HUKUMAN (‘IQAB) DALAM PENDIDIKAN
Deni Solehudin
A.
PENDAHULUAN
Diskursus mengenai apakah perlu anak dihukum atas kesalahan
dan kelalaiannya atau tidak perlu dihukum telah menjadi trend perdebadan antara
pakar pendidikan. Kecenderungan-kecenderungan pendidikan modern sekarang
memandang tabu hukuman itu, memandang tidak layak disebut-sebut bahkan
dikaitkan pula dengan pelanggaran HAM dan masuk kategori kekerasan.
Karena itu, menurut Ahmad Tafsir, mengapa orang tidak
mengambil teori yang lebih positif? Bukankah Allah selalu mengampuni orang yang
bersalah apabila dia bertaubat pada-Nya? Allah juga lebih mendahlukan kasih-Nya
dan membelakangi murka-Nya. Dalam Qs. Ali Imran: 134 Allah memuji
orang yang sanggup menahan marah dan suka memberi maaf. Dan dalam satu hadist,
nabi Muhammad saw. mengajarkan bahwa Allah menyenangi kelembutan dalam semua
persoalan (HR. Bukhari).[1]
Namun dalam tataran kenyataan, kita akan mendapati anak yang melakukan
pelanggaran, kemudian diperlakukan dengan lembut tetapi masih juga membandel
dan tetap melakukan pelanggaran-pelanggaran?
Secara psikologis,
sebagaimana diungkapkan Mohammad Asrori, manusia diciptakan secara unik,
berbeda satu sama lain, setiap individu pasti memiliki karakteristik yang
berbeda dengan individu lainnya. Asrori menyebutkan tujuh perbedaan karakteristik
individu diantaranya perbedaan karakteristik individual pada nilai, moral dan
sikap. Misalnya, ada anak yang bersikap taat pada norma, tetapi ada yang begitu
mudah dan enak saja melanggar norma; ada anak yang perilakunya bermoral tinggi,
tetapi ada yang perilakunya tak bermoral dan tak senonoh; dan ada anak yang
penuh sopan santun, tetapi ada yang perilaku maupun tutur bahasanya seenaknya
sendiri saja.[2] Dalam hal ini Muhammad Quthb mengemukakan :
“bila teladan tidak mampu, dan begitun juga nasihat, maka waktu itu harus
diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang benar.
Tindakan tegas itu adalah hukuman.”[3]
Meskipun bermacam-macam jenis hukuman, tetapi manusia berbeda-beda dalam tingkatan
penerimaan dampaknya. Sebagian menerima dengan hanya dikritik, atau ditegur
keras, atau merasakan ketidak ridhaan dari gurunya, tetapi sebagian mereka
tidak dapat merespon kecuali dengan penderitaan badan yang menimpanya seperti
hukuman pukul. Ini menjadi indikator pentingnya mengenal macam-macam hukuman
yang tidak terbatas pada hukuman badaniah tetapi bermacam-macam tingkatan, dan
masing-masing merupakan konsekuensi dan akibat sesuai dengan perbedaan karakter
masing-masing individu peserta didik.[4]
Dengan demikian kita bisa menyepakati bahwa kesalahan yang
dilakukan oleh murid terkadang pantas mendapat hukuman. Namun jenis hukuman
itulah yang seharusnya disesuaikan dengan lingkungan sekolah sebagai sarana
pendidikan dan pembelajaran, bukan penghakiman.
Berangkat dari pemaparan di atas, makalah ini akan mengulas
tentang pengertian hukuman, dasar, tujuan, macam, syarat, dan tahapan-tahapannya.
B. PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Menurut teori belajar (learning
theory) yang banyak dianut oleh para behaviorist, hukuman disebut
dengan punishment lawannya adalah reward (pemberian hadiah). Dalam buku “Kamus Lengkap Psikologi, punishment
diartikan dengan : 1. penderitaan atau siksaan rasa sakit, atau rasa tidak
senang pada seorang subjek, karena kegagalan dalam menyesuaikan diri terhadap
serangkaian perbuatan yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam satu
percobaan; 2. satu perangsang dengan valensi negatif, atau satu perangsang yang
mampu menimbulkan kesakitan atau ketidaksenangan; 3. pembebanan satu periode pengurungan
atau penahanan pada seorang pelanggar yang sah.[5]
Dalam buku-buku teori
pendidikan Islam, kata untuk istilah hukuman adalah dengan lafal “iqab”.
Pengertian ‘Iqab adalah menghukum
seseorang dari (kesalahan) yang ia perbuat secara setimpal. Kata bendanya
adalah al’uqubah.[6]
Hukuman diartikan
sebagai salah satu tehnik yang diberikan bagi mereka yang melanggar dan harus
mengandung makna edukatif, sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdul Mujib dan
Jusuf Mdzakkir.[7]
Sedangkan M. Arifin telah memberi pengertian hukuman yang
edukatif adalah:
“Pemberi
rasa nestapa pada diri anak akibat dari kelalaian perbuatan atau tingkah laku yang
tak sesuai dengan tata nilai yang diberlakukan dalam lingkungan hidupnya.”[8]
Dari beberapa pengertian di atas dapat kita ambil kesimpulan
sementara bahwa hukuman dalam pendidikan Islam adalah salah satu cara atau
tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau pendidik kepada seseorang yang
menimbulkan dampak yang tidak baik (penderitaan atau perasaan tidak enak)
terhadap anak didiknya berupa denda atau sanksi yang ditimbulkan oleh tindakan
yang tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan agar anak didik
menyadari kesalahan yang telah diperbuatnya dan tidak mengulanginya lagi serta menjadikan
anak itu baik sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Terdapat perbedaan
antara tarhib (ancaman) dengan ‘iqab (hukuman). Tarhib terjadi sebelum atau
setelah kejadian perkara dengan tujuan menakut-nakuti agar seseorang tidak
terjerumus dalam kesalahan atau mengulang kesalahannya, dan ini merupakan dari
segi maknawi, sedangkan iqab terjadi setelah menyalahi apa yang diingatkan,
maka ‘iqab terjadi sebenarnya pada orang yang pantas menerimanya.[9]
2.
0 comments:
Post a Comment