وأخرج مسدد وابن مردويه عن حنظلة السدوسي قال قلت لعكرمة إني أصلي بقوم فأقرأ بقل أعوذ برب الفلق وقل أعوذ برب الناس فقال اقرأ بهما فإنهما من القرآن.
Sebagai tambahan :
Al Qurthuby mengatakan dalam tafsirnya (20/251), Ibn Mas’ud menyangka bahwa kedua surat tersebut adalah do’a perlindungan, dan bukan termasuk qur’an. Dan ijma sahabat dan ahlul bait berbeda dengannya. Ibn Qutaibah mengatakan :”Ibn Mas’ud tidak menuliskan mu’awwidzataen di dalam mushafnya, karena dia pernah mendengar Rasulullah saw. Mendo’akan Hasan dan Husein dengan (membaca) keduanya…
At Thoba’thoba’I mengatakan dalam tafsir mizannya (12/125), dari Ibn Mas’ud sesungguhnya ia tidak menulis mu’awwidzataen dalam mushafnya, dan ia pernah mengatakan bahwa keduanya adalah dua do’a perlindungan yang diturunkan oleh Jibril kepada Rasulullah saw. untuk memperlindungkan Hasan dan Husein a.s. dengan keduanya. Dan sungguh seluruh sahabat telah menolaknya dan nash telah mutawatir dari ulama ahlil baet bahwa keduanya merupakan surat al qur’an.
وقال أيضاً ج20 ص394: تفسير القمي بإسناده عن أبي بكر الحضرمي قال: قلت لأبي جعفر عليه السلام إن ابن مسعود كان يمحو المعوذتين من المصحف. فقال: كان أُبي يقول: إنما فعل ذلك ابن مسعود برأيه وهو من القرآن. أقول وفي هذا المعنى روايات كثيرة من طرق الفريقين على أن هناك تواتراً قطعياً من عامة المنتحلين بالإسلام على كونهما من القرآن، وقد استشكل بعض المنكرين لإعجاز القرآن أنه لو كان معجزاً في بلاغته لم يختلف في كون السورتين من القرآن مثل ابن مسعود، وأُجيب بأن التواتر القطعي كافٍ في ذلك على أنه لم ينقل عن أحد أنه قال بعدم نزولهما على النبي صلّى الله عليه وآله وسلّم أو قال بعدم كونهما معجزتين في بلاغتهما بل قال بعدم كونهما جزء من القرآن وهو محجوج بالتواتر.
Dan seterusnya, Insya Alloh bersambung...
Urgensi Pendidikan Islam di Rumah dan di Sekolah
Ditulis oleh Taraweh - Wednesday, February 03, 2010. Kajian Al-Qur'an,Kajian Hadis,Pendidikan Islam - No comments
Menurut Ramayulis (Metodologi Pendidikan Agama Islam, hlm. 49) dalam literatur kependidikan Islam, pendidik biasa disebut sebagai berikut : 1). Ustadz, yaitu seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesinya, ia selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara-cara kerjanya sesuai dengan tuntunan zaman; 2); Mu’allim, berasal dari kata dasar Ilm yang berarti menangkap hakikat sesuatu. Ini mengandung makna bahwa guru adalah orang yang dituntut untuk menjelaskan hakekat dalam pengetahuan yang diajarkannya. 3); Murabby, berasal dari kata dasar Rabb. Tuhan sebagai Rabb al-’alamin dan Rabb al-Nas yakni yang menciptakan, mengatur, dan memelihara alam seisinya termasuk manusia.
Dilihat dari pengertian ini maka guru adalah orang yang mendidik dan mempersiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya. 4); Mursyid, yaitu seorang guru yang berusaha menularkan penghayatan (transinternalisasi) akhlak dan atau kepribadian kepada peserta didiknya; 5). Mudarris, berasal dari kata darrasa yang berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus, melatih dan mempelajari. Artinya guru adalah orang yang berusaha mencerdaskan peserta didiknya menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan, serta melatih keterampilan peserta didik sesuai dengan bakat dan minatnya; 6). Muaddib berasal dari kata Adab, yang berarti moral, etika dan adab. Artinya guru adalah orang yang beradab sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban (civilization) yang berkualitas di masa depan.
Dari keenam sebutan untuk pendidik, Al-Attas, seorang ahli pendidikan dari Malaysia memilih Ta’dib atau Muaddib sebagai kata yang tepat untuk makna pendidikan (pendidik) karena Ta’dib sudah meliputi kata ta’lim dan tarbiyah. Selain dari itu, kata ta’dib erat hubungannya dengan kondisi ilmu dalam Islam yang termasuk dalam sisi pendidikan. (dalam Hasan Langgulung, hlm. 4).
Islam dengan dasar-dasarnya yang universal dan aturan-aturannya yang abadi mendorong orang tua, sebagai pendidik pertama untuk senantiasa mengutamakan perhatian terhadap anak-anak mereka dan mengawasinya dalam segala aspek kehidupan. Allah swt. berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan" (Al Tahrim (66):6).
Bagaimana seorang pendidik menjaga keluarga dan muridnya dari api neraka jika mereka tidak pernah memerintahkan anak-anaknya untuk berbuat kebaikan, tidak mengajarkan adab, sopan santun, dan mereka tidak melarang anak-anaknya melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai, norma-norma yang ada?!
Ali R.A. dalam mengomentari surah Al Tahrim: 6 mengemukakan : ”Ajarilah mereka dan didiklah mereka”. (Al Faqih wa Al Muttafaqihu karya Al Khatib Al Bagdady, juz 1, hlm. 191). Ibnu Umar pernah berkata kepada seseorang : ”Perbaguslah pendidikan anakmu, karena engkau akan dipinta pertanggungjawaban tentang pendidikan dan pengajarannya ... (Al Tafaqquh ala Al’Iyal, juz 1, hlm. 344).
Abu Lubabah Husein dalam bukunya “Al Tarbiyah fi Al Sunnah Al Nabawiyyah” dalam bab “min aena tabda’u al tarbiyyah al muhammadiyah” mengemukakan bahwa pendidikan dimulai sejak anak pertama kali dapat membuka matanya dalam buaian ibunya. Oleh sebab itu, keluarga merupakan madrasah utama dan terutama yang diperhatikan oleh Islam dalam hal pendidikan. (Al Tarbiyah, hlm. 28).
Pendidikan merupakan sebaik-baik pemberian orang tua terhadap anaknya, selain hadis sebagaimana dalam judul pembahasan, terdapat sejumlah hadis yang menguatkan makna dan kedudukan hadis di atas, diantaranya hadis:
1. Dalam Sunan Ibn Majah no. 3661 tercatat Rasulullah saw. bersabda:
أَكْرِمُوا أَوْلَادَكُمْ وَأَحْسِنُوا أَدَبَهُمْ
“Hormatilah anak-anakmu dan baguskanlah adab (pendidikan) mereka”.
2. Dalam Al Mu’jam Al Ausath ada hadis sebagai berikut:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « مَا وَِرثَ وَالِدٌ وَلَدًا خَيْرًا مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ »
”Tidak ada peninggalan orang tua yang lebih baik bagi anaknya kecuali pendidikan yang baik”. (Thabrany, juz 8, hlm. 335).
Alangkah pentingnya pendidikan terutama pendidikan sopan santun sehingga Abu Zakaria Al ’Anbary mengemukakan: ”Ilmu tanpa adab bagaikan api tanpa kayu bakar, Adab tanpa ilmu bagaikan ruh tanpa jasad...(Al Khatib Al Bagdady, juz 1, hlm. 13).
Menurut Al Ghazali, puncak kesempurnaan manusia ialah seimbangnya peran akal dan hati dalam membina ruh manusia. Jadi sasaran inti dari pendidikan adalah kesempurnaan akhlak manusia, dengan membina ruhnya. Hal ini berlandaskan pada firman Allah swt., "Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar mempunyai akhlak yang sangat agung". (QS. 68 : 4). Dan sabda Rasul saw : Innama bu'itstu liutammima makarimal akhlak. Dan komponen pendukung sempurnanya insan ialah keseimbangan antara daya intelektual (kognitif), daya emosi, dan daya nafs, oleh daya penyeimbang. Al-Ghazali memberikan tamsil dengan menjelaskan orang yang menggunakan akalnya yang berlebih-lebihan tentu akan akal-akalan, sedang yang 'menganggurkannya' akan jahil. Jadi pendidikan dikatakan sukses membidik sasaran sekiranya mampu mencetak manusia yang berakhlakul karimah. (Al-Ghazali, "Pilar-pilar Ruhani", hlm. 17-20).
Secara ringkas, tujuan pendidikan Islam menurut Al Ghazali dapat diklasifikasikan kepada tiga, yaitu : (1) tujuan mempelajari ilmu pengetahuan semata-mata untuk ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai wujud ibadah kepada Allah; (2) tujuan utama pendidikan Islam adalah pembentukan Akhlakul Karimah; (3) tujuan pendidikan Islam adalah mengantarkan peserta didik mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. ( Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 34).
Adapun mengenai materi pendidikan, Al Ghazali berpendapat bahwa Al Qur’an beserta kandungannya adalah merupakan ilmu pengetahun. Dalam hal ini Al Ghazali membagi ilmu pada dua macam, yaitu : Pertama, Ilmu Syar’iyyah; semua ilmu yang berasal dari para nabi. Kedua, Ilmu Ghair Syar’iyya; semua ilmu yang berasal dari hasil ijtihad ulama atau intelektual muslim.
Al Ghazali membagi isi kurikulum pendidikan Islam menurut kuantitas yang mempelajarinya kepada dua macam, yaitu: 1). Ilmu Fardlu Kifayah, yaitu ilmu yang cukup dipelajari oleh sebagian muslim saja, seperti ilmu yang berkaitan dengan masalah duniawi misalnya ilmu hitung, kedokteran, teknik, pertanian, industri, dan sebagainya. 2). Ilmu Fardlu ‘Ain, yaitu ilmu yang harus diketahui oleh setiap muslim yang bersumber dari kitabullah. Sedangkan ditinjau dari sifatnya, ilmu pengetahuan terbagi kepada dua, yaitu : ilmu yang terpuji (mahmudah) dan ilmu yang tercela (mazmumah).
Ilmu yang wajib yang harus diajarkan sejak dini menurut Al Ghazali, di antaranya : 1). shalat, puasa, zakat dan haji; 2). Aqidah; dan 3). Akhlak, ilmu-ilmu yang dapat meningkatkan derajat hidup manusia. (Al Ghazali, Mukhtashar Ihya Ulumuddin, hlm. 20).
Pandangan Imam Ghazali di atas sejalan dengan apa yang diperintahkan Rasulullah saw. kepada para orang tua, pendidik supaya mereka menyuruh dan mengajari shalat kepada anaknya sejak usia dini karena shalat merupakan ajaran pokok bagi umat Islam. Dari sini, shalat menjadi pemicu indikator bagi beresnya amal mereka.
Dari keenam sebutan untuk pendidik, Al-Attas, seorang ahli pendidikan dari Malaysia memilih Ta’dib atau Muaddib sebagai kata yang tepat untuk makna pendidikan (pendidik) karena Ta’dib sudah meliputi kata ta’lim dan tarbiyah. Selain dari itu, kata ta’dib erat hubungannya dengan kondisi ilmu dalam Islam yang termasuk dalam sisi pendidikan. (dalam Hasan Langgulung, hlm. 4).
Islam dengan dasar-dasarnya yang universal dan aturan-aturannya yang abadi mendorong orang tua, sebagai pendidik pertama untuk senantiasa mengutamakan perhatian terhadap anak-anak mereka dan mengawasinya dalam segala aspek kehidupan. Allah swt. berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan" (Al Tahrim (66):6).
Bagaimana seorang pendidik menjaga keluarga dan muridnya dari api neraka jika mereka tidak pernah memerintahkan anak-anaknya untuk berbuat kebaikan, tidak mengajarkan adab, sopan santun, dan mereka tidak melarang anak-anaknya melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai, norma-norma yang ada?!
Ali R.A. dalam mengomentari surah Al Tahrim: 6 mengemukakan : ”Ajarilah mereka dan didiklah mereka”. (Al Faqih wa Al Muttafaqihu karya Al Khatib Al Bagdady, juz 1, hlm. 191). Ibnu Umar pernah berkata kepada seseorang : ”Perbaguslah pendidikan anakmu, karena engkau akan dipinta pertanggungjawaban tentang pendidikan dan pengajarannya ... (Al Tafaqquh ala Al’Iyal, juz 1, hlm. 344).
Abu Lubabah Husein dalam bukunya “Al Tarbiyah fi Al Sunnah Al Nabawiyyah” dalam bab “min aena tabda’u al tarbiyyah al muhammadiyah” mengemukakan bahwa pendidikan dimulai sejak anak pertama kali dapat membuka matanya dalam buaian ibunya. Oleh sebab itu, keluarga merupakan madrasah utama dan terutama yang diperhatikan oleh Islam dalam hal pendidikan. (Al Tarbiyah, hlm. 28).
Pendidikan merupakan sebaik-baik pemberian orang tua terhadap anaknya, selain hadis sebagaimana dalam judul pembahasan, terdapat sejumlah hadis yang menguatkan makna dan kedudukan hadis di atas, diantaranya hadis:
1. Dalam Sunan Ibn Majah no. 3661 tercatat Rasulullah saw. bersabda:
أَكْرِمُوا أَوْلَادَكُمْ وَأَحْسِنُوا أَدَبَهُمْ
“Hormatilah anak-anakmu dan baguskanlah adab (pendidikan) mereka”.
2. Dalam Al Mu’jam Al Ausath ada hadis sebagai berikut:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « مَا وَِرثَ وَالِدٌ وَلَدًا خَيْرًا مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ »
”Tidak ada peninggalan orang tua yang lebih baik bagi anaknya kecuali pendidikan yang baik”. (Thabrany, juz 8, hlm. 335).
Alangkah pentingnya pendidikan terutama pendidikan sopan santun sehingga Abu Zakaria Al ’Anbary mengemukakan: ”Ilmu tanpa adab bagaikan api tanpa kayu bakar, Adab tanpa ilmu bagaikan ruh tanpa jasad...(Al Khatib Al Bagdady, juz 1, hlm. 13).
Menurut Al Ghazali, puncak kesempurnaan manusia ialah seimbangnya peran akal dan hati dalam membina ruh manusia. Jadi sasaran inti dari pendidikan adalah kesempurnaan akhlak manusia, dengan membina ruhnya. Hal ini berlandaskan pada firman Allah swt., "Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar mempunyai akhlak yang sangat agung". (QS. 68 : 4). Dan sabda Rasul saw : Innama bu'itstu liutammima makarimal akhlak. Dan komponen pendukung sempurnanya insan ialah keseimbangan antara daya intelektual (kognitif), daya emosi, dan daya nafs, oleh daya penyeimbang. Al-Ghazali memberikan tamsil dengan menjelaskan orang yang menggunakan akalnya yang berlebih-lebihan tentu akan akal-akalan, sedang yang 'menganggurkannya' akan jahil. Jadi pendidikan dikatakan sukses membidik sasaran sekiranya mampu mencetak manusia yang berakhlakul karimah. (Al-Ghazali, "Pilar-pilar Ruhani", hlm. 17-20).
Secara ringkas, tujuan pendidikan Islam menurut Al Ghazali dapat diklasifikasikan kepada tiga, yaitu : (1) tujuan mempelajari ilmu pengetahuan semata-mata untuk ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai wujud ibadah kepada Allah; (2) tujuan utama pendidikan Islam adalah pembentukan Akhlakul Karimah; (3) tujuan pendidikan Islam adalah mengantarkan peserta didik mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. ( Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 34).
Adapun mengenai materi pendidikan, Al Ghazali berpendapat bahwa Al Qur’an beserta kandungannya adalah merupakan ilmu pengetahun. Dalam hal ini Al Ghazali membagi ilmu pada dua macam, yaitu : Pertama, Ilmu Syar’iyyah; semua ilmu yang berasal dari para nabi. Kedua, Ilmu Ghair Syar’iyya; semua ilmu yang berasal dari hasil ijtihad ulama atau intelektual muslim.
Al Ghazali membagi isi kurikulum pendidikan Islam menurut kuantitas yang mempelajarinya kepada dua macam, yaitu: 1). Ilmu Fardlu Kifayah, yaitu ilmu yang cukup dipelajari oleh sebagian muslim saja, seperti ilmu yang berkaitan dengan masalah duniawi misalnya ilmu hitung, kedokteran, teknik, pertanian, industri, dan sebagainya. 2). Ilmu Fardlu ‘Ain, yaitu ilmu yang harus diketahui oleh setiap muslim yang bersumber dari kitabullah. Sedangkan ditinjau dari sifatnya, ilmu pengetahuan terbagi kepada dua, yaitu : ilmu yang terpuji (mahmudah) dan ilmu yang tercela (mazmumah).
Ilmu yang wajib yang harus diajarkan sejak dini menurut Al Ghazali, di antaranya : 1). shalat, puasa, zakat dan haji; 2). Aqidah; dan 3). Akhlak, ilmu-ilmu yang dapat meningkatkan derajat hidup manusia. (Al Ghazali, Mukhtashar Ihya Ulumuddin, hlm. 20).
Pandangan Imam Ghazali di atas sejalan dengan apa yang diperintahkan Rasulullah saw. kepada para orang tua, pendidik supaya mereka menyuruh dan mengajari shalat kepada anaknya sejak usia dini karena shalat merupakan ajaran pokok bagi umat Islam. Dari sini, shalat menjadi pemicu indikator bagi beresnya amal mereka.
Konsep Kebenaran Perspektif Al-Qur’an
Ditulis oleh Taraweh - Tuesday, November 03, 2009. Kajian Al-Qur'an,Kajian Islam - 3 comments
“Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri.”
(Hakim-Hakim 21:25)
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.
(Q.S. Al-Baqarah 2: 147)
A. Pendahuluan
Istilah kebenaran telah menjadi perbincangan di antara mayoritas ahli filsafat dan para sarjana. Berbagai teori kebenaran berlanjut menjadi perdebatan. Sesuai dengan kenyataan atau fakta di lapangan, arti dari kata kebenaran secara umum merupakan perluasan dari kejujuran (honesty), kepercayaan (good faith), dan ketulusan (sincerity). Ada perbedaan klaim terhadap kebenaran dengan atas pertanyaan : apa yang mendasari/membuat kebenaran; bagaimana cara menggambarkan dan mengidentifikasi kebenaran; dan apakah kebenaran itu subjective, relative, objective, atau absolute.
Dasar yang sesuai untuk memutuskan bagaimana kata-kata, lambang, kepercayaan dan gagasan dipertimbangkan menjadi suatu yang benar, apakah oleh perorangan atau suatu keseluruhan masyarakat, ini adalah fokus utama yang menyangkut lima teori substantif yang akan dijelaskan di bawah. Baru-baru ini muncul " berkenaan dengan definisi teori kebenaran berdasar pada gagasan di mana aplikasi suatu istilah seperti benar bagi suatu statemen tidak menyatakan apapun yang penting tentang itu, tetapi label kebenaran adalah suatu alat ceramah yang digunakan untuk menyatakan persetujuan, untuk menekankan klaim, atau untuk membentuk jenis generalisation tertentu.
Apa yang dimaksud dengan kebenaran? Untuk menjawab pertanyaan di atas setidaknya ada 5 teori besar untuk menjelaskan tentang hal ini.
1. Subjektivisme
Subjektivisme menyatakan bahwa kebenaran sesuatu hal adalah merupakan soal yang hanya mengenai seseorang yang bersangkutan. Sesuatu yang benar menurut saya, belum tentu benar menurut orang lain.
2. Realisme
Pandangan ini menyatakan bahwa kebenaran adalah sesuatu yang memiliki wujud dalam realitas. Orang mungkin saja salah melihat karena keterbatasan inderanya, akan tetapi hal ini tidak akan menafikan keberadaan suatu benda yang benar-benar ada.
3. Pragmatisme
Pragmatisme mengatakan sesuatu dapat dikatakan benar, kalau keterangan/benda/hal itu sesuai dengan realitas yang diterangkannya. Kalau kita menyatakan bahwa bulan itu tidak mempunyai atmosfir, keterangan itu akan kita katakan benar, kalau keterangan itu sendiri sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya terdapat di sekeliling kita.
4. Teori Konsistensi
Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgement) dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Dengan perkataan lain: Kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru itu dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan akui benarnya terlebih dahulu.
5. Teori Konsensus
Teori Konsensus menyatakan kebenaran itu adalah apapun yang disetujui, atau dalam versi lain, mungkin datang untuk menjadi disetujui, yang ditetapkan oleh beberapa kelompok. Kelompok seperti itu boleh jadi meliputi semua manusia, atau beberapa orang dari suatu kelompok yang terdiri dari lebih dari satu orang.
Berangkat dari hal ini maka dapat kita katakan bahwa klaim kebenaran yang diusung oleh Filsafat cenderung bersifat subjektif. Kita akan mendapati kebenaran pada segala sesuatu sekaligus kebathilan pada segala sesutu itu tergantung sudut pandang dan siapa yang mengatakan. Karena kebenaran filsafat berangkat dari ragu dan ujungnya pun adalah keraguan. Oleh sebab itu Tuhan menurunkan wahyu kepada para nabinya untuk menyampaikan kebenaran, yang disebut dengan kebenaran agama.
B. Kebenaran Agama
Berbeda dengan kebenaran filsafat dan ilmu pengetahuan, kebenaran agama ini berangkat dari keyakinan dan klaim bahwa kebenaran itu datang dari Tuhan melalui utusan-Nya. Para penganut agama mendapatkan suatu kebenaran dengan membaca kitab suci semisal al-Kitab dan al-Qur’an yang dibawa oleh nabinya.
Namun, setiap agama/aliran/mazhab mengklaim dirinya yang paling benar, dan yang lain sesat semua. Klaim ini kemudian melahirkan keyakinan yang biasa disebut doctrin of salvation (doktrin keselamatan), bahwa keselamatan atau pencerahan (enlightenment), atau sorga merupakan hak para pengikut agama/aliran/mazhab tertentu saja. Sedangkan, pemeluk agama/aliran/mahzab lain akan celaka, dan masuk neraka.
Di bawah ini salah satu contoh klaim kebenaran yang disampaikan oleh seorang Teolog terkemuka, Dr. Eddy Peter P., Ph.D pada Orasi Ilmiah Wisuda ke-2 STT Injili Philadelphia, berikut ringkasannya :
... Bagaimana agar kita tetap bertahan pada iman kita? Oleh sebab itu, malam ini saya mengajak Anda sekalian untuk “berjuang membela iman tradisional (murni) di era postmodernisme (To Contend for the Traditional Faith in Postmodern Era). Apa yang kita maksudkan dengan iman tradisional yang harus kita perjuangkan di sini? Yang saya maksudkan dengan the traditional faith di sini adalah sbb:
(1) The total, inerrant inspiration of Scripture by the Holy Spirit
(2) The virgin birth of Jesus Christ
(3) The absolute deity of Jesus Christ
(4) The salvation of the soul by the blood atonement of Jesus Christ
(5) The second coming of Jesus Christ
Pada malam ini kita akan membahas beberapa topik yang berhubungan dengan the traditional faith di atas, yaitu:
I. Mempertahankan Iman bahwa Alkitab adalah Kebenaran Mutlak
Alkitab adalah kebenaran mutlak dan otoritas final terkandung dalam doa Yesus untuk murid-murid-Nya, “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran-Mu; Firman-Mu adalah kebenaran.” (Yohanes 17:17).
II. Mempertahankan Iman bahwa Kristus adalah Satu-Satunya Jalan dan Kebenaran
Ketika Yesus Kristus bersaksi dalam persidangan Diri-Nya, Ia berkata “Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.” Mendengar kesaksian Yesus Kristus ini Pilatus langsung bertanya, “Apakah kebenaran itu?” (Yohanes 18:37-38). Pilatus berdiri di depan Kebenaran, namun ia tidak mengenal kebenaran. Bahkan ia seakan telah memiliki kebenaran sehingga menjadi hakim bagi kebenaran. Kebenaran adalah Yesus sendiri. Suatu kali Yesus menjawab pertanyaan Tomas dan berkata, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa (Sorga), kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14:6)
C. Kebenaran Perspektif al-Qur’an
Al-Qur’an telah diyakini sebagai wahyu dari Allah Yang Maha Benar, mengandung petunjuk untuk menusia. Diantara petunjuk yang disampaikan adalah petunjuk tentang kebenaran. Term benar dan kebenaran dalam terjemah tafsir DEPAG dalam bahasa al-Qur’an diwakili dengan lapadz al-Haq. Klaim kebenaran ada di mana-mana. Bagaimana al-Qur’an mengklaim kebenaran? Dalam makalah ini, penulis klasifikasikan konteks kebenaran (al-haq) dalam al-Qur’an, baik Makiyyah maupun Madaniyyah.
Menurut al-Qur’an, kebenaran bukanlah milik hawa nafsu, dan kalau kebenaran mengikuti hawa nafsu niscaya hancurlah bumi dan langit. Allah SWt. Berfirman :
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ
Artinya, ”Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.”
Hak berasal dari bahasa Arab. Dalam Kamus Kontemporer hak mengandung beberapa arti di antaranya sebagai berikut : tetap, benar, pasti, meyakini, mengetahui senyatanya, realitas, kenyataan, yang pasti yang benar, asli, otentik, riil, sungguh, sesungguhnya, kebenaran, fakta.
ويقال: أَحقَقْت الأَمر إِحقاقاً إِذا أَحكمته وصَحَّحته؛
وحَقَقْت الرجل وأَحَقَقْته إِذا أَتـيتَه؛ حكاه أَبو عبـيد.
وقال: حَقَقْت الرجل وأَحَقَقْته إِذا غلَبته علـى الـحقّ وأَثبَتَّه علـيه.
Sementara itu di dalam kitab Taj al-’Arus disebutkan :
وحَقَّ الشّيءَ : أَوجْبَهَ وأثبَتَه وصارَ عندَه حَقاً لا يَشُك فيه
وقالَ ابنُ درَيد : حَقَّ الأمْرُ يَحِقُّ حَقاً ويَحُقُّ : إِذا وَقَعَ بلا شَك وحَقَقْتُ الأمْرَ : إِذا تَحَققْته وتَيَقنته أي : وصرتَ منه عَلَى يَقِين حكاه أَبو عُبَيْدٍ .
Term Al-Haq dalam al-Qur’an dengan segala derivasinya muncul 287 kali. Di dalam surat-surat Makiyyah terdapat kurang lebih 197 dan sisanya 90 ayat adalah Madaniyyah.
Dalam surat-surat Makiyyah term hak lebih sering muncul dapat dimaklumi karena permulaan turun adalah kepada orang-orang Jahiliyyah yang sangat ingkar. Maka untuk meyakinkan mereka, Allah menegaskan bahwa al-Qur’an itu benar-benar wahyu dari Allah, Muhammad itu benar-benar utusan Allah, Janji Allah itu benar-benar akan dilaksanakan, kiamat benar-benar akan terjadi. Begitu juga dalam surat-surat Madaniyyah, term hak muncul untuk mengukuhkan dan menguatkan tentang kebenaran yang sebelumnya telah dibawa oleh orang-orang Yahudi dan Nashrani, disamping untuk meyakinkan penduduk asli Madinah pada waktu itu.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini penulis sampaikan pokok-pokok bahasan dalam al-Qur’an yang berhubungan dengan term hak.
1. Dalam surat-surat Makiyyah :
a. Allah al-Haq
...Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dia-lah yang hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah itulah yang batil; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.
b. Kebenaran dari dan Kepunyaan Allah
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
c. Rasul membawa kebenaran :
… Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran". Dan diserukan kepada mereka: "Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan."
d. Rasul adalah diutus dengan hak
Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan; tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan yang hak, dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan peringatan-peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokkan.
e. Yang dibawa muhammad adalah kebenaran
Atau (apakah patut) mereka berkata: "Padanya (Muhammad) ada penyakit gila." Sebenarnya dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran.
f. Al qur’an adalah kebenaran dari Tuhan
Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Qur'an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al Qur'an itu. Sesungguhnya (Al Qur'an) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.
g. Al qur’an membicarakan kebenaran
Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya.
h. Benar kebalikan dari dusta, bathil.
Raja berkata (kepada wanita-wanita itu): "Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?" Mereka berkata: Maha Sempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan daripadanya. Berkata isteri Al Aziz: "Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar." (Q.S. Yusuf: 51).
i. Hari berbangkit
Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari berbangkit), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir. (Mereka berkata): "Aduhai, celakalah kami, sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang zalim
j. Pengingkaran haq
Dan Kami datangkan dari tiap-tiap umat seorang saksi, lalu Kami berkata "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu", maka tahulah mereka bahwasanya yang hak itu kepunyaan Allah dan lenyaplah dari mereka apa yang dahulunya mereka ada-adakan.
k. Haqqul Yakin
Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar.
Dan sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar kebenaran yang diyakini.
l. Kiamat
Kiamat disebut Al Haqqah karena hari kiamat benar-benar akan terjadi. Di dalam kitab Taj al-’Arus disebutkan : dinamai kiamat dengan Haqqah karena ia akan memberikan haknya kepada semua manusia baik amal yang baik maupun yang jelek. Tiap-tiap umat akan mendapatkan (hak) dari hasil amalnya masing-masing.
2. Hak dalam Ayat-Ayat Madaniyyah
a. Allah al Haq
Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?
Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala suatu.
b. Menetapkan yang hak, adalah hak pereogatif Allah
agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya.
c. Allah yang menunjukkan kepada Kebenaran
Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekutumu ada yang menunjuki kepada kebenaran?" Katakanlah: "Allah-lah yang menunjuki kepada kebenaran"....
d. Mengokohkan hak adalah ketetapan Allah
Dan Allah akan mengokohkan yang benar dengan ketetapan-Nya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukai (nya).
e. Jangan ragu-ragu bahwa hak itu datang sari Tuhanmu
Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu. Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.
f. Mencampuradukkan yang hak dan bathil
Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.
g. Konteks untuk Yahudi dan Nashrani
Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui?
h. Ahli Kitab melampaui batas kebenaran
Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, `Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara.
i. Ahli Kitab yang sebenarnya
Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Qur'an dan kenabian Muhammad s.a.w.)
Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh?"
j. Al-Qur’an adalah kebenaran
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kepada Al Qur'an yang diturunkan Allah", mereka berkata: "Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami". Dan mereka kafir kepada Al Qur'an yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Qur'an itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: "Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?"
k. Muhammad membawa kebenaran
Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka.
l. Kebenaran dari Allah
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.
m. Al Kitab membawa kebenaran
Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan Al Kitab dengan membawa kebenaran; dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Al Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh.
n. Rasul diutus dengan membawa kebenaran dari Tuhan
Itu adalah ayat-ayat Allah. Kami bacakan kepadamu dengan hak (benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus.
o. Muhamad adalah benar-benar Rasul
Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keteranganpun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang yang zalim.
p. Agama Haq
Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur'an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.
q. Persangkaan yang salah terhadap hak
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
r. Yang Benar-Benar Hak
Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan amal-amal yang saleh serta beriman (pula) kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang hak dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka.
D. Kalam Khobari dan kalam Insya’i
Salah satu kemukjizatan al-Qur’an terletak pada susunan kalimatnya. Bentuk-bentuk penggambaran yang disampaikan al-Qur’an dari masing-masing kata dan kalimat mengandung arti yang dalam. Abu Zaid mengatakan :
Al-Qur’an adalah laut, pantainya adalah ilmu-ilmu kulit dan cangkang, dan kedalamannya adalah lapisan tertinggi dari ilmu-ilmu inti. Di pantai hanya ada beberapa cangkang kosong dan pasir, sementara lautan penuh dengan permata dan mutiara. Semakin dalam gelombang lautan diselami, semakin banyak permata dan mutiara yang dapat diperoleh. Pembaca yang tenggelam dalam bacaannya, yang memberikan perhatiannya pada bagaimana menyampaikan, dan pada ilmu-ilmu kulit dan cangkang saja, sebenarnya, sebenarnya hanya berputar-putar di pantai saja tanpa menemukan apapun.
Allah Swt. melalui Al-Qur’an memberitakan kepada kita tentang konsep-konsep kebenaran. Umat Islam tidak meragukan lagi bahwa Kebenaran datang dan bersumber dari Yang Maha Benar. Mutiara yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut menghendaki kita untuk mewujudkan kebenaran dalam aktivitas sehari-hari. Orang-orang Yahudi dan Nashrani mereka mempunyai kebenaran namun oleh mereka dicampuradukkan dengan kebathilan, kemudian Allah melarang mereka melakukan yang demikian. Ayat-ayat tersebut merupakan berita (khabar) kepada kita bagaimana perbuatan mereka. Tetapi sekaligus merupakan peringatan dan perintah kepada kita untuk tidak seperti mereka. Dengan demikian jika di antara umat Islam seperti mereka bukan umat Islam namanya.
Demikian juga ayat-ayat yang lain, pada hakikatnya dualisme makna ayat al-Qur’an selalu mengiringi teks-teks tersebut. Ada makna dhahir ada makna bathin, ada kulit ada isi, ada konsep ada praktek, ada khabar ada insyai. Oleh karena itu, satu lapadz khobari harus dimaknai juga sebagai insyai.
Daftar Pustaka
(Hakim-Hakim 21:25)
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.
(Q.S. Al-Baqarah 2: 147)
A. Pendahuluan
Istilah kebenaran telah menjadi perbincangan di antara mayoritas ahli filsafat dan para sarjana. Berbagai teori kebenaran berlanjut menjadi perdebatan. Sesuai dengan kenyataan atau fakta di lapangan, arti dari kata kebenaran secara umum merupakan perluasan dari kejujuran (honesty), kepercayaan (good faith), dan ketulusan (sincerity). Ada perbedaan klaim terhadap kebenaran dengan atas pertanyaan : apa yang mendasari/membuat kebenaran; bagaimana cara menggambarkan dan mengidentifikasi kebenaran; dan apakah kebenaran itu subjective, relative, objective, atau absolute.
Dasar yang sesuai untuk memutuskan bagaimana kata-kata, lambang, kepercayaan dan gagasan dipertimbangkan menjadi suatu yang benar, apakah oleh perorangan atau suatu keseluruhan masyarakat, ini adalah fokus utama yang menyangkut lima teori substantif yang akan dijelaskan di bawah. Baru-baru ini muncul " berkenaan dengan definisi teori kebenaran berdasar pada gagasan di mana aplikasi suatu istilah seperti benar bagi suatu statemen tidak menyatakan apapun yang penting tentang itu, tetapi label kebenaran adalah suatu alat ceramah yang digunakan untuk menyatakan persetujuan, untuk menekankan klaim, atau untuk membentuk jenis generalisation tertentu.
Apa yang dimaksud dengan kebenaran? Untuk menjawab pertanyaan di atas setidaknya ada 5 teori besar untuk menjelaskan tentang hal ini.
1. Subjektivisme
Subjektivisme menyatakan bahwa kebenaran sesuatu hal adalah merupakan soal yang hanya mengenai seseorang yang bersangkutan. Sesuatu yang benar menurut saya, belum tentu benar menurut orang lain.
2. Realisme
Pandangan ini menyatakan bahwa kebenaran adalah sesuatu yang memiliki wujud dalam realitas. Orang mungkin saja salah melihat karena keterbatasan inderanya, akan tetapi hal ini tidak akan menafikan keberadaan suatu benda yang benar-benar ada.
3. Pragmatisme
Pragmatisme mengatakan sesuatu dapat dikatakan benar, kalau keterangan/benda/hal itu sesuai dengan realitas yang diterangkannya. Kalau kita menyatakan bahwa bulan itu tidak mempunyai atmosfir, keterangan itu akan kita katakan benar, kalau keterangan itu sendiri sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya terdapat di sekeliling kita.
4. Teori Konsistensi
Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgement) dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Dengan perkataan lain: Kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru itu dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan akui benarnya terlebih dahulu.
5. Teori Konsensus
Teori Konsensus menyatakan kebenaran itu adalah apapun yang disetujui, atau dalam versi lain, mungkin datang untuk menjadi disetujui, yang ditetapkan oleh beberapa kelompok. Kelompok seperti itu boleh jadi meliputi semua manusia, atau beberapa orang dari suatu kelompok yang terdiri dari lebih dari satu orang.
Berangkat dari hal ini maka dapat kita katakan bahwa klaim kebenaran yang diusung oleh Filsafat cenderung bersifat subjektif. Kita akan mendapati kebenaran pada segala sesuatu sekaligus kebathilan pada segala sesutu itu tergantung sudut pandang dan siapa yang mengatakan. Karena kebenaran filsafat berangkat dari ragu dan ujungnya pun adalah keraguan. Oleh sebab itu Tuhan menurunkan wahyu kepada para nabinya untuk menyampaikan kebenaran, yang disebut dengan kebenaran agama.
B. Kebenaran Agama
Berbeda dengan kebenaran filsafat dan ilmu pengetahuan, kebenaran agama ini berangkat dari keyakinan dan klaim bahwa kebenaran itu datang dari Tuhan melalui utusan-Nya. Para penganut agama mendapatkan suatu kebenaran dengan membaca kitab suci semisal al-Kitab dan al-Qur’an yang dibawa oleh nabinya.
Namun, setiap agama/aliran/mazhab mengklaim dirinya yang paling benar, dan yang lain sesat semua. Klaim ini kemudian melahirkan keyakinan yang biasa disebut doctrin of salvation (doktrin keselamatan), bahwa keselamatan atau pencerahan (enlightenment), atau sorga merupakan hak para pengikut agama/aliran/mazhab tertentu saja. Sedangkan, pemeluk agama/aliran/mahzab lain akan celaka, dan masuk neraka.
Di bawah ini salah satu contoh klaim kebenaran yang disampaikan oleh seorang Teolog terkemuka, Dr. Eddy Peter P., Ph.D pada Orasi Ilmiah Wisuda ke-2 STT Injili Philadelphia, berikut ringkasannya :
... Bagaimana agar kita tetap bertahan pada iman kita? Oleh sebab itu, malam ini saya mengajak Anda sekalian untuk “berjuang membela iman tradisional (murni) di era postmodernisme (To Contend for the Traditional Faith in Postmodern Era). Apa yang kita maksudkan dengan iman tradisional yang harus kita perjuangkan di sini? Yang saya maksudkan dengan the traditional faith di sini adalah sbb:
(1) The total, inerrant inspiration of Scripture by the Holy Spirit
(2) The virgin birth of Jesus Christ
(3) The absolute deity of Jesus Christ
(4) The salvation of the soul by the blood atonement of Jesus Christ
(5) The second coming of Jesus Christ
Pada malam ini kita akan membahas beberapa topik yang berhubungan dengan the traditional faith di atas, yaitu:
I. Mempertahankan Iman bahwa Alkitab adalah Kebenaran Mutlak
Alkitab adalah kebenaran mutlak dan otoritas final terkandung dalam doa Yesus untuk murid-murid-Nya, “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran-Mu; Firman-Mu adalah kebenaran.” (Yohanes 17:17).
II. Mempertahankan Iman bahwa Kristus adalah Satu-Satunya Jalan dan Kebenaran
Ketika Yesus Kristus bersaksi dalam persidangan Diri-Nya, Ia berkata “Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.” Mendengar kesaksian Yesus Kristus ini Pilatus langsung bertanya, “Apakah kebenaran itu?” (Yohanes 18:37-38). Pilatus berdiri di depan Kebenaran, namun ia tidak mengenal kebenaran. Bahkan ia seakan telah memiliki kebenaran sehingga menjadi hakim bagi kebenaran. Kebenaran adalah Yesus sendiri. Suatu kali Yesus menjawab pertanyaan Tomas dan berkata, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa (Sorga), kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14:6)
C. Kebenaran Perspektif al-Qur’an
Al-Qur’an telah diyakini sebagai wahyu dari Allah Yang Maha Benar, mengandung petunjuk untuk menusia. Diantara petunjuk yang disampaikan adalah petunjuk tentang kebenaran. Term benar dan kebenaran dalam terjemah tafsir DEPAG dalam bahasa al-Qur’an diwakili dengan lapadz al-Haq. Klaim kebenaran ada di mana-mana. Bagaimana al-Qur’an mengklaim kebenaran? Dalam makalah ini, penulis klasifikasikan konteks kebenaran (al-haq) dalam al-Qur’an, baik Makiyyah maupun Madaniyyah.
Menurut al-Qur’an, kebenaran bukanlah milik hawa nafsu, dan kalau kebenaran mengikuti hawa nafsu niscaya hancurlah bumi dan langit. Allah SWt. Berfirman :
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ
Artinya, ”Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.”
Hak berasal dari bahasa Arab. Dalam Kamus Kontemporer hak mengandung beberapa arti di antaranya sebagai berikut : tetap, benar, pasti, meyakini, mengetahui senyatanya, realitas, kenyataan, yang pasti yang benar, asli, otentik, riil, sungguh, sesungguhnya, kebenaran, fakta.
ويقال: أَحقَقْت الأَمر إِحقاقاً إِذا أَحكمته وصَحَّحته؛
وحَقَقْت الرجل وأَحَقَقْته إِذا أَتـيتَه؛ حكاه أَبو عبـيد.
وقال: حَقَقْت الرجل وأَحَقَقْته إِذا غلَبته علـى الـحقّ وأَثبَتَّه علـيه.
Sementara itu di dalam kitab Taj al-’Arus disebutkan :
وحَقَّ الشّيءَ : أَوجْبَهَ وأثبَتَه وصارَ عندَه حَقاً لا يَشُك فيه
وقالَ ابنُ درَيد : حَقَّ الأمْرُ يَحِقُّ حَقاً ويَحُقُّ : إِذا وَقَعَ بلا شَك وحَقَقْتُ الأمْرَ : إِذا تَحَققْته وتَيَقنته أي : وصرتَ منه عَلَى يَقِين حكاه أَبو عُبَيْدٍ .
Term Al-Haq dalam al-Qur’an dengan segala derivasinya muncul 287 kali. Di dalam surat-surat Makiyyah terdapat kurang lebih 197 dan sisanya 90 ayat adalah Madaniyyah.
Dalam surat-surat Makiyyah term hak lebih sering muncul dapat dimaklumi karena permulaan turun adalah kepada orang-orang Jahiliyyah yang sangat ingkar. Maka untuk meyakinkan mereka, Allah menegaskan bahwa al-Qur’an itu benar-benar wahyu dari Allah, Muhammad itu benar-benar utusan Allah, Janji Allah itu benar-benar akan dilaksanakan, kiamat benar-benar akan terjadi. Begitu juga dalam surat-surat Madaniyyah, term hak muncul untuk mengukuhkan dan menguatkan tentang kebenaran yang sebelumnya telah dibawa oleh orang-orang Yahudi dan Nashrani, disamping untuk meyakinkan penduduk asli Madinah pada waktu itu.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini penulis sampaikan pokok-pokok bahasan dalam al-Qur’an yang berhubungan dengan term hak.
1. Dalam surat-surat Makiyyah :
a. Allah al-Haq
...Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dia-lah yang hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah itulah yang batil; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.
b. Kebenaran dari dan Kepunyaan Allah
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
c. Rasul membawa kebenaran :
… Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran". Dan diserukan kepada mereka: "Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan."
d. Rasul adalah diutus dengan hak
Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan; tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan yang hak, dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan peringatan-peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokkan.
e. Yang dibawa muhammad adalah kebenaran
Atau (apakah patut) mereka berkata: "Padanya (Muhammad) ada penyakit gila." Sebenarnya dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran.
f. Al qur’an adalah kebenaran dari Tuhan
Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Qur'an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al Qur'an itu. Sesungguhnya (Al Qur'an) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.
g. Al qur’an membicarakan kebenaran
Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya.
h. Benar kebalikan dari dusta, bathil.
Raja berkata (kepada wanita-wanita itu): "Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?" Mereka berkata: Maha Sempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan daripadanya. Berkata isteri Al Aziz: "Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar." (Q.S. Yusuf: 51).
i. Hari berbangkit
Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari berbangkit), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir. (Mereka berkata): "Aduhai, celakalah kami, sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang zalim
j. Pengingkaran haq
Dan Kami datangkan dari tiap-tiap umat seorang saksi, lalu Kami berkata "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu", maka tahulah mereka bahwasanya yang hak itu kepunyaan Allah dan lenyaplah dari mereka apa yang dahulunya mereka ada-adakan.
k. Haqqul Yakin
Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar.
Dan sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar kebenaran yang diyakini.
l. Kiamat
Kiamat disebut Al Haqqah karena hari kiamat benar-benar akan terjadi. Di dalam kitab Taj al-’Arus disebutkan : dinamai kiamat dengan Haqqah karena ia akan memberikan haknya kepada semua manusia baik amal yang baik maupun yang jelek. Tiap-tiap umat akan mendapatkan (hak) dari hasil amalnya masing-masing.
2. Hak dalam Ayat-Ayat Madaniyyah
a. Allah al Haq
Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?
Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala suatu.
b. Menetapkan yang hak, adalah hak pereogatif Allah
agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya.
c. Allah yang menunjukkan kepada Kebenaran
Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekutumu ada yang menunjuki kepada kebenaran?" Katakanlah: "Allah-lah yang menunjuki kepada kebenaran"....
d. Mengokohkan hak adalah ketetapan Allah
Dan Allah akan mengokohkan yang benar dengan ketetapan-Nya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukai (nya).
e. Jangan ragu-ragu bahwa hak itu datang sari Tuhanmu
Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu. Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.
f. Mencampuradukkan yang hak dan bathil
Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.
g. Konteks untuk Yahudi dan Nashrani
Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui?
h. Ahli Kitab melampaui batas kebenaran
Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, `Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara.
i. Ahli Kitab yang sebenarnya
Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Qur'an dan kenabian Muhammad s.a.w.)
Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh?"
j. Al-Qur’an adalah kebenaran
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kepada Al Qur'an yang diturunkan Allah", mereka berkata: "Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami". Dan mereka kafir kepada Al Qur'an yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Qur'an itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: "Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?"
k. Muhammad membawa kebenaran
Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka.
l. Kebenaran dari Allah
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.
m. Al Kitab membawa kebenaran
Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan Al Kitab dengan membawa kebenaran; dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Al Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh.
n. Rasul diutus dengan membawa kebenaran dari Tuhan
Itu adalah ayat-ayat Allah. Kami bacakan kepadamu dengan hak (benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus.
o. Muhamad adalah benar-benar Rasul
Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keteranganpun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang yang zalim.
p. Agama Haq
Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur'an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.
q. Persangkaan yang salah terhadap hak
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
r. Yang Benar-Benar Hak
Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan amal-amal yang saleh serta beriman (pula) kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang hak dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka.
D. Kalam Khobari dan kalam Insya’i
Salah satu kemukjizatan al-Qur’an terletak pada susunan kalimatnya. Bentuk-bentuk penggambaran yang disampaikan al-Qur’an dari masing-masing kata dan kalimat mengandung arti yang dalam. Abu Zaid mengatakan :
Al-Qur’an adalah laut, pantainya adalah ilmu-ilmu kulit dan cangkang, dan kedalamannya adalah lapisan tertinggi dari ilmu-ilmu inti. Di pantai hanya ada beberapa cangkang kosong dan pasir, sementara lautan penuh dengan permata dan mutiara. Semakin dalam gelombang lautan diselami, semakin banyak permata dan mutiara yang dapat diperoleh. Pembaca yang tenggelam dalam bacaannya, yang memberikan perhatiannya pada bagaimana menyampaikan, dan pada ilmu-ilmu kulit dan cangkang saja, sebenarnya, sebenarnya hanya berputar-putar di pantai saja tanpa menemukan apapun.
Allah Swt. melalui Al-Qur’an memberitakan kepada kita tentang konsep-konsep kebenaran. Umat Islam tidak meragukan lagi bahwa Kebenaran datang dan bersumber dari Yang Maha Benar. Mutiara yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut menghendaki kita untuk mewujudkan kebenaran dalam aktivitas sehari-hari. Orang-orang Yahudi dan Nashrani mereka mempunyai kebenaran namun oleh mereka dicampuradukkan dengan kebathilan, kemudian Allah melarang mereka melakukan yang demikian. Ayat-ayat tersebut merupakan berita (khabar) kepada kita bagaimana perbuatan mereka. Tetapi sekaligus merupakan peringatan dan perintah kepada kita untuk tidak seperti mereka. Dengan demikian jika di antara umat Islam seperti mereka bukan umat Islam namanya.
Demikian juga ayat-ayat yang lain, pada hakikatnya dualisme makna ayat al-Qur’an selalu mengiringi teks-teks tersebut. Ada makna dhahir ada makna bathin, ada kulit ada isi, ada konsep ada praktek, ada khabar ada insyai. Oleh karena itu, satu lapadz khobari harus dimaknai juga sebagai insyai.
Daftar Pustaka
- Abu Zaid, Nashr Hamid. Mafhum al-Nas, Tekstualitas al-Qur’an ; terj. Khoiron Nahdliyyin (Yogyakarta: LkiS, 2005), 349.
- Al-Husaini, Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq. Taj al-’Arus min jawahir al-Qamus Juz 1 hal 6251, dalam http://www.alwarraq.com
- Atabik Ali & Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer : Arab Indonesia (Yogyakarta, Multi Karya Grafika, 1998).
- DEPAG, Al-Qur’an dan Terjemahnya
- Habermas, Jürgen, Knowledge and Human Interests (English translation, 1972). dalam wikipedia.com.
- Ibn Mukarram, Muhammad. Lisan al-Arab (Beirut, Dar Shadir, t.t.)
- Malik Thoha, Anis. Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis (Jakarta: Penerbit Perspektif, 2005).
- Merriam-Webster’s Online Dictionary, Truth, 2005
- Michael Williams, Encyclopedia of Philosophy, Supp., "Truth", (Macmillan, 1996), and Field, Hartry, Truth and the Absence of Fact (2001).
- Saefuddin Anshari, Endang. Ilmu, Filsafat dan Agama (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1991).
- Trueblood, David. Philosophy of Religion : Filsafat Agama, terj. Prof. Dr. H.M. Rasyidi (Jakarta, Bulan Bintang, 1965).