Penegak Kebenaran

Melatih diri untuk terus menuntut ilmu dan memberikan informasi yang sesuai dengan ajaran Islam berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Nabi. Berusaha sekuat tenaga untuk mengamalkan dengan harapan akan menjadi Penegak Kebenaran yang diridloi Allah SWT.

Pengusung Peradaban

Menjadikan madrasah, pesantren, dan tempat pendidikan lainnya sebagai tempat thalabul ilmi agar terbentuk generasi muda yang kuat, cerdas, dan taqkwa sehingga suatu saat dapat menjadi mujahid masa depan dan menjadi Pengusung Peradaban yang bermoral dan berakhlaq Islami.

Penerang Kegelapan

Bekerja keras untuk selalu mengamalkan dan mengimplementasikan ilmu agama dan ilmu pengetahuan lain sebagai salah satu kewajiban muslim dengan harapan dapat menjadi Penerang Kegelapan. Berbagi informasi dalam kebaikan dan takwa serta saling menasihati dalam kebenaran

Memperkuat Aqidah

Melatih generasi muda sedini mungkin melalui berbagai media pendidikan exact dan non-exact sebagai bekal hidup di masa depan untuk mewujudkan penjuang masa depan yang mandiri, kuat, disiplin, dan amanah.

Disiplin

Menyalurkan bakat dan mengembkangkan kemampuan generasi muda melalui berbagai kegiatan positif dengan harapan dapat tertanam sikap persaudaraan, persahabatan, dan disiplin.

Search

Showing posts with label E-learning. Show all posts
Showing posts with label E-learning. Show all posts

Smart in Teaching

Sumiati dan Asra dalam bukunya Metode Pembelajaran menyatakan, “Pembelajaran pada dasarnya membahas pertanyaan apa, siapa, mengapa, bagaimana, dan seberapa baik tentang pembelajaran”. Pertanyaan ”Apa” berkaitan dengan isi atau materi pembelajaran. Pertanyaan ”Siapa” berkaitan dengan guru dan siswa sebagai subjek dari kegiatan pembelajaran. Bagaimana kualifikasi, kompetensi dan perilaku seorang guru yang lebih baik. Bagaimana cara memotivasi siswa untuk belajar. Bagaimana guru membangkitkan partisipasi siswa sehingga dapat mengembangkan potensi individunya secara optimal.

Pertanyaan ”Mengapa” berkaitan dengan penyebab atau alasan dilakukannya proses pembelajaran. Bagaimana proses pembelajaran untuk semua pembelajaran harus dilakukan. Pertanyaan ”Bagaimana” berkaitan dengan proses pembelajaran yang lebih baik. Bagaimana guru menciptakan proses pembelajaran yang relevan dengan kehidupan siswa di masa kini dan masa mendatang. Bagaimana strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk belajar lebih baik. Pertanyaan ”Seberapa baik” berkaitan dengan penilaian proses pembelajaran, yaitu sejauh mana siswa belajar dan guru mengajar.
Upaya untuk meningkatkan mutu pembelajaran yang berujung pada kualitas lulusan yang dapat diandalkan adalah tugas yang harus diemban dan dilaksanakan oleh seseorang dengan sebutan yang indah dan mulia yaitu ”GURU”.

Untuk melaksanakan tugas mulia tersebut sejumlah kompetensi harus dimiliki oleh seorang guru sehingga mengarah kepada tuntutan bahwa guru adalah manusia sempurna yang tidak boleh salah dan kalah. Guru tidak boleh salah baik dalam menyampaikan materi maupun dalam pemilihan strategi dan metode pembelajaran. Di sisi lain ia tidak boleh kalah dan menyerah pada keadaan dan beban hidup yang senantiasa menyelimutinya.

Dalam kondisi yang serba sulit apalagi bagi guru relawan atau honorer, memikirkan metode dan strategi pengajaran adalah suatu hal yang membebani. Bukannya tidak paham tetapi situasi dan kondisilah yang membuat mengajar apa adanya. Namun demikian, karena kita sudah memilih untuk menjadi guru maka kita dituntut untuk sungguh-sungguh dalam menjalankan profesi. Oleh sebab itu, seorang guru kalau ingin anak didiknya berhasil maka ia harus SMART, yaitu :

Sebagai landasan guru. Untuk seorang guru bagi dia mengajar di samping tugas profesi juga merupakan amanat dari Allah SWT. Baginya ada dua kewajiban yaitu kewajiban terhadap profesinya dan kewajiban terhadap Tuhan-Nya. Maka guru semacam ini jangankan dia sudah menjadi PNS, jadi guru relawan pun ia akan sungguh-sungguh mengajar. Sehingga melahirkan sikap DJIITU –meminjam istilah Marta Tilaar-(Disiplin, Jujur, Iman, Inovatif, Tekun, dan Ulet).

Metode dan Strategi, serta Memotivasi.
Satu ungkapan yang sangat menarik dari Prof. Dr. Mahmud Yunus, alumni pertama Universitas Darul Ulum dari Indoensia, dalam bukunya al-Tarbiyah wa al-Ta’lim bahwa “al-Thariqah ahammu min al-Madah”, Metodologi itu lebih penting daripada materi atau bahan.

Menanggapi ungkapan di atas Nur Kholis Majid mengilustrasikan dengan negeri Indonesia yang kaya sumber daya alam (materi) tetapi miskin metodologi nasibnya jauh tertinggal oleh Jepang dan Korea yang nota bene miskin sumber daya alam tetapi kaya metodologi.

Menurut Mahmud Yunus, seorang guru yang mempunyai penguasaan metodologi yang baik, sekalipun bahannya kurang, pasti akan lebih mampu mentransfer pengetahuan lebih efektif daripada seorang guru yang menguasai begitu banyak bahan/materi tetapi tidak tahu metodologi.
Medotologi dan strategi pembelajaran yang tepat merupakan keterampilan yang sangat penting dikuasai oleh guru. Disebut metodologi dan strategi yang tepat karena penulis juga setuju dengan ungkapan Killen yang mengatakan: “No Teaching strategy is better than others in all circumstanse, …..”. Dari pernyataan ini jelaslah bahwa tidak ada strategi yang terbaik buat semua kondisi kelas, karena tergantung pada situasi dan kondisi di mana pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, guru dituntut kreatif dan pandai dalam memilih dan memilah metode dan strategi yang cocok dengan materi dan keadaan yang dihadapinya.

Karena tanggung jawabnya, ia akan senantiasa kreatif untuk senantiasa menciptakan strategi yang sesuai dengan situasi dan keadaan. Murid tidak hanya disuruh mendengarkan pikiran guru, tetapi didorong terlibat aktif melahirkan ide-idenya.

Memberikan motivasi adalah tugas guru yang tidak kalah pentingnya dari tugas yang lain. Membangkitkan minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Motivasi termasuk hasrat untuk mempertahankan prestasi yang lalu, berkompetisi dengan siswa lain, memenuhi ambisi untuk karier di masa depan, meneruskan belajar kejenjang yang lebih tinggi atau hanya untuk membahagiakan orang tua mereka dengan mendapatkan nilai yang bagus. Maka oleh karena itu untuk pengajaran, siswa lebih suka mempunyai guru atau dosen yang terus menerus memotivasi dan mengingatkan mereka untuk bekerja keras dan memberi hadiah pada siswa untuk prestasi mereka.

Analisis Diri dan Lingkungan
Kata C. RayJohnson, Oracle (CEO Logic),”Kenalilah diri sendiri. Kenalilah kelebihan dan kelemahan anda sendiri.” Penulis sering menyampaikan kepada para siswa bahwa ”orang yang maju adalah orang yang tahu kekurangan dirinya dan ia mau belajar dari kelebihan orang lain”. Pengembangan CTL adalah salah satu model pendidikan yang mengajak anak didik untuk mengenal diri dan lingkungannya.

Respond. Seorang guru, bagaimana pun keadaan siswanya, tetapi ia tidak boleh memilih-milih dan memilah-milah siswanya. Ada siswa yang miskin, siswa kaya, siswa pintar, siswa bodoh, siswa cantik, ganteng, jelek, tetap ia akan cepat tanggap, baik kondisinya pada waktu di sekolah maupun di luar sekolah. Yang menarik, penulis pernah membaca tulisan di kaos bagian belakang seseorang : Kami memang beda tetapi jangan membeda-bedakan kami.

Tawakkal
Terimamalah kegagalan sebagai pelajaran.
Kegagalan dalam hidup merupakan suatu hal yang biasa. Orang hidup kalau tidak mau gagal, mati sajalah. Begitu juga seorang guru tidak perlu putus asa apalagi mencari kambing hitam apabila ia mengalami kegagalan dalam mendidik muridnya. Kegagalan adalah guru yang terbaik. Orang yang bodoh adalah orang yang jatuh pada lubang yang sama. Mengapa? Karena ia tidak mau mengevaluasi metode dan strategi pengajarannya.
Demikianlah, guru yang smart Insya Allah akan melahirkan murid yang smart pula. Amien.

Pembelajaran Berbasis Multimedia


Pendahuluan

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Ada dua buah konsep kependidikan yang berkaitan dengan lainnya, yaitu belajar (learning) dan pembelajaran (instruction). Konsep belajar berakar pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran berakar pada pihak pendidik.

Dalam proses belajar mengajar (PBM) akan terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik.
Peserta didik adalah seseorang atau sekelompok orang sebagai pencari, penerima pelajaran yang dibutuhkannya, sedang pendidik adalah seseorang atau sekelompok orang yang berprofesi sebagai pengolah kegiatan belajar mengajar dan seperangkat peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.

Kegiatan belajar mengajar melibatkan beberapa komponen, yaitu peserta didik, guru (pendidik), tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar, media dan evaluasi. Tujuan pembelajaran adalah perubahan prilaku dan tingkah laku yang positif dari peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, seperti : perubahan yang secara psikologis akan tampil dalam tingkah laku (over behaviour) yang dapat diamati melalui alat indera oleh orang lain baik tutur katanya, motorik maupun gaya hidupnya.

Tujuan pembelajaran yang diinginkan tentu yang optimal, untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pendidik, salah satu diantaranya adalah media pembelajaran.


Multimedia dalam pembelajaran

Nasution (1987) menguraikan bahwa perkembangan media komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat akhir-akhir ini. Hal ini diawali dari penemuan alat cetak oleh Guntenberg pada abad ke lima belas tentang buku yang ditulis yang melahirkan buku-buku cetakan. Penemuan fotografi mempercepat cara illustrasi. Lahirnya gambar hidup memungkinkan kita melihat dalam “slow motion“ apa yang dahulu tak pernah dapat kita amati dengan teliti.

Rekaman memungkinkan kita mengulangi lagu-lagu yang dibawakan oleh orkes-orkes terkenal. Radio dan televisi menambah dimensi baru kepada media komunikasi . Video recorder memungkinkan kita merekam program TV yang dapat kita lihat kembali semua kita. Kemampuan membuat kertas secara masinal membawa revolusi dalam media komunikasi dengan penerbitan surat kabar dan majalah dalam jumlah jutaan rupiah tiap hari. Komputer membuka kesempatan yang tak terbatas untuk menyimpan data dan digunakan setiap waktu diperlukan para pendidik segera melihat manfaat kemajuan dalam media komunikasi itu bagi pendidikan. Buku sampai sekarang masih memegang peranan yang penting sekali dan mungkin akan masih demikian halnya dalam waktu yang lama. Namun ada yang optimis yang meramalkan bahwa dalam waktu dekat semua aspek kurikulum akan di-komputer-kan .Memang kemampuan komputer sungguh luar biasa .

Dalam sehelai nikel seluas 20 x 25 cm dapat disimpan isi perpustakaan yang terdiri atas 20.000 jilid. Namun ramalan bahwa seluruh kurikulum akan di-komputer-kan dalam waktu dekat rasanya masih terlampau optimis . Sewaktu gambar hidup ditemukan oleh Thomas Alva Edison pada tahun 1913 telah diramalkan bahwa buku-buku segera akan digantikan oleh gambar hidup dan seluruh pengajaran akan dilakukan tidak lagi melalui pendengaran akan tetapi melalui penglihatan. Namun tak dapat disangkal faedah berbagai media komunikasi bagi pendidikan.

Ada yang berpendapat bahwa banyak dari apa yang diketahui anak pada zaman modern ini diperolehnya melalui radio, film, apalagi melalui televisi, jadi melalui media massa. Cara-cara untuk menyampaikan sesuatu melalui TV misalnya yang disajikan dengan bantuan para ahli media massa jauh lebih bermutu dari pelajaran yang diberikan oleh guru dalam kelas.

Penggunaan alat media dalam pendidikan melalui dengan gerakan “audio-visual aids“ pada tahun 1920-an di Amerika Serikat. Sebagai “aids“ alat-alat itu dipandang sebagai pembantu guru dalam mengajar, sebagai ekstra atau tambahan yang dapat digunakan oleh guru bila dikehendakinya. Namun pada tahun 1960-an timbul pikiran baru tentang penggunaannya, yang dirintis oleh Skinner dengan penemuannya “ programmed instruction“ atau pengajaran berprograma. Dengan alat ini anak dapat belajar secara individual. Jadi alat ini bukan lagi sekedar alat bantuan tambahan akan tetapi sesuatu yang digunakan oleh anak dalam proses belajarnya. Belajar beprograma mempunyai pengaruh yang besar sekali pada perkembangan teknologi pebdidikan.

Di Amerika Serikat teknologi pendidikan dipandang sebagai media yang lahir dari revolusi media komunikasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan di samping, guru, buku, dan papan tulis. Di Inggris teknologi pendidikan dipandang sebagai pengembangan, penerapan, dan sistem evaluasi, teknik dan alat-alat pendidikan untuk memperbaiki proses belajar. Teknologi pendidikan adalah pendekatan yang sistematis terhadap pendidikan dan latihan, yakni sistematis dalam perumusan tujuan, analisis dan sintesis yang tajam tentang proses belajar mengajar. Teknologi pendidikan adalah pendekatan “problem solving“ tentang pendidikan. Namun kita masih sedikit tahu apa sebenarnya mendidik dan mengajar itu.

Teknologi pendidikan bukanlah terutama mengenai alat audio-visual, komputer, dan internet. Walaupun alat audio-visual telah jauh perkembangannya, dalam kenyataan alat-alat ini masih terlampau sedikit dimanfaatkaan. Pengajaran masih banyak dilakuakan secara lisan tanpa alat audio-visual, komputer, internet walaupun tersedia. Dapat dirasakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam menjalankan resource-based learning “atau belajar dengan menghadap anak-anak langsung dengan berbagai sumber, seperti buku dalam perpustakaan, alat audio-visual, komputer, internet dan sumber lainya. Kesulitan juga akan dihadapi dalam pengadminitrasiannya. Ciri-ciri belajar berdasarkan sumber, diantaranya :
  1. Belajar berdasarkan sumber (BBS ) memanfaatkan sepenuhnya segala sumber informasi sebagai sumber bagi pelajaran termasuk alat-alat audio visual dan memberikan kesempatan untuk merencanakan kegiatan belajar dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia . Ini tidak berarti bahwa pengajaran berbentuk ceramah ditiadakan. Ini berari bahwa dapat digunakan segala macam metode yang dianggap paling serasi untuk tujuan tertentu.
  2. BBS (belajar berdasarkan sumber) berusaha memberi pengertian kepada murid tentang luas dan aneka ragamnya sumber-sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk belajar. Sumber-sumber itu berupa sumber dari masyarakat dan lingkungan berupa manusia, museum, organisaisi, dan lain-lain bahan cetakan, perpustakaan, alat, audio-visual ,dan sebagainya. Mereka harus diajarkan teknik melakukan kerja-lapangan, menggunakan perpustakaan, buku referensi, komputer dan internet sehingga mereka lebih percaya akan diri sendiri dalam belajar .
Pada era sekarang ini muncul kebutuhan software yang dapat mempermudah dan merperindah tampiran presentasi dalam pengajaran. Kebutuhan ini dapat kita peroleh dari produk program Microsoft Power Point yang merupakan salah satu dari paket Microsoft office. Pogram ini menyediakan banyak fasilitas untuk membuat suatu presentasi.


1. Fungsi Media Pembelajaran

Media memiliki multi makna, baik dilihat secara terbatas maupun secara luas. Munculnya berbagai macam definisi disebabkan adanya perbedaan dalam sudut pandang, maksud, dan tujuannya. AECT (Association for Education and Communicatian Technology) dalam Harsoyo (2002) memaknai media sebagai segala bentuk yang dimanfaatkan dalam proses penyaluran informasi. NEA (National Education Association) memaknai media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, atau dibincangkan beserta instrumen yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Raharjo (1991) menyimpulkan beberapa pandangan tentang media, yaitu Gagne yang menempatkan media sebagai komponen sumber, mendefinisikan media sebagai “komponen sumber belajar di lingkungan peserta didik yang dapat merangsangnya untuk belajar.” Briggs berpendapat bahwa media harus didukung sesuatu untuk mengkomunikasikan materi (pesan kurikuler) supaya terjadi proses belajar, yang mendefinisikan media sebagai wahana fisik yang mengandung materi instruksional.

Wilbur Schramm mencermati pemanfaatan media sebagai suatu teknik untuk menyampaikan pesan, di mana ia mendefinisikan media sebagai teknologi pembawa informasi/pesan instruksional. Yusuf hadi Miarso memandang media secara luas/makro dalam sistem pendidikan sehingga mendefinisikan media adalah segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya proses belajar pada diri peserta didik.

Harsoyo (2002) menyatakan bahwa banyak orang membedakan pengertian media dan alat peraga. Namun tidak sedikit yang menggunakan kedua istilah itu secara bergantian untuk menunjuk alat atau benda yang sama (interchangeable). Perbedaan media dengan alat peraga terletak pada fungsinya dan bukan pada substansinya. Suatu sumber belajar disebut alat peraga bila hanya berfungsi sebagai alat bantu pembelajaran saja; dan sumber belajar disebut media bila merupakan bagian integral dari seluruh proses atau kegiatan pembelajaran dan ada semacam pembagian tanggungjawab antara guru di satu sisi dan sumber lain (media) di sisi lain. Pembahasan pada pelatihan ini istilah media dan alat peraga digunakan untuk menyebut sumber atau hal atau benda yang sama dan tidak dibedakan secara substansial.

Rahardjo (1991) menyatakan bahwa media dalam arti yang terbatas, yaitu sebagai alat bantu pembelajaran. Hal ini berarti media sebagai alat bantu yang digunakan guru untuk:
  1. Memotivasi belajar peserta didik
  2. Memperjelas informasi/pesan pengajaran
  3. Memberi tekanan pada bagian-bagian yang penting
  4. Memberi variasi pengajaran
  5. Memperjelas struktur pengajaran.
Di sini media memiliki fungsi yang jelas yaitu memperjelas, memudahkan dan membuat menarik pesan kurikulum yang akan disampaikan oleh guru kepada peserta didik sehingga dapat memotivasi belajarnya dan mengefisienkan proses belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan mudah bila dibantu dengan sarana visual, di mana 11% dari yang dipelajari terjadi lewat indera pendengaran, sedangkan 83% lewat indera penglihatan. Di samping itu dikemukakan bahwa kita hanya dapat mengingat 20% dari apa yang kita dengar, namun dapat mengingat 50% dari apa yang dilihat dan didengar.2. Kemampuan media sebagai alat bantu kegiatan pembelajaran.

Rahardjo (1991) menguraikan dengan berangkat dari teori belajar diketahui bahwa hakekat belajar adalah interaksi antara peserta didik yang belajar dengan sumber-sumber belajar di sekitarnya yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku belajar dari tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa, tidak jelas menjadi jelas, dsb. Sumber belajar tersebut dapat berupa pesan, bahan, alat, orang, teknik dan lingkungan. Proses belajar tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti sikap, pandangan hidup, perasaan senang dan tidak senang, kebiasaan dan pengalaman pada diri peserta didik. Bila peserta didik apatis, tidak senang, atau menganggap buang waktu maka sulit untuk mengalami proses belajar. Faktor eksternal merupakan rangsangan dari luar diri peserta didik melalui indera yang dimilikinya, terutama pendengaran dan penglihatan. Media pembelajaran sebagai faktor eksternal dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi belajar karena mempunyai potensi atau kemampuan untuk merangsang terjadinya proses belajar. Contohnya :
  • Menghadirkan obyek langka: koleksi mata uang kuno,
  • Konsep yang abstrak menjadi konkrit: pasar, bursa,
  • Mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah dan jarak: siaran radio atau televisi pendidikan,
  • Menyajikan ulangan informasi secara benar dan taat asas tanpa pernah jemu: buku teks, modul, program video atau film pendidikan,.
  • Memberikan suasana belajar yang santai, menarik, dan mengurangi formalitas.
Edgar Dale dalam Rahardjo (1991) menggambarkan pentingya visualisasi dan verbalistis dalam pengalaman belajar yang disebut “Kerucut pengalaman Edgar Dale” dikemukakan bahwa ada suatu kontinuum dari konkrit ke abstrak antara pengalaman langsung, visual dan verbal dalam menanamkan suatu konsep atau pengertian. Semakin konkrit pengalaman yang diberikan akan lebih menjamin terjadinya proses belajar. Namun, agar terjadi efisiensi belajar maka diusahakan agar pengalaman belajar yang diberikan semakin abstrak (“go as low on the scale as you need to ensure learning, but go as high as you can for the most efficient learning”).

Raharjo (1991 menyatakan bahwa visualisasi mempermudah orang untuk memahami suatu pengertian. Sebuah pemeo mengatakan bahwa sebuah gambar “berbicara“ seribu kali dari yang dibicarakan melalui kata-kata (a picture is worth a thousand words). Hal ini tidaklah berlebihan karena sebuah durian “monthong” atau gambarnya akan lebih menjelaskan barangnya (atau pengertiannya) daripada definisi atau penjelasan dengan seribu kata kepada orang yang belum pernah mengenalnya. Salah satu dari sarana visual yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan belajar mengajar tersebut adalah OHT atau “overhead transparency.“ Sarana visual seperti OHT ini bila digarap dengan baik dan benar. Di samping dapat mempermudah pemahaman konsep dan daya serap belajar siswa, juga membantu pengajar untuk menyajikan materi secara terarah, bersistem dan menarik sehingga tujuan belajar dapat tercapai. Inilah manfaat yang harus dioptimalkan dalam pembuatan rancangan media seperti OHT ini.


2. Jenis-jenis media.

Media cukup banyak macamnya, Raharjo (1991) menyatakan bahwa ada media yang hanya dapat dimanfaatkan bila ada alat untuk menampilkanya. Ada pula yang penggunaannya tergantung pada hadirnya seorang guru, tutor atau pembimbing (teacher independent). Media yang tidak harus tergantung pada hadirnya guru lazim tersebut media instruksional dan bersifat “self Contained”, maknanya: informasi belajar, contoh, tugas dan latihan serta umpanbalik yang diperlakukan telah diprogramkan secara terintegrasi.

Dari berbagai ragam dan bentuk dari media pengajaran, pengelompokan atas media dan sumber belajar ekonomi dapat juga ditinjau dari jenisnya, yaitu dibedakan menjadi media audio, media visual, media audio-visual, dan media serba neka.

a. Media Audio : radio, piringan hitam, pita audio, tape recorder, dan telepon
b. Media Visual :

  1. Media visual diam : foto, buku, ansiklopedia, majalah, surat kabar, buku referensi dan barang hasil cetakan lain, gambar, ilustrasi, kliping, film bingkai/slide, film rangkai (film stip) , transparansi, mikrofis, overhead proyektor, grafik, bagan, diagram, sketsa, poster, gambar kartun, peta, dan globe.
  2. Media visual gerak : film bisu
  3. Media Audio-visual
  • Media audiovisual diam : televisi diam, slide dan suara, film rangkai dan suara , buku dan suara.
  • Media audiovisual gerak : video, CD, film rangkai dan suara, televisi, gambar dan suara.
  • Media Serba aneka :
  1. Papan dan display : papan tulis, papan pamer/pengumuman/majalah dinding, papan magnetic, white board, mesin pangganda.
  2. Media tiga dimensi : realia, sampel, artifact, model, diorama, display.
  3. Media teknik dramatisasi : drama, pantomim, bermain peran, demonstrasi, pawai/karnaval, pedalangan/panggung boneka, simulasi.
  4. Pembelajaran dengan perangkat komputer (E-learning dan I-Learning) E-learning disampaikan dengan memanfaatkan perangkat komputer. Pada umumnya perangkat dilengkapi perangkat multimedia, dengan cd drive dan koneksi Internet ataupun Intranet lokal. Dengan memiliki komputer yang terkoneksi dengan intranet ataupun Internet, pembelajar dapat berpartisipasi dalam e-learning. Jumlah pembelajar yang bisa ikut berpartisipasi tidak dibatasi dengan kapasitas kelas. Materi pelajaran dapat diketengahkan dengan kualitas yang lebih standar dibandingkan kelas konvensional yang tergantung pada kondisi dari pengajar.

3. Software Bahan Ajar

Teknologi selalu mencakup hardware dan software. Hardware akan berguna apabila tersedia software di dalamnya, demikian pula sebaliknya software baru akan dapat bermanfaat apabila ada hardware yang menjalankannya. Software dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu software operating sistem (OS), software aplikasi, dan software data atau konten. OS adalah software yang berfungsi sebagai sistem operasi, seperti DOS, Windows, Linux, dan Unix. Aplikasi adalah software yang digunakan untuk membangun atau menjalankan proses sesuai dengan perintah-perintah pemrograman, misalnya office, LMS, CMS, dll. Sedangkan data atau bahan ajar termasuk ke dalam kelompok software konten, misalnya bahan ajar baik berupa teks, audio, gambar, video, animasi, dll.

Dalam pengertian yang paling sederhana, suatu proses belajar akan terjadi apabila tersedia sekurang-kurangnya dua unsur, yakni orang yang belajar dan sumber belajar. Sumber belajar mencakup orang (nara sumber), alat (hardware), bahan (software), lingkungan (latar, setting), dll. Bahan ajar adalah salah satu jenis dari sumber belajar.

Bahan belajar merupakan elemen penting dalam elearning. Tidak ada elearning tanpa ketersediaan bahan belajar. Untuk itu, maka kemampuan seorang guru dalam mengembangkan bahan belajar berbasis web menjadi sangat penting.


4. Jenis Bahan Ajar

Bahan ajar adalah segala bentuk konten baik teks, audio, foto, video, animasi, dll yang dapat digunakan untuk belajar. Ditinjau dari subjeknya, bahan ajar dapat dikatogorikan menjadi dua jenis, yakni bahan ajar yang sengaja dirancang untuk belajar dan bahan yang tidak dirancang namun dapat dimanfaatkan untuk belajar. Banyak bahan yang tidak dirancang untuk belajar, namun dapat digunakan untuk belajar, misalnya kliping koran, film, sinetron, iklan, berita, dll.

Karena sifatnya yang tidak dirancang, maka pemanfaatan bahan ajar seperti ini perlu diseleksi sesuai dengan tujuan pembelajaran. Bahan belajar yang dirancang adalah bahan yang dengan sengaja disiapkan untuk keperluan belajar. Ditinjau dari sisi fungsinya, bahan ajar yang dirancang dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu bahan presentasi, bahan referensi, dan bahan belajar mandiri. Sedangkan ditinjau dari media, bahan ajar dapat kelompokkan menjadi bahan ajar cetak, audio, video, televisi, multimedia, dan web.

Sekurang-kurangnya ada empat ciri bahan ajar yang sengaja dirancang, yakni adanya tujuan yang jelas, ada sajian materi, ada petunjuk belajar, dan ada evaluasi keberhasilan belajar.


5. Unsur-unsur bahan ajar

Bahan ajar setidak tidaknya harus memiliki enam unsur, yaitu mencakup tujuan, sasaran, uraian materi, sistematika sajian, petunjuk belajar, dan evaluasi. Sebuah bahan ajar harus mempunyai tujuan. Tujuan harus dirumuskan secara jelas dan terukur mencakup kriteria ABCD (audience, behavior, criterion, dan degree). Sasaran perlu dirumuskan secara spesifik, untuk siapa bahan relajar itu ditujukan. Sasaran bukan sekedar mengandung pernyataan subjek orang, Namur juga harus mencakup kemampuan apa yang menjadi prasyarat yang harus sudah mereka kuasai agar dapat memahami bahan ajar ini.


Plus Minus Penggunaan Multimedia / E-Learning

A. Manfaat E-Learning Dalam Pembelajaran

E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan bahan/materi pelajaran. Demikian juga interaksi antara peserta didik dengan dosen/guru/instruktur maupun antara sesama peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi informasi atau pendapat mengenai berbagai hal yang menyangkut pelajaran ataupun kebutuhan pengembangan diri peserta didik.

Guru atau instruktur dapat menempatkan bahan-bahan belajar dan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik di tempat tertentu di dalam web untuk diakses oleh para peserta didik. Sesuai dengan kebutuhan, guru/instruktur dapat pula memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengakses bahan belajar tertentu maupun soal-soal ujian yang hanya dapat diakses oleh peserta didik sekali saja dan dalam rentangan waktu tertentu pula (Website Kudos, 2002).

Secara lebih rinci, manfaat e-Learning dapat dilihat dari 2 sudut, yaitu dari sudut peserta didik dan guru:

Dari Sudut Peserta Didik

Dengan kegiatan e-Learning dimungkinkan berkembangnya fleksibilitas belajar yang tinggi. Artinya, peserta didik dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang. Peserta didik juga dapat berkomunikasi dengan instruktur setiap saat. Dengan kondisi yang demikian ini, peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran.

Manakala fasilitas infrastruktur tidak hanya tersedia di daerah perkotaan tetapi telah menjangkau daerah kecamatan dan pedesaan, maka kegiatan e-Learning akan memberikan manfaat (Brown, 2000) kepada peserta didik yang (1) belajar di sekolah-sekolah kecil di daerah-daerah miskin untuk mengikuti mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diberikan oleh sekolahnya, (2) mengikuti program pendidikan keluarga di rumah (home schoolers) untuk mempelajarii materi pembelajaran yang tidak dapat diajarkan oleh para orangtuanya, seperti bahasa asing dan keterampilan di bidang komputer, (3) merasa phobia dengan sekolah, atau peserta didik yang dirawat di rumah sakit maupun di rumah, yang putus sekolah tetapi berminat melanjutkan pendidikannya, yang dikeluarkan oleh sekolah, maupun peserta didik yang berada di berbagai daerah atau bahkan yang berada di luar negeri, dan (4) tidak tertampung di sekolah konvensional untuk mendapatkan pendidikan.


Dari Sudut Instruktur

Dengan adanya kegiatan e-Learning (Soekartawi, 2002a,b), beberapa manfaat yang diperoleh instruktur antara lain adalah bahwa instruktur dapat:
  1. Llebih mudah melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung-jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang terjadi,
  2. Mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna peningkatan wawasannya karena waktu luang yang dimiliki relatif lebih banyak,
  3. Mengontrol kegiatan belajar peserta didik. Bahkan instruktur juga dapat mengetahui kapan peserta didiknya belajar, topik apa yang dipelajari, berapa lama sesuatu topik dipelajari, serta berapa kali topik tertentu dipelajari ulang,
  4. Mengecek apakah peserta didik telah mengerjakan soal-soal latihan setelah mempelajari topik tertentu, dan
  5. Memeriksa jawaban peserta didik dan memberitahukan hasilnya kepada peserta didik.Sedangkan manfaat pembelajaran elektronik menurut A. W. Bates (Bates, 1995) dan K. Wulf (Wulf, 1996) terdiri atas 4 hal, yaitu:
Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity). Apabila dirancang secara cermat, pembelajaran elektronik dapat meningkatkan kadar interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik dengan guru/instruktur, antara sesama peserta didik, maupun antara peserta didik dengan bahan belajar (enhance interactivity). Berbeda halnya dengan pembelajaran yang bersifat konvensional. Tidak semua peserta didik dalam kegiatan pembelajaran konvensional dapat, berani atau mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan pendapatnya di dalam diskusi.

Mengapa?
Karena pada pembelajaran yang bersifat konvensional, kesempatan yang ada atau yang disediakan dosen/guru/instruktur untuk berdiskusi atau bertanya jawab sangat terbatas. Biasanya kesempatan yang terbatas ini juga cenderung didominasi oleh beberapa peserta didik yang cepat tanggap dan berani. Keadaan yang demikian ini tidak akan terjadi pada pembelajaran elektronik. Peserta didik yang malu maupun yang ragu-ragu atau kurang berani mempunyai peluang yang luas untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pernyataan/pendapat tanpa merasa diawasi atau mendapat tekanan dari teman sekelas (Loftus, 2001).
Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility).

Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan tersedia untuk diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta didik dapat melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan dari mana saja (Dowling, 2002). Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran, dapat diserahkan kepada instruktur begitu selesai dikerjakan. Tidak perlu menunggu sampai ada janji untuk bertemu dengan guru/instruktur.
Peserta didik tidak terikat ketat dengan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan pembelajaran sebagaimana halnya pada pendidikan konvensional.

Dalam kaitan ini, Universitas Terbuka Inggris telah memanfaatkan internet sebagai metode/media penyajian materi. Sedangkan di Universitas Terbuka Indonesia (UT), penggunaan internet untuk kegiatan pembelajaran telah dikembangkan. Pada tahap awal, penggunaan internet di UT masih terbatas untuk kegiatan tutorial saja atau yang disebut sebagai “tutorial elektronik” (Anggoro, 2001).

Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a global audience). Dengan fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik yang dapat dijangkau melalui kegiatan pembelajaran elektronik semakin lebih banyak atau meluas. Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi hambatan. Siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, seseorang dapat belajar. Interaksi dengan sumber belajar dilakukan melalui internet. Kesempatan belajar benar-benar terbuka lebar bagi siapa saja yang membutuhkan.

Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities). Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat lunak yang terus berkembang turut membantu mempermudah pengembangan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan penyempurnaan atau pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan tuntutan perkembangan materi keilmuannya dapat dilakukan secara periodik dan mudah. Di samping itu, penyempurnaan metode penyajian materi pembelajaran dapat pula dilakukan, baik yang didasarkan atas umpan balik dari peserta didik maupun atas hasil penilaian instruktur selaku penanggung-jawab atau pembina materi pembelajaran itu sendiri.

Dengan adanya e-learning para guru/dosen/instruktur akan lebih mudah :
  1. Melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang mutakhir
  2. Mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna meningkatkan wawasannya
  3. Mengontrol kegiatan belajar peserta didik.
Untuk itu para guru dapat membuat pola pembelajaran melalui konsep E-Learning sebagai tambahan materi di luar konsep pembelajaran yang konvensional melalui tatap muka di kelas. Lalu bagaimanakah cara membuat situs E-Learning ? E-Learning dapat dibuat dengan berbagai macam program seperti Microsoft Power Point atau program lainnya. Dan dapat pula dibuat dengan menggunakan Web Blog seperti blogger.com, multiply.com atau wordpress.com dan lain-lainnya.

Dengan memiliki Web/ Blog para guru dapat menyajikan program materi pengajaran melalui Web Blog, selain memiliki Web Blog secara pribadi, guru dapat memberikan tugas kepada siswa melalui Web Blognya sehingga siswa dapat mendownload materi ataupun tugas yang diberikan oleh gurunya dan dapat dikerjakan oleh siswa yang hasilnya dikirimkan melalui e-mail gurunya masing-masing atau dicetak dan dikumpulkan di kelas.Dengan menggunakan layanan yang ada di internet maka telah dilaksanakan konsep E-Learning pada dunia pendidikan. Untuk itu sudah saatnya para guru atau praktisi dunia pendidikan untuk dapat memiliki Web Blog dan E-Mail sebagai sarana komunikasi antara guru dengan peserta didik. Semoga dengan melalui E-Learning, mutu pendidikan di sekolah dapat ditingkatkan sehingga pendidikan dapat merata dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.


B. Urgensi penggunaan dan pengembangan teknologi informasi dalam pendidikan

Kehadiran teknologi informasi merupakan faktor utama tersedianya pelayanan yang cepat, akurat, terartur, akuntabel dan terpecaya di dalam berbagi aspek kehidupan pada era sekarang ini, diantaranya ialah institusi pendidikan, guna menggembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan maka digunakanlah teknologi informasi atau yang lebih dikenal dengan e-learning. Dalam tulisan ini akan dikemukakan hasil analisis SWOT dalam e-learning dan urgensi e-learning dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan serta berbagai peran dan fungsi teknologi informasi sebagai solusi permasalahan pendidikan konvensional .


1. Latar Belakang

E-learning sebagai model pembelajaran baru dalam pendidikan memberikan peran dan fungsi yang besar bagi dunia pendidikan yang selama ini dibebankan dengan banyaknya kekurangan dan kelemahan pendidikan konvensional (pendidikan pada umumnya) diantaranya adalah keterbatasan ruang dan waktu dalam proses pendidikan konvensional.

Teknologi informasi yang mempunyai standar platform internet yang bisa menjadi solusi permasalahan tersebut karena sifat dari internet itu sendiri yaitu memungkinkan segala sesuatu saling terhubung belum lagi karakter internet yang murah, sederhana dan terbuka mengakibatkan internet bisa digunakan oleh siapa saja (everyone), dimana saja (everywhere), kapan saja (everytime) dan bebas digunakan (available to every one). Pengembangan pendidikan menuju e-learning merupakan suatu keharusan agar standar mutu pendidikan dapat ditingkatkan, karena e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang berlandaskan tiga kriteria yaitu:
  1. E-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi,
  2. Pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar,
  3. Memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional (Rosenberg 2001; 28), dengan demikian urgensi teknologi informasi dapat dioptimalkan untuk pendidikan.


2. Analisis SWOT Terhadap E-Learning

Untuk menyatakan peran dan fungsi teknologi informasi pada pendidikan (elearning) maka perlu dianalisis dengan metode SWOT (strength, weakness, opportunity, and threat). Adapun tahap analisis SWOT menurut Rangkuti (1977) adalah :

a. Identifikasi faktor-faktor eksternal dan internal
b. Memberi nilai peubah dengan pembobotan serta rating dari 1 sampai 5. Bobot
dikalikan rating dari setiap faktor untuk mendapatkan skor untuk faktor-faktor
tersebut.

Sesuai dengan pola empat sel kuadran metode SWOT berikut ini akan dijelaskan posisi institusi pendidikan dalam perpaduan antara kondisi internal dan eksternal untuk menyatakan peran dan fungsi teknologi informasi.

  • Sel satu adalah situasi yang paling menguntungkan, institusi pendidikan menghadapi beberapa lingkungan dan mempunyai kekuatan yang mendorong dalam pemanfaatan peluang yang ada.
  • Sel dua adalah situasi dimana institusi pendidikan dengan kekuatan internal menghadapi suatu lingkungan yang tidak menguntungkan.
  • Sel tiga adalah institusi pendidikan menghadapi lingkungan yang sangat menguntungkan tetapi tidak memiliki kemampuan untuk menangkap peluang.
  • Sel empat adalah situasi perusahaan yang paling tidak menguntungkan. Institusi pendidikan menghadapi ancaman lingkungan yang utama dari suatu posisi yang relatif lemah.
Berikut untuk memperjelas posisi institusi pendidikan serta peran dan fungsi teknologi informasi maka akan dipetakan posisi institusi pendidikan berupa matrik SWOT yaitu akan dilihat gabungan antara pemanfaatan kekuatan untuk menangkap peluang, mengatasi kelemahan dengan mengambil kesempaatan, menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman, meminimalkan kelemahan dan menghindarkan ancaman.:

Disinilah peran dan fungsi teknologi informasi untuk menghilangkan berkembangnya sel dua, tiga dan empat berkembang di banyak institusi pendidikan yaitu dengan cara:

  1. Meminimalisir kelemahan internal dengan mengadakan perkenalan teknologi informasi global dengan alat teknologi informasi itu sendiri (radio, televisi, computer)
  2. Mengembangkan teknologi informasi menjangkau seluruh daerah dengan teknologi informasi itu sendiri (Wireless Network connection, LAN )
  3. Pengembangan warga institusi pendidikan menjadi masyarakat berbasis teknologi informasi agar dapat berdampingan dengan teknologi informasi melalui alat-alat teknologi informasi.
Peran dan fungsi teknologi informasi dalam konteks yang lebih luas, yaitu dalam manajemen dunia pendidikan, berdasar studi tentang tujuan pemanfaatan TI di dunia pendidikan terkemuka di Amerika, Alavi dan Gallupe (2003) menemukan beberapa tujuan pemanfaatan TI, yaitu :
  1. Memperbaiki competitive positioning;
  2. Meningkatkan brand image;
  3. Meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran;
  4. Meningkatkan kepuasan siswa;
  5. Meningkatkan pendapatan;
  6. Memperluas basis siswa;
  7. Meningkatkan kualitas pelayanan;
  8. Mengurangi biaya operasi; dan
  9. Mengembangkan produk dan layanan baru. Karenanya, tidak mengherankan jika saat ini banyak institusi pendidikan di Indonesia yang berlombalomba berinvestasi dalam bidang TI untuk memenangkan persaingan yang semakin ketat. Maka dari itu untuk memenangkan pendidikan yang bermutu maka disolusikan untuk memposisikan institusi pendidikan pada sel satu yaitu lingkungan peluang yang menguntungkan dan kekuatan internal yang kuat.
Internet mempunyai berbagai kelebihan dibanding alat elektronik lain. Kelebihan-kelebihan tersebut adalah:

  • Dapat diakses kapanpun dan dimanapun oleh mahasiswa,
  • Bila mahasiswa memerlukan tambahan infomasi yang erkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat langsung melakukan pencarian informasi tambahan lebih mudah dan cepat.,
  • Menuntut mahasiswa lebih proaktif mengikuti perkuliahan,
  • Mahasiswa dapat berinteraksi langsung denga dosen tanpa menunggu pertemuan tatap muka di kelas.
Secara singkat, e-learning memberikan manfaat sebagai berikut :


a. Fleksibel

E-learning memberikan fleksibilitas dalam memilih waktu dan tempat untuk mengakses pelajaran. Siswa tidak perlu mengadakan perjalanan menuju tempat pelajaran disampaikan, e-learning bisa dilakukan dari mana saja baik yang memiliki akses ke Internet ataupun tidak. Bagi yang tidak memiliki koneksi internet, e-learning didistribusikan melalui movable media spe CD/DVD. Di samping itu pembelajar saat ini dapat pula memanfaatkan mobile technology seperti notebook, pda, atau telepon selular untuk mengakses e-learning. Fleksibiltas di dukung juga karena saat ini berbagai tempat sudah menyediakan sambungan internet / hot spot gratis menggunakan wi-fi atau wimax.


b. Belajar Mandiri

E-learning memberikan kesempatan bagi pembelajar secara mandiri memegang kendali atas keberhasilan belajar. Pembelajar bebas menentukan kapan akan mulai, kapan akan menyelesaikan, dan bagian mana dalam satu modul yang ingin dipelajarinya terlebih dulu. Seandainya, setelah diulang masih ada hal yang belum ia pahami, pembelajar bisa menghubungi instruktur, nara sumber melalui email, chat atau ikut dialog interaktif pada waktu-waktu tertentu. Bisa juga membaca hasil diskusi di message board yang tersedia di LMS (Learning Management System).


c. Efisiensi Biaya

Banyak efisiensi biaya bisa didapatkan dengan e-learning. Bagi penyelenggara, dalam hal ini universitas misalnya, biaya yang bisa dihemat antara lain :

  1. Biaya administrasi pengelolaan (biaya gaji dan tunjangan selama pelatihan, biaya dosen pengajar dan tenaga administrasi pengelola pelatihan, makanan selama pelatihan),
  2. Penyediaan sarana dan fasilitas fisik untuk belajar (misalnya: penyewaan ataupun penyediaan ruang kelas, kursi, papan tulis, LCD player, OHP).
Melalui pemanfaatan e-learning akan dapat diperoleh beberapa keuntungan yang cukup besar dibandingkan dengan usaha pembangunan kampus konvensional. Keuntungan yang paling nyata adalah keuntungan secara finansial. Keuntungan ini diperoleh dari berkurangnya biaya yang diperlukan untuk mengimplementasikan sistem secara keseluruhan jika dibandingkan dengan biaya untuk mendirikan bangunan kampus beserta seluruh perangkatnya termasuk pengajar. Di samping itu dari sisi mahasiswa, biaya yang diperlukan untuk mengikuti kuliah konvensional, misalnya tranportasi, buku-buku dan sebagainya dapat dikurangi namun sebagai gantinya diperlukan biaya akses internet. Dari sisi penyelenggara, biaya pengadaan e-learning sendiri dapat direduksi sampai hampir 50%, di samping itu jumlah peserta dapat dijaring mampu melebihi kapasitas yang dapat ditangani oleh metode konvensional dalam kondisi geografis yang lebih luas. Keuntungan lainnya adalah dengan adanya efisiensi waktu.

Dengan tidak diperlukannya berada di dalam kelas namun dari segala tempat yang dapat mengakses internet, waktu perjalanan dapat ditekan seminimal mungkin. Di samping keuntungan-keuntungan tersebut, masalah utama yang menghadang bagi penerapan teknologi e-Learning di Indonesia adalah keterbatasan akses internet serta masih kurangnya pemahaman masyarakat akan akses internet. Hal ini dapat dilihat masih kurangnya budaya berinternet di masyarakat. Namun, muncul warnet-warnet dan pemasyarakatan Internet di kampus (Internet Student Centre) diharapkan dapat menyelesaikan persoalan ini. Bagi kampus yang cukup kreatif, sebetulnya biaya akses internet per mahasiswa dapat ditekan sampai ke Rp 5000,-/mahasiswa/bulan.

E-learning merupakan salah satu pemanfaatan teknologi informasi sebagai respon aktif-kreatif yang muncul dari kesadaran akan sisi positif teknologi informasi terhadap perkembangan yang ada. E-learning menjadi perlu dilakukan karena penyebaran pendidikan konvensional dibatasi oleh ruang dan waktu, sedangkan pendidikan digital atau e-Learning dapat dilaksanakan melintasi atas ruang dan waktu. Cakupan geografis e-dakwah lebih luas sehingga semua pengguna Internet dapat tersentuh oleh pendidikan jenis ini.

Disamping itu, hasil dari proses dan hasil dari belajar-mengajar bisa disimpan datanya di dalam bentuk database, yang bisa dimanfaatkan untuk mengulang kembali proses belajar-mengajar yang lalu sebagai rujukan, sehingga bisa dihasilkan sajian materi pelajaran yang lebih baik lagi.


Kekurangan dan Kendala

Pengkritik e-Learning mengatakan bahwa “di samping daerah jangkauan kegiatan e-Learning yang terbatas (sesuai dengan ketersediaan infrastruktur), frekuensi kontak secara langsung antarsesama siswa maupun antara siswa dengan nara sumber sangat minim, demikian juga dengan peluang siswa yang terbatas untuk bersosialisasi (Wildavsky, 2001).

Di pihak manapun kita berada, satu hal yang perlu ditekankan dan dipahami adalah bahwa e-Learning tidak dapat sepenuhnya menggantikan kegiatan pembelajaran konvensional di kelas (Lewis, 2002).

Kehadiran guru sebagai makhluk yang hidup yang dapat berinteraksi secara langsung dengan para murid telah menghilang dari ruang-ruang elektronik e-learning ini. Inilah yang menjadi ciri khas dari kekurangan e-learning yang tidak bagus. Sebagaimana asal kata dari e-learning yang terdiri dari e (elektronik) dan learning (belajar), maka sistem ini mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Adapun kendala dalam penggunaan dan pemanfaatan multimedia, khususnya bagi madrasah adalah kendala sumber daya manusia. Madrasah-madrasah masih kebingungan mencari orang yang ahli dalam mengoperasikan multimedia. Kendala gaptek masih dijumpai di madrasah-madrasah terutama pedesaan.


Kesimpulan dan Saran
Madrasah sebagai lembaga pencetak generasi muslim, tidak boleh ketinggalan dalam memanfaatkan sarana teknologi dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya bagi anak-anak muslim. Penggunaan multimedia harus diupayakan sebisa mungkin dapat proses pembelajaran.
Kekurangan dan kendala yang ada jangan dijadikan alasan untuk tidak berusaha mencapai ke arah kemajuan.


  1. Adrian, Metode Mengajar Berdasarkan Tipologi Belajar Siswa (Makalah S3 UNY).
  2. A. Tabrani Rusyan, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Rosda Karya, 1994), hal. 5.
  3. Adrian, Ibid.
  4. http://man2kediri.wordpress.com/2008/03/01/multi-media-dalam-pembelajaran/
  5. http--brantas-abipraya.com-knowledge-page_id=6.28-04-2008.htm
  6. http://fibri.wordpress.com/2007/11/26/pentingnya-e-learning-bagi-dunia-pendidikan/
  7. Asep Herman Suyanto, “Mengenal E-Learning”, http://asep-hs.web.ugm.ac.id, 2005.
  8. http://teriyakiboz.wordpress.com/2007/12/13/manfaat-e-learning/
  9. Wikipedia.com

Pengorganisasian Penididikan

A. Pengertian Organisasi

Organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat, bagian, anggota ataupun badan. Menurut istilah, pengertian organisasi telah banyak disampaikan para ahli, tetapi pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip, dan sebagai bahan perbandingan akan disampaikan beberapa pendapat sebagai berikut :
  1. Chester I. Barnard (1938) dalam bukunya “The Executive Functions” mengemukakan bahwa : “ Organisasi adalah sistem kerjasama antara dua orang atau lebih” (I define organization as a system of cooperatives of two more persons).
  2. James D. Mooney mengatakan bahwa : “Organization is the form of every human association for the attainment of common purpose” (Organisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan bersama).
  3. Menurut Dimock, organisasi adalah : “Organization is the systematic bringing together of interdependent part to form a unified whole through which authority, coordination and control may be exercised to achive a given purpose” (organisasi adalah perpaduan secara sistematis daripada bagian-bagian yang saling ketergantungan/berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan).
  4. Menurut Stoner, Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama.
  5. Sedangkan menurut R.E. Freeman dan Daniel Gilbert, Jr, organisasi adalah dua orang atau lebih yang bekerjasama dalam cara yang terstruktur untuk mencapai sasaran spesifik atau sejumlah sasaran.
Dari beberapa pengertian organisasi di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap organisasi harus memiliki tiga unsur dasar, yaitu :

1. Orang-orang (sekumpulan orang),
2. Kerjasama,
3. Tujuan yang ingin dicapai.

Dengan demikian organisasi merupakan sarana untuk melakukan kerjasama antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama, dengan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki.


B. Ciri-Ciri Organisasi

Seperti telah diuraikan di atas bahwa organisasi memiliki tiga unsur dasar, dan secara lebih rinci organisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Adanya suatu kelompok orang yang dapat dikenal dan saling mengenal,
  2. Adanya kegiatan yang berbeda-beda, tetapi satu sama lain saling berkaitan (interdependent part) yang merupakan kesatuan kegiatan,
  3. Tiap-tiap orang memberikan sumbangan atau kontribusinya berupa; pemikiran, tenaga, dan lain-lain,
  4. Adanya kewenangan, koordinasi dan pengawasan,
  5. Adanya tujuan yang ingin dicapai.

C. Prinsip-prinsip organisasi

Prinsip-prinsip organisasi banyak dikemukan oleh para ahli, salah satunya A.M. Williams yang mengemukakan pendapatnya cukup lengkap dalam bukunya “Organization of Canadian Government Administration” (1965), bahwa prinsip-prinsip organisasi meliputi :

1. Prinsip bahwa Organisasi Harus Mempunyai Tujuan yang Jelas,
2. Prinsip Skala Hirarkhi,
3. Prinsip Kesatuan Perintah,
4. Prinsip Pendelegasian Wewenang,
5. Prinsip Pertanggungjawaban,
6. Prinsip Pembagian Pekerjaan,
7. Prinsip Rentang Pengendalian,
8. Prinsip Fungsional,
9. Prinsip Pemisahan,
10. Prinsip Keseimbangan,
11. Prinsip Fleksibilitas,
12. Prinsip Kepemimpinan.

Organisasi Harus Mempunyai Tujuan yang Jelas.

Organisasi dibentuk atas dasar adanya tujuan yang ingin dicapai, dengan demikian tidak mungkin suatu organisasi tanpa adanya tujuan. Misalnya, organisasi Pendidikan sebagai suatu organisasi, mempunyai tujuan yang ingin dicapai antara lain, memberikan Pendidikan yang berkualitas, dan lain lain.

Prinsip Skala Hirarkhi.

Dalam suatu organisasi harus ada garis kewenangan yang jelas dari pimpinan, pembantu pimpinan sampai pelaksana, sehingga dapat mempertegas dalam pendelegasian wewenang dan pertanggungjawaban, dan akan menunjang efektivitas jalannya organisasi secara keseluruhan.

Prinsip Kesatuan Perintah.
Dalam hal ini, seseorang hanya menerima perintah atau bertanggung jawab kepada seorang atasan saja.

Prinsip Pendelegasian Wewenang.
Seorang pemimpin mempunyai kemampuan terbatas dalam menjalankan pekerjaannya, sehingga perlu dilakukan pendelegasian wewenang kepada bawahannya. Pejabat yang diberi wewenang harus dapat menjamin tercapainya hasil yang diharapkan. Dalam pendelegasian, wewenang yang dilimpahkan meliputi kewenangan dalam pengambilan keputusan, melakukan hubungan dengan orang lain, dan mengadakan tindakan tanpa minta persetujuan lebih dahulu kepada atasannya lagi.

Prinsip Pertanggungjawaban.
Dalam menjalankan tugasnya setiap pegawai harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada atasan.

Prinsip Pembagian Pekerjaan.
Suatu organisasi, untuk mencapai tujuannya, melakukan berbagai aktivitas atau kegiatan. Agar kegiatan tersebut dapat berjalan optimal maka dilakukan pembagian tugas/pekerjaan yang didasarkan kepada kemampuan dan keahlian dari masing-masing pegawai. Adanya kejelasan dalam pembagian tugas, akan memperjelas dalam pendelegasian wewenang, pertanggungjawaban, serta menunjang efektivitas jalannya organisasi.

Prinsip Rentang Pengendalian.
Artinya bahwa jumlah bawahan atau staf yang harus dikendalikan oleh seorang atasan perlu dibatasi secara rasional. Rentang kendali ini sesuai dengan bentuk dan tipe organisasi, semakin besar suatu organisasi dengan jumlah pegawai yang cukup banyak, semakin kompleks rentang pengendaliannya.

Prinsip Fungsional.
Bahwa seorang pegawai dalam suatu organisasi secara fungsional harus jelas tugas dan wewenangnya, kegiatannya, hubungan kerja, serta tanggung jawab dari pekerjaannya.

Prinsip Pemisahan.
Bahwa beban tugas pekerjaan seseorang tidak dapat dibebankan tanggung jawabnya kepada orang lain.

Prinsip Keseimbangan.
Keseimbangan antara struktur organisasi yang efektif dengan tujuan organisasi. Dalam hal ini, penyusunan struktur organisasi harus sesuai dengan tujuan dari organisasi tersebut. Tujuan organisasi tersebut akan diwujudkan melalui aktivitas/ kegiatan yang akan dilakukan. Organisasi yang aktivitasnya sederhana (tidak kompleks) contoh ‘koperasi di suatu desa terpencil’, struktur organisasinya akan berbeda dengan organisasi koperasi yang ada di kota besar seperti di Jakarta, Bandung, atau Surabaya.

Prinsip Fleksibilitas
Organisasi harus senantiasa melakukan pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan dinamika organisasi sendiri (internal factor) dan juga karena adanya pengaruh di luar organisasi (external factor), sehingga organisasi mampu menjalankan fungsi dalam mencapai tujuannya.

Prinsip Kepemimpinan.
Dalam organisasi apapun bentuknya diperlukan adanya kepemimpinan, atau dengan kata lain organisasi mampu menjalankan aktivitasnya karena adanya proses kepemimpinan yang digerakkan oleh pemimpin organisasi tersebut.


D. Jenis-Jenis Organisasi

Pengelompokan jenis organisasi dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :
1. Berdasarkan jumlah orang yang memegang pucuk pimpinan.
  • Bentuk tunggal, yaitu pucuk pimpinan berada ditangan satu orang, semua kekuasaan dan tugas pekerjaan bersumber kepada satu orang.
  • Bentuk komisi, pimpinan organisasi merupakan suatu dewan yang terdiri dari beberapa orang, semua kekuasaan dan tanggung jawab dipikul oleh dewan sebagai suatu kesatuan.

2. Berdasarkan lalu lintas kekuasaan.
Bentuk organisasi ini meliputi:

  • Organisasi lini atau bentuk lurus, kekuasaan mengalir dari pucuk pimpinan organisasi langsung lurus kepada para pejabat yang memimpin unit-unit dalam organisasi,
  • Bentuk lini dan staff, dalam organisasi ini pucuk pimpinan dibantu oleh staf pimpinan ahli dengan tugas sebagai pembantu pucuk pimpinan dalam menjalankan roda organisasi,
  • Bentuk fungsional, bentuk organisasi dalam kegiatannya dibagi dalam fungsi-fungsi yang dipimpin oleh seorang ahli dibidangnya, dengan hubungan kerja lebih bersifat horizontal.

3. Berdasarkan sifat hubungan personal, yaitu :
  • Organisasi formal, adalah organisasi yang diatur secara resmi, seperti : organisasi pemerintahan, organisasi yang berbadan hukum
  • Organisasi informal, adalah organisasi yang terbentuk karena hubungan bersifat pribadi, antara lain kesamaan minat atau hobby, dll.

4. Berdasarkan tujuan.
Organisasi ini dapat dibedakan, yaitu :
a. organisasi yang tujuannya mencari keuntungan atau ‘profit oriented’ dan
b. organisasi sosial atau ‘non profit oriented ‘

5. Berdasarkan kehidupan dalam masyarakat, yaitu ;
a. organisasi pendidikan,
b. organisasi kesehatan,
c. organisasi pertanian, dan lain lain.

6. Berdasarkan fungsi dan tujuan yang dilayani, yaitu :
a. Organisasi produksi, misalnya organisasi produk makanan,
b. Organisasi berorientasi pada politik, misalnya partai politik
c. Organisasi yang bersifat integratif, misalnya serikat pekerja
d. Organisasi pemelihara, misalnya organisasi peduli lingkungan, dan lain lain.

7. Berdasarkan pihak yang memakai manfaat.
Organisasi ini meliputi :
  • Mutual benefit organization, yaitu organisasi yang kemanfaatannya terutama dinikmati oleh anggotanya, seperti koperasi.
  • Service organization, yaitu organisasi yang kemanfaatannya dinikmati oleh pelanggan, misalnya bank.
  • Business Organization, organisasi yang bergerak dalam dunia usaha, seperti perusahaan-perusahaan,
  • Commonwealth organization, adalah organisasi yang kemanfaatannya terutama dinikmati oleh masyarakat umum, seperti organisasi Pendidikan, rumah sakit, Puskesmas, dll
Menurut Manullang, jenis-jenis organisasi dapat dibedakan atas tiga golongan yaitu:
1. Organisasi garis.
2. Organisasi fungsional.
3. Organisasi garis dan staff.


E. Macam-Macam Organisasi
Bila uraian di atas (tentang kebutuhan dan hak-hak dasar) kita hubungkan dengan keseharian kita, maka kita membutuhkan organisasi yang sesuai untuk memperjuangkan hak-hak tersebut. Maka, kita perlu mengerti tentang macam-macam bentuk organisasi.
Dari tujuan dan usaha yang dilakukan terdapat setidaknya tiga macam bentuk organisasi, yaitu:

1. Organisasi Sosial
Adalah organisasi yang memberikan pelayanan sosial bagi anggotanya atau massa di luar anggotanya. Umumnya organisasi seperti ini mengandalkan pembiayaan dari pihak luar sebagai penyumbang atau donatur untuk menjalankan usahanya. Contoh: Yayasan Pendidikan, Lembaga Kesehatan, Lembaga Bantuan Hukum dan lain-lain. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah termasuk dalam jenis organisasi ini.

2. Organisasi Massa
Adalah organisasi yang memperjuangkan kepentingan sosial-ekonomi dan politik sekelompok massa tertentu yang bersandarkan dengan kekuatan dari massa anggota dan massa non-anggotanya. Tempat di mana, rakyat dapat mengembangkan potensi dan menemukan wadah perjuangannya. Tempat mengembangkan potensi maksudnya, di dalam organisasi massa dapat diselenggarakan pendidikan-pendidikan sosial-ekonomi dan politik atau kegiatan lain yang dapat menunjang penghidupan.
Contoh dari organisasi ini adalah serikat buruh (bagi buruh), persatuan tani, persatuan pemuda, persatuan perempuan, dan lain-lain.

3. Organisasi Politik
Adalah organisasi yang memperjuangkan kepentingan sosial-ekonomi dan politik anggotanya dan massa non-anggotanya, namun memiliki tujuan khusus untuk mengubah politik (kebijakan) pemerintahan suatu negara. Organisasi ini dalam kiprahnya memang bertujuan untuk menguasai negara. Contohnya adalah partai politik.


F. Perilaku Organisasi

Perilaku Organisasi adalah telaah dan penerapan tentang bagaimana orang-orang bertindak di dalam organisasi. Perilaku Organisasi adalah sarana manusia bagi keuntungan manusia. Perilaku Organisasi dapat diterapkan secara luas dalam perilaku orang-orang di semua jenis organisasi, seperti bisnis, pemerintahaan, sekolah, dan organisasi jasa. Apapun organisasi itu, ada kebutuhan untuk memahami perilaku organisasi.

Perilaku organisasi juga dikenal sebagai Studi tentang organisasi. Studi ini adalah sebuah bidang telaah akademik khusus yang mempelajari organisasi, dengan memanfaatkan metode-metode dari ekonomi, sosiologi, ilmu politik, antropologi dan psikologi. Disiplin-disiplin lain yang terkait dengan studi ini adalah studi tentang Sumber daya manusia dan psikologi industri serta perilaku organisasi.

Stephen P. Robbin mendefinisikan perilaku organisasi dengan suatu bidang studi yang menyelidiki dampak yang dipunyai individu, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam organisasi, dengan maksud menerapkan pengetahuan semacam itu untuk memperbaiki suatu keefektifan organisasi.

1. Lingkup Perilaku Organisasi
Menurut S.P. ROBIN, Mempelajari perilaku manusia dalam organisasi melalui tiga tingkatan analisis.

a. Tingkatan Individu : karakteristik bawaan individu dalam organisasi.
b. Tingkatan Kelompok : dinamika perilaku kelompok dan faktor-faktor determinannya
c. Tingkatan Organisasi : faktor-faktor organizational yang mempengaruhi perilaku.

2. Unsur Pokok Perilaku Organisasi

Unsur pokok dalam perilaku organisasi adalah orang, struktur, teknologi, dan lingkungan tempat organisasi beroperasi. Apabila orang-orang bergabung dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan, diperlukan jenis struktur tertentu. Orang-orang juga menggunakan teknologi untuk membantu penyelesaian pekerjaan, jadi ada interaksi antara orang, struktur, dan teknologi. Disamping itu, unsur-unsur tersebut dipengaruhi oleh lingkungan luar, dan unsur itu juga mempengaruhinya. Masing-masing unsur perilaku organisasi itu akan diulas secara ringkas.

a. Orang
Orang-orang membentuk sistem sosial intern organisasi. Mereka terdiri dari orang-orang dan kelompok, serta kelompok-kelompok besar, termasuk juga kelompok kecil.
Selain itu ada juga kelompok tidak resmi dan informal, serta berbagai kelompok yang lebih resmi dan formal. Semua kelompok itu dinamis. Kelompok “terbentuk”, berubah, dan bercerai berai. Dewasa ini organisasi manusia tidak sama dengan organisasi yang serupa dimasa lampau, atau sehari sebelumnya. Orang-orang adalah makhluk hidup yang berjiwa, berpikiran, dan berperasaan yang menciptakan organisasi untuk mencapai tujuan mereka.
Organisasi dibentuk untuk melayani manusia, dan bukan sebaliknya orang hidup untuk melayani organisasi.

b. Struktur
Struktur menentukan hubungan resmi orang-orang dalam organisasi. Berbagai pekerjaan yang berbeda diperlukan untuk melakukan semua aktivitas organisasi. Ada manajer dan pegawai bukan manajer, akuntan, dan perakit. Orang-orang ini harus dihubungkan dengan cara tertentu yang terstruktur agar pekerjaan mereka efektif. Semua hubungan ini menimbulkan berbagai masalah kerjasama, perundingan, dan pengambilan keputusan yang rumit.

c. Teknologi
Teknologi menyediakan sumber daya yang digunakan orang-orang untuk bekerja dan sumber daya itu mempengaruhi tugas yang mereka lakukan. Mereka tidak dapat menghasilkan banyak hal dengan tangan kosong ; jadi mereka mendirikan bangunan, merancang mesin, menciptakan proses kerja, dan merakit sumber daya. Teknologi yang dihasilkan menimbulkan pengaruh signifikan atas hubungan kerja. Lini perakitan tidak sama dengan laboratorium penelitian, dan pabrik baja tidak memiliki kondisi kerja yang sama dengan rumah sakit.

d. Lingkungan
Semua organisasi beroperasi di dalam lingkungan luar. Organisasi tidak berdiri sendiri. Ia merupakan bagian dari system yang lebih besar yang memuat banyak unsur lain, seperti pemerintah, keluarga, dan organisai lainnya. Semua unsur ini saling mempengaruhi dalam suatu system yang rumit yang menjadi corak hidup sekelompok orang. Suatu organisasi, seperti pabrik atau sekolah, tidak dapat menghindar dari pengaruh lingkunga luar. Lingkungan luar mempengaruhi sikap orang-orang, mempengaruhi kondisi kerja, dan menimbulkan persaingan untuk memperoleh sumber daya dan kekuasaan. Oleh sebab itu, lingkungan luar harus dipertimbangkan untuk menelaah perilaku manusia dalam organisasi.

3. Sudut Pandang Administrasi
Semua orang dalam organisasi berurusan dengan upaya meningkatkan perilaku organisasi. Guru, tata usaha, kepala sekolah dan yayasan bekerja dengan orang-orang dan karenanya mempengaruhi kualitas perilaku kehidupan dalam organisasi. Akan tetapi, para kepala sekolah cenderung memiliki tanggung jawab lebih besar, karena merekalah yang mengambil keputusan yang mempengaruhi banyak orang dalam organisasi, dan hampir seluruh aktivitas mereka sehari-hari berorientasi manusia. Para kepala sekolah sebagai manajer mewakili system administrasi, atau system manajemen, dan peranan mereka adalah mendayagunakan perilaku oraganisasi pendidikan untuk meningkatkan hubungan orang-organisasi seperti yang terlihat dalam Gambar. Para manajer berusaha menciptakan iklim yang kondusif untuk memotivasi orang-orang, bekerja sama secara produktif, dan mejadi orang-orang yang lebih efektif.

Apabila perilaku organisasi berhasil diterapkan, ia menjadi system imbalan rangkap tiga ( triple reward system ) dimana tujuan manusia, organisasi, dan masyarakat menyatu. Orang-orang merasa lebih puas dalam pekerjaan apabila terwujud kerja sama dan kerja tim. Mereka belajar, tumbuh, dan memberikan kontribusi. Organisasi juga lebih berhasil, karena beroperasi secara lebih efektif. Kualitas meningkat dan kerugian menyusut. Barangkali yang memperoleh maslahat terbesar dari system imbalan rangkap tiga adalah masyarakat itu sendiri, karena ia dapat memperoleh produk dan pelayanan lebih baik, warga negara lebih baik, dan iklim kerja sama dan kemajuan. Dengan demikian, semua pihak mengalami kemenangan.

Sistem
Administrasi
Perilaku
organisasi
Hubungan
Orang-organisasi
Yg lebih baik
Tujuan
Manusia/
orang Tua
Tujuan
Organisasi/
Sekolah
Tujuan
Masyarakat
Gambar Sistem Administrasi dalam organisasi


G. Keefektifan Organisasi
Keefektifan Organisasi adalah tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasarannya. Dalam pengertian lain keefektifan organisasi adalah sejauh mana cepat, murah atau efisiensinya kemajuan ke arah tujuan itu.

1. Pengukuran Efektivitas Organisasi
Pengukuran Efektivitas Organisasi dapat ditinjau dari dua pendekatan yaitu:
a. Pendekatan Sumber- Proses- Sasaran
b. Pendekatan Constituency :
1) Pemilik Perusahaan : Tingkat Keuntungan
2) Karyawan : Kepuasan Kerja
3) Konsumen / Pelanggan : Kepuasan Pelanggan
4) Pemberi Pinjaman : Kredibilitas Pengembalian
5) Lingkungan / Komunitas : Sumbangan / kontribusi
6) Supplier : Kelancaran transaksi / pembayaran
7) Pemerintah : Kepatuhan terhadap hukum & peraturan.
8) Sekolah : Lulus 100 %, ….

2. Kriteria Pengukuran Keefektifan Organisasi
a. Adaptabilitas dan fleksibilitas organisasi
b. Produktivitas
c. Kepuasan karyawan / Guru.
d. Tingkat keuntungan
e. Keberhasilan dalam mendapatkan sumber
f. Kebebasan dari rasa tertekan para anggota organisasi.
g. Kontrol terhadap lingkungan
h. Efisiensi organisasi
i. Kemampuan organisasi untuk mempertahankan anggotanya.
j. Pertumbuhan organisasi
k. Kelancaran komunikasi dalam organisasi
l. Kemampuan mempertahankan eksistensi organisasi

Di antara faktor penunjang keefektifan organisasi yang tak kalah pentingnya dari yang disebutkan di atas adalah komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar pribadi merupakan dasar dari kebanyakan pergaulan dalam organisasi. Efektivitas komunikasi ini dapat sangat besar sumbangannya kepada kelancaran berfungsinya organisasi.


H. Pengorganisasian Pendidikan

1. Pengertian
Pengorganisasian adalah merupakan fungsi kedua dalam Manajemen dan pengorganisasian didefinisikan sebagai proses kegiatan penyusunan struktur organisasi sesuai dengan tujuan-tujuan, sumber-sumber, dan lingkungannya. Dalam pengertian yang hampir sama, Freeman mendefinisikan pengorganisasian adalah proses memperkerjakan dua orang atau lebih untuk bekerjasama dalam cara terstruktur guna mencapai sasaran spesifik atau sejumlah sasaran.Dengan demikian hasil pengorganisasian adalah struktur organisasi.

Struktur organisasi adalah susunan komponen-komponen (unit-unit kerja) dalam organisasi. Struktur organisasi menunjukkan adanya pembagian kerja dan meninjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan (koordinasi). Selain daripada itu struktur organisasi juga memperlihatkan arus interaksi dalam organisasi itu siapa yang memutuskan apa, siapa yang memerintah, siapa yang menjawab, dan siapa yang melaksanakan suatu pekerjaan.

Struktur organisasi pada umumnya kemudian digambarkan dalam suatu bagan yang disebut bagan organisasi. Bagan organisasi adalah suatu gambar struktur organisasi yang formal, dimana dalam gambar tersebut ada garis-garis (instruksi dan koordinasi) yang menunjukkan kewenangan dan hubungan komunikasi formal, yang tersusun secara hierarkis.
Menurut Terry, manusia merupakan unsur yang terpenting dalam pengorganisasian.


Pengorganisasian Pendidikan Agama Islam

Dalam hubungannya dengan pendidikan Agama, pengorganisasian pendidikan agama telah diatur dalam Peraturan Pemerintah no. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Pada pasal 1 ayat 12 yang menyelenggarakan pendidikan agama dan keagamaan adalah menteri agama.

Direktorat Jendral Pendidikan Islam adalah salah satu direktorat jendral yang ada di Departemen Agama berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2005 tentang Perubahan PP No. 10 Tahun 2005 yang tadinya bernama "Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam".
Perubahan nama ini menegaskan bahwa tugas pokok direktorat jendral ini adalah "Pengembangan Aspek-aspek substansi kependidikan Islam".

Direktorat ini mempunyai 10 program kerja yaitu :

1. Pendidikan anak usia dini untuk RA/TA, TPA dan TPQ
2. Wajib Belajar Pendidikan Dasar sembilan tahun untuk MI, MTs dan Salafiyah
3. Pendidikan Menengah untuk MA, kejuruan dan diniyah ulya
4. Pendidikan agama dan keagamaan untuk penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah
5. Wajib Belajar Pendidikan Dasar sembilan tahun untuk MI, MTs dan Salafiyah
6. Pendidikan anak usia dini untuk RA/TA, TPA dan TPQ
7. Pendidikan Menengah untuk MA, kejuruan dan diniyah ulya
8. Pendidikan Menengah untuk MA, kejuruan dan diniyah ulya
9. Pendidikan agama dan keagamaan untuk penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah
10. Wajib Belajar Pendidikan Dasar sembilan tahun untuk MI, MTs dan Salafiyah

3. Tugas Dan Fungsi


Direktorat Pendidikan Madrasah mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan dan bimbingan di bidang Pendidikan pada Madrasah berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Pendidikan Madrasah menyelenggarakan fungsi :
  1. Penyiapan bahan perumusan visi, misi dan kebijakan di bidang pendidikan pada pra sekolah (Raudlatul Athfal, Bustanul Athfal, Tuhfatul Athfal) dan madrasah;
  2. Perumusan standar nasional di bidang kurikulum dan evaluasi, pendidik dan kependidikan, bantuan dan beasiswa, kelembagaan dan kerjasama, kesiswaan pada pendidikan pra sekolah (Raudlatul Athfal, Bustanul Athfal, Tuhfatul Athfal) dan madrasah;
  3. Pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pendidikan pada madrasah;
  4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan evaluasi pendidikan pada sekolah dan madrasah;
  5. Pelaksanaan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
4. Komponen Direktorat Pendidikan Madrasah

Direktorat Pendidikan Madrasah terdiri dari :
a. Subdirektorat Kurikulum dan Evaluasi;
b. Subdirektorat Ketenagaan;
c. Subdirektorat Bantuan dan Beasiswa;
d. Subdirektorat Kelembagaan dan Kerjasama;
e. Subdirektorat Kesiswaan;
f. Subbag Tata Usaha.

Subdirektorat Kurikulum dan Evaluasi

Subdirektorat Kurikulum dan Evaluasi mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pelayanan dibidang perumusan standar nasional, pelaksanaan kurikulum dan evaluasi pendidikan pada pra sekolah (Raudlatul Athfal, Bustanul Athfal, Tuhfatul Athfal) dan madrasah berdasarkan sasaran dan program yang ditetapkan oleh Direktur.
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Kurikulum dan Evaluasi menyelenggarakan fungsi :
  1. Penyusunan standar nasional dan pembinaan pelaksanaan kurikulum dan evaluasi pada RA, BA, dan TA;
  2. Penyusunan standar nasional dan pembinaan pelaksanaan kurikulum dan evaluasi pada Madrasah Ibtidaiyah;
  3. Penyusunan standar nasional dan pembinaan pelaksanaan kurikulum dan evaluasi pada Madrasah Tsanawiyah;
  4. Penyusunan standar nasional dan pembinaan pelaksanaan kurikulum dan evaluasi pada Madrasah Aliyah dan Madrasah Aliyah Kejuruan.
Subdirektorat Kurikulum dan Evaluasi terdiri dari :
  • Seksi Kurikulum dan Evaluasi RA/BA/TA, mempunyai tugas melakukan penyiapan data dan bahan penyusunan standar, pembinaan kurikulum serta evaluasi pada Raudlatul Athfal, Bustanul Athfal dan Tuhfatul Athfal;
  • Seksi Kurikulum dan Evaluasi MI, mempunyai tugas melakukan penyiapan data, pengumpulan bahan penyusunan standar dan pembinaan kurikulum serta evaluasi pada Madrasah Ibtidaiyah;
  • Seksi Kurikulum dan Evaluasi MTs, mempunyai tugas melakukan penyiapan data dan bahan, penyusunan standar dan pembinaan kurikulum serta evaluasi pada Madrasah Tsanawiyah;
  • Seksi Kurikulum dan Evaluasi MA dan MAK, mempunyai tugas melakukan penyiapan data dan bahan penyusunan standar dan pembinaan kurikulum, evaluasi pada Madrasah Aliyah dan Madrasah Aliyah Kejuruan.
Subdirektorat Ketenagaan

Subdirektorat Ketenagaan mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pelayanan dibidang perumusan standar nasional, pelaksanaan pendidikan dan tenaga kependidikan pada pra sekolah (Raudlatul Athfal, Bustanul Athfal dan Tuhfatul Athfal) dan madrasah berdasarkan program dan sasaran yang ditetapkan oleh Direktur.
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Ketenagaan menyelenggarakan fungsi :
  • Pengumpulan, pengolahan dan analisis data di bidang Ketenagaan
  • Penyusunan standar nasional dan pembinaan pelaksanaan pendidikan dan tenaga kependidikan pada RA, BA dan TA;
  • Penyusunan standar nasional dan pembinaan pelaksanaan pendidikan dan tenaga kependidikan pada Madrasah Ibtidaiyah;
  • Penyusunan standar nasional dan pembinaan pelaksanaan pendidikan dan tenaga kependidikan pada Madrasah Tsanawiyah;
  • Penyusunan standar nasional dan pembinaan pelaksanaan pendidikan dan tenaga kependidikan pada Madrasah Aliyah dan Madrasah Aliyah Kejuruan.
Subdirektorat Ketenagaan terdiri dari :
  • Seksi Ketenagaan RA/BA/TA, mempunyai tugas melakukan penyiapan data dan bahan penyusunan standar dan pembinaan pendidikan dan tenaga kependidikan pada Raudlatul Athfal, Bustanul Athfal dan Tuhfatul Athfal;
  • Seksi Ketenagaan MI, mempunyai tugas melakukan penyiapan data dan bahan penyusunan standar dan pembinaan pendidikan dan tenaga kependidikan pada Madrasah Ibtidaiyah;
  • Seksi Ketenagaan MTs, mempunyai tugas melakukan penyiapan data dan bahan penyusunan standar dan pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan pada Madrasah Tsanawiyah;
  • Seksi Ketenagaan MA dan MAK, mempunyai tugas melakukan penyiapan data dan bahan penyusunan standar dan pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan pada Madrasah Aliyah dan Madrasah Aliyah Kejuruan serta pengelolaan data.
Subdirektorat Bantuan dan Beasiswa

Subdirektorat Bantuan dan Beasiswa mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan bimbingan perumusan standar nasional, pemanfaatan bantuan dan beasiswa untuk pendidikan pra sekolah (Raudlatul Athfal, Bustanul Athfal dan Tuhfatul Athfal) dan madrasah berdasarkan program dan sasaran yang ditetapkan oleh Direktur.

Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Bantuan dan Beasiswa menyelenggarakan fungsi :
  1. Pengumpulan, pengolahan dan analisis data di bidang Sarana
  2. Penyusunan standar nasional dan pembinaan pelaksanaan bantuan dan beasiswa RA/BA/TA;
  3. Penyusunan standar nasional dan pembinaan pelaksanaan bantuan dan beasiswa untuk Madrasah Ibtidaiyah;
  4. Penyusunan standar nasional dan pembinaan pelaksanaan bantuan dan beasiswa untuk Madrasah Tsanawiyah;Penyusunan standar nasional dan pembinaan pelaksanaan bantuan dan beasiswa untuk Madrasah Aliyah dan Madrasah Aliyah Kejuruan;

Subdirektorat Bantuan dan Beasiswa terdiri dari :

  1. Seksi Bantuan dan Beasiswa RA/BA dan TA, mempunyai tugas melakukan penyiapan data dan bahan penyusunan standar dan pembinaan pemanfaatan bantuan dan beasiswa untuk pendidikan pra sekolah (Raudlatul Athfal, Bustanul Athfal dan Tuhfatul Athfal) dan madrasah;
  2. Seksi Bantuan dan Beasiswa Madrasah Ibtidaiyah, mempunyai tugas melakukan penyiapan data dan bahan penyusunan standar dan pembinaan pemanfaatan bantuan dan beasiswa untuk pendidikan pada Madrasah Ibtidaiyah;
  3. Seksi Bantuan dan Beasiswa Madrasah Tsanawiyah, mempunyai tugas melakukan penyiapan data dan bahan, penyusunan standar dan pembinaan pemanfaatan bantuan dan beasiswa untuk pendidikan pada Madrasah Tsanawiyah;Seksi Bantuan dan Beasiswa MA dan MAK, mempunyai tugas melakukan penyiapan data, pengumpulan bahan penyusunan standar dan pembinaan pemanfaatan bantuan dan beasiswa untuk pendidikan pada Madrasah Aliyah Kejuruan.

Subdirektorat Kelembagaan dan Kerjasama

Subdirektorat Kelembagaan dan Kerjasama mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pelayanan pelaksanaan perumusan standar nasional, kelembagaan dan pengembangan kerjasama pada pendidikan pra sekolah (Raudlatul Athfal, Bustanul Athfal dan Tuhfatul Athfal) dan madrasah berdasarkan sasaran, program, dan kegiatan yang ditetapkan oleh Direktur.
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Kelembagaan dan Kerjasama menyelenggarakan fungsi :

  1. Pengumpulan, pengolahan dan analisis data di bidang kelembagaan dab kerjasama
  2. Penyusunan standar nasional dan pembinaan kelembagaan serta pengembangan kerjasama Raudhatul Atfal, Bustanul Atfal, dan Madrasah Ibtidaiyah.
  3. Penyusunan standar nasional dan pembinaan kelembagaan serta pengembangan kerjasama Madrasah Tsanawiyah;
  4. Penyusunan standar nasional dan pembinaan kelembagaan serta pengembangan kerjasama Madrasah Aliyah dan Madrasah Aliyah Kejuruan.
Subdirektorat Kelembagaan dan Kerjasama terdiri dari :

  1. Seksi Kelembagaan dan Kerjasama RA/BA/TA dan MI, mempunyai tugas melakukan penyiapan data dan bahan penyusunan standar, pembinaan kelembagaan dan pengembangan kerjasama pada Raulhatul Atfal, Bustanul Atfal, Tuhfatul Atfal dan Madrasah Ibtidaiyah;
  2. Seksi Kelembagaan dan Kerjasama MTs, mempunyai tugas melakukan penyiapan data dan bahan penyusunan standar, pembinaan kelembagaan serta pengembangan kerjasama pada Madrasah Tsanawiyah;
  3. Seksi Kelembagaan dan Kerjasama MA dan MAK, mempunyai tugas melakukan penyiapan data dan bahan penyusunan standar, pembinaan kelembagaan dan akreditasi serta pengembangan kerjasama pada Madrasah Aliyah dan Madrasah Aliyah Negeri;
Subdirektorat Kesiswaan

Subdirektorat Kesiswaan mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pelayanan perumusan standar nasional, pembinaan kesiswaan serta peningkatan kemampuan, ketrampilan dan pengembangan sumberdaya kesiswaan pada pendidikan pra sekolah. (Raudlatul Athfal, Bustanul Athfal dan Tuhfatul Athfal) dan madrasah berdasarkan sasaran, program, dan kegiatan yang ditetapkan oleh Direktur.
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Kesiswaan menyelenggarakan fungsi :
  1. Penyusunan standar nasional dan pembinaan kesiswaan, peningkatan kemampuan, ketrampilan dan pengembangan sumberdaya kesiswaan pada pra sekolah (Raudlatul Athfal, Bustanul Athfal dan Tuhfatul Athfal) dan Madrasah Ibtidaiyah;
  2. Penyusunan standar nasional dan pembinaan kesiswaan, peningkatan kemampuan, ketrampilan dan pengembangan sumberdaya kesiswaan pada Madrasah Tsanawiyah;
  3. Penyusunan standar nasional dan pembinaan kesiswaan, peningkatan kemampuan, ketrampilan dan pengembangan sumberdaya kesiswaan pada Madrasah Aliyah dan Madrasah Aliyah Kejuruan.
Subdirektorat Kesiswaan terdiri dari :

  1. Seksi Kesiswaan RA/BA/TA dan MI, mempunyai tugas melakukan penyiapan data dan bahan penyusunan standar dan pembinaan kesiswaan pada pra sekolah (Raudlatul Atfal, Bustanul Atfal, Tuhfatul Atfal) dan Madrasah Ibtidaiyah.
  2. Seksi Kesiswaan MTs, mempunyai tugas melakukan penyiapan data dan bahan penyusunan standar, pembinaan kelembagaan dan kesiswaan pada Madrasah Tsanawiyah.
  3. Seksi Kesiswaan MA dan MAK, mempunyai tugas melakukan penyiapan data dan bahan penyusunan standar, pembinaan kelembagaan dan kesiswaan pada Madrasah Aliyah dan Madrasah Aliyah Kejuruan.
Sub Bagian Tata Usaha

Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan penyelenggaraan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

Pada dataran operasional praktis, pengorganisasian pendidikan telah diatur di antaranya dalam Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar di dalamnya disebutkan tugas dan tanggung jawab kepala sekolah


  • Abdulsyani, Manajemen Organisasi (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hal. 19.
  • Dalam H. Malayu S.P. Hasibuan, Organisasi dan Motivasi (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 25. Ibid. www.organisasi.com
  • James A.F. Stoner, R.E. Freeman dan Daniel Gilbert, Jr, Manajemen, terj. Alexander Sindoro (Jakarta: PT. Prenhallindo, 1996), hal. 6.
  • Bandingkan dengan M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1977), hal. 51.
  • Organisasi.Org
  • Manullang, Ibid., hal. 52.
  • http://jogjaholic.wordpress.com/2007/03/17/8/
  • http://dosen.amikom.ac.id/downloads/materi/Modul%20PO.doc)
  • Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
  • Stephen P. Robbin, Perilaku Organisasi (Jakarta: Prenhallindo, 1996).
  • Yayat Hayati Djatmiko, Perilaku Organisasi, Alfabeta- Bandung, 2002.
  • www.Organisasi.org
  • (http://dosen.amikom.ac.id/downloads/materi/Modul%20PO.doc
  • Edgar H. Schein, Psikologi Organisasi (Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1991), hal. 275.
  • Udai Pareek, Perilaku Organisasi (Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1996), hal. 65.
  • Freeman, Ibid., hal 11.
  • Terry dan L.W. Rue, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 90.
  • Terry, Prinsip-Prinsip Manajemen, terj. J. Smith (Jakarta: Bumi Aksara), hal. 73.
  • www.bagais.com.
  • H.A.R. Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional (Bandung: Rosdakarya, 2004), hal. 50-60.

The Study of Midle East

The Study Of Midle East

That the seminal insights and realizations of Islamic faith when pursued to their ultimate level of significance, prove to be congruent with the Christian understanding of Cod and the world, and man's relation to them. Further, these insights find a more adequate and profound expression in Christian than in Muslim terms. Jan riled, he declares that Muslims arc in reality Christians who have never pursued ? heir religious experience far enough to recognize that fact, and his effort is to achieve such recognition on both sides of the Muslim - Christian religious boundary. Thus in the final analysis Crag's purpose remains evangelical, for in spite of his insight into the Muslim soul and his genuine appreciation for the urges that move there, Crag ultimately believes that Muslims . should be Christians and that only in becom­ing so will they be Muslim in the fullest sense.

Crag has penned some of the most evocative and appealing work on Islam as a religion that has ever been done in English. His contribution is especially valuable as a means of combating the negative view of Islamic faith so prevalent among the generality of Westerners. Nonetheless there is, from the scholarly standpoint, a fundamental flaw in his efforts. Cragg’s argument is developed by deliberately seeking and finding Christian meanings in Islamic experiences and doctrines both his interpretation of the nature and structure of Islam and the foundations of the "dialogue** with Muslims that he seeks arc achieved by Christianizing the Islamic, by insisting that the Islamic religious tradition means not what Muslims have always thought it to mean, but something else that Christians are in a better position to understand. Such a manner of reasoning docs extreme violence to the historical reality of the Islamic tradition by forcing it into categories of interpretation and mean­ing drawn from a different historical stream of piety and experience. That which Cragg describes is in the final analysis not Islam but the product of his own wishful, though doubtless sincere, religious striving. No matter how thorough or how clever the effort to find congruities between Muslim doc­trines and views and those of Christians may be, the stubborn fact remains that Muslims arc not Christians. As a way of looking at the world and at the nature and significance of human existence, Islam has a peculiar character of its own. The uniqueness of the Islamic world view is somewhat obscured by the fact that Muslims use terms and concepts in common with Christians and Jews, but the place which these notions find in the total structure of Islamic piety is often radically different from that which they occupy in the competing religious perspectives Of paramount importance to students of religion is the meaning of Islam for Muslims, and that meaning will be seen, it may be suggested, only by considering the Islamic tradition in its own terms as an integral whole.

A second branch of the movement that has broken the link with evangelical motives completely is exemplified in the work of W.G. Smith. Perhaps the most relevant of his works in this connection is the booklet The Faith of Other Men (Smith, I9G2), and his essay "Comparative religion, whither and why?" (Smith, 1959). In Smith's eyes it is arrogance supreme to call upon the Muslim (or anyone else) to redirect his faith and thus to fail to appreciate that the divine communicates itself to Muslims through the symbols and forms of Islamic piety, just as it communicates itself to ethers through their respective symbols and forms. His concern is to understand the faith of other men, not to transform it, but this concern itself a religious matter and a moral duty. Thus there is a strong clement of theological interest, though not evangelical motivation, running through Smith's writing.

Taking note of the fact that religious diversity Is characteristic of the human race as a whole and religious exclusiveness is characteristic of that segment of mankind who have been affected by the se-called prophetic religions, Smith holds that three different types of questions arc to be asked about this diversity. The first is a scientific question, to ask in what the diversity con­sists, and how and why it has come to be. The second is a theological ques­tion, to ask how each religious group accounts to itself in its own normative framework for the fact that others do not share. its faith. Finally, there is a moral question, to ask how one should behave toward those of different faith. It is the last that most occupies Smith's attention, for underlying all his work in comparative religion is the drive toward world community and preoccu­pation with the means of achieving it. Smith holds that the precondition for world community is a proper sympathetic (participative?) understanding of the basic values that form the foundations of the world's cultures, and further, that these values are approached nowhere more immediately than in the study of the religious faiths of mankind. Thus the study of comparative religion, of which the study of Islam is but a part, is in his view the most com­pelling urgency of our lime. Such thinking ranges in its implications far beyond the relatively narrow field of Islamic, and its basic thrust is perhaps ultimately religious and theological.

In his more recent writings Smith has shown increasing interest in the broad issues that arise from the comparative study of religion, especially in their theological and religious implications, for the scholar himself, and his interest in the more technical aspects of Islamic* has accordingly declined (Smith, 1963). Nonetheless, Smith has made one of the foremost contributions to the understanding of Islam in this generation, and his influence has touched many others in both oriental and theological studies. His works that treat of trends in the contemporary Islamic world rank as standard reference volumes, impressive both for their breadth of learning and the acuteness of their analysis.

By choosing Cragg and Smith as examples of variations on the irenic approach to Islam, we do not intend to ignore the numerous others who should be classified in the same category with them. Mention might be made of Montgomery Watt, whose books (Watt, 1963, 1969) are animated by the irenic spirit, as is Geoffrey Parrinder’s study of Jesus in the Qur’an (Parrinder, 1965). The point here is only to underline the existence of this approach, which has brought about a revived interest in Islamic Religiousness, and to demonstrate some of the forms it has taken.